
Kupas Tuntas Peluang & Tantangan EBT di Green Economic Forum

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Indonesia sebagai net importir minyak menjadi salah satu negara yang dirugikan di tengah kondisi global yang masih bergejolak. Terlebih tensi geopolitik di Timur Tengah semakin memanas dan belum berakhirnya Perang Rusia dan Ukraina.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebut, Indonesia mengimpor minyak hingga 840 ribu barel per hari (bph), terdiri dari 240 ribu bph impor minyak mentah dan 600 ribu bph impor Bahan Bakar Minyak (BBM). Jumlah impor tersebut bahkan diperkirakan mencapai hampir 60% dari total kebutuhan minyak di dalam negeri.
Dengan besarnya jumlah impor salah satu komoditas fosil tersebut, maka akan semakin menambah beban negara ketika harga minyak dunia melonjak karena tensi geopolitik dunia memanas. Kondisi tersebut seharusnya menjadi momentum bagi Indonesia untuk bisa memberdayakan dan mengoptimalkan sumber energi dari dalam negeri.
Apalagi, sumber energi dalam negeri tersebut berasal dari energi bersih dan rendah emisi karbon. Ini juga akan sejalan dengan visi pemerintah untuk mencapai Net Zero Emissions (NZE) pada 2060 atau lebih cepat.
Tak perlu susah payah impor, Indonesia nyatanya dianugerahi beragam sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) dan potensinya pun tak main-main. Panas bumi misalnya, Indonesia memiliki potensi panas bumi hingga 24 Giga Watt (GW) atau sekitar 40% dari potensi panas bumi dunia. Namun, hingga kini baru terutilisasi sekitar 2,4 GW atau 10%.
Begitu juga dengan sumber energi bersih lainnya, seperti tenaga surya. Berdasarkan data Kementerian ESDM, per September 2023 potensi surya di Indonesia mencapai 3,2 Terra Watt (TW), namun pemanfaatannya baru sebesar 345 Mega Watt (MW).
Sedangkan energi hidro di Indonesia tersedia potensi hingga 95 Giga Watt (GW), namun baru dimanfaatkan sebesar 6,7 GW. Kemudian, terdapat energi bayu/angin dengan potensi sebesar 155 GW, namun baru dimanfaatkan sebesar 154 MW.
Diikuti dengan potensi besar EBT lainnya seperti bioenergi, dan laut yang belum dimanfaatkan secara maksimal.
Bila sumber energi bersih di dalam negeri ini dikembangkan dan dioptimalkan, maka akan membantu pertumbuhan ekonomi nasional berkelanjutan, dan tentunya akan mengurangi ketergantungan pada impor.
Terlebih, Indonesia bercita-cita untuk mencapai Indonesia Emas 2045. Untuk mencapai target tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia harusnya bisa 6% ke atas per tahunnya. Bila ini tercapai, diharapkan Indonesia juga akan keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah atau Middle Income Trap pada 2045.
Sementara itu, selama 10 tahun terakhir ini, sejak 2014-2023 pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif stagnan di kisaran 5%. Artinya, aktivitas ekonomi di Tanah Air tidak mengalami perkembangan pesat untuk bisa lepas dari jebakan negara berpendapatan menengah.
Adapun perekonomian Indonesia sepanjang 2023 tumbuh 5,05%. Tahun 2024 ini, pemerintah bahkan masih optimistis ekonomi masih bisa tumbuh 5,2% meski di tengah ketidakpastian global.
Dengan segala tantangan tersebut, tentunya ini bisa dicapai bila ada komitmen bersama lintas pemangku kepentingan, baik dari sisi pemerintah, pelaku usaha, hingga masyarakat.
Untuk itu, ²©²ÊÍøÕ¾ dengan bangga menyelenggarakan Green Economic Forum 2024 dengan tema "Green Economy to Support National Growth Amid Global Uncertainty" pada Rabu, 29 Mei 2024.
Acara ini memiliki 4 sesi panel diskusi dengan tema berbeda. Panel pertama, topik pembahasan yakni terkait bagaimana sumber energi bersih bisa mendorong pertumbuhan ekonomi "Green Energy Driving Economic Growth".
Panel kedua, memiliki tema diskusi terkait pembiayaan hijau sebagai solusi untuk pembangunan berkelanjutan "Green Finance, a Solution for Sustainable Development", termasuk membahas terkait komitmen negara maju untuk pembiayaan energi bersih di Indonesia melalui inisiatif Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan atau Just Energy Transition Partnership (JETP) dan bursa karbon.
Panel ketiga, akan membahas seputar bagaimana industri pertambangan dan minyak dan gas bumi (migas) berupaya menekan emisi karbon "Decarbonization in Mining, Oil and Gas Industry."
Dan panel keempat, diskusi terkait bagaimana dunia industri, baik industri consumer goods hingga kendaraan listrik mulai memerhatikan dan memanfaatkan sumber energi bersih untuk keberlanjutan ekonomi atau "Green Industry for Sustainable Economy".
Acara ini akan ditutup dengan pemberian apresiasi Green Ratings kepada para pelaku usaha.Â
Adapun acara ini didukung oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT PLN (Persero), PT Bank DBS Indonesia, PT Pertamina (Persero), PT Trimegah Bangun Persada Tbk (Harita Nickel), MMS Group Indonesia dan PT Rukun Raharja Tbk.
Jangan lupa, saksikan acara ini secara Live on ²©²ÊÍøÕ¾ TV, dan Streaming di ²©²ÊÍøÕ¾Indonesia.com
(dpu/dpu) Next Article Live Now! Momentum Bangkitnya Ekonomi Hijau RI di Tengah Gejolak Dunia