
Kabar Buruk dari AS, Ada Warning Resesi Baru Tiba-Tiba Muncul

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Peringatan baru akan resesi menyerang tiba-tiba muncul. Setidaknya ini dikatakan seorang pakar strategi investasi menyoroti ekonomi Amerika Serikat (AS).
Ia adalah Kepala Strategi Investasi B. Riley Wealth Management, Paul Dietrich. Perlu diketahui Dietrich adalah seorang pakar Wall Street yang merupakan salah satu peramal resesi 2008.
"Ada sejumlah besar peringatan yang muncul di AS yang menunjukkan perekonomian hampir pasti menuju resesi," tegasnya dimuat Business Insider, dikutip Jumat (19/5/2024).
Dalam catatannya baru-baru ini, ia menunjuk beberapa tanda. Seperti inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan sepanjang kuartal pertama (Q1) dan volatilitas yang lebih besar di pasar.
Saham dan obligasi juga mengalami kenaikan yang tidak terlalu besar. Sementara minyak dan emas, yang biasanya memiliki kinerja baik dalam kondisi inflasi, justru meningkat.
"Pertumbuhan ekonomi juga mulai melambat, dengan PDB meningkat 1,6% pada kuartal pertama, turun dari 3,4% pada kuartal terakhir tahun 2024," kata Dietrich.
"Kepercayaan konsumen juga jatuh," tambahnya.
"Pertumbuhan lapangan kerja melambat, seiring dengan tingkat pengangguran, baru-baru ini menyentuh level tertinggi dalam dua tahun," ujarnya.
Sementara itu, imbal hasil obligasi pemerintah AS hampir empat kali lipat imbal hasil dividen S&P 500. Ini kata dia, menjadi sebuah tanda bahwa investor mengantisipasi suku bunga akan tetap lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama.
Ini merupakan imbal hasil Treasury tertinggi sejak tahun 2001. Ini pun, katanya, merupakan kedua kalinya dalam 100 tahun terakhir imbal hasil tersebut mencapai angka sebesar itu.
"Perekonomian dan pasar saham belum pernah melihat hal seperti ini dalam sejarah," kata Dietrich.
"Semuanya mengingatkan saya pada gelembung Dot-com pada tahun 2001-2002," ujarnya lagi.
Ia pun berspekulasi bahwa resesi berikutnya sebenarnya "telah tertunda" karena stimulus senilai triliunan dolar yang dikeluarkan selama pandemi. Tapi sebenarnya, perekonomian masih berada di jalur penurunan.
"Ketika dukungan tersebut berhenti, kata dia, hal ini bisa menjadi pukulan terakhir bagi saham, yang tampaknya ditopang oleh kepercayaan investor yang berlebihan dan terputusnya hubungan dengan fundamental perusahaan," tambahnya.
"Karena belanja defisit saat ini tidak berkelanjutan, maka hal ini akan berakhir suatu saat nanti. Jika hal ini terjadi, dampaknya akan sangat buruk terhadap lapangan kerja, perekonomian, dan pasar saham global," kata Dietrich lagi.
Dietrich sendiri sebenarnya adalah salah satu peramal ekonomi yang paling bearish tahun ini. Bearish adalah salah satu istilah sentimen pasar untuk penurunan harga.
Komentar buruknya datang ketika seruan akan terjadinya resesi telah mereda dan para pengamat mengatakan bahwa penurunan yang akan datang kemungkinan hanya akan terjadi dalam waktu singkat. Sebelumnya, Dietrich mengatakan saham AS bisa anjlok hingga 44% seiring melemahnya perekonomian Paman Sam meski resesinya ringan.
(sef/sef) Next Article Bye Resesi! Kabar Baik dari Ekonomi AS