²©²ÊÍøÕ¾

Siaga! BMKG Umumkan El Nino Sudah Berakhir, Ancaman Baru Intai RI

Damiana, ²©²ÊÍøÕ¾
28 May 2024 17:00
Seorang petani mengamati padi yang mengalami kekeringan di Desa Kramat, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu, (9/8/2023). (²©²ÊÍøÕ¾/Tri Susilo)
Foto: Seorang petani mengamati padi yang mengalami kekeringan di Desa Kramat, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu, (9/8/2023). (²©²ÊÍøÕ¾/Tri Susilo)
Daftar Isi

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyatakan, saat ini tidak ada lagi El Nino. Karena, saat ini indeks El Nino-Southern Oscillation (ENSO) sudah pada fase Netral.

"Saat ini ENSO diprediksi bertahan Netral. Sekali lagi, saat ini Netral. Jadi tidak ada lagi El Nino ya karena sudah Netral," katanya saat jumpa pers virtual, Selasa (28/5/2024).

Dalam jumpa pers itu, BMKG meminta agar waspada kemarau, Indonesia berpotensi mengalami kekeringan meteorologis.

"Hingga dasarian II atau 10 hari kedua di bulan Mei 2024, pemantauan terhadap anomali iklim global di Samudera Pasifik menunjukkan, indeks ENSO sebesar +0,21 atau dalam kondisi Netral," paparnya.

"Kondisi indeks ENSO sudah berapa pada level Netral selama 2 dasarian (20 hari) dan diprediksi akan terus Netral sampai periode Juni-Juli 2024," terangnya.

Paparan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat Jumpa Pers: Waspada Kemarau, Indonesia Berpotensi Alami Kekeringan Meteorologis, Selasa (28/5/2024), (Tangkapan layar Youtube BMKG)Foto: Paparan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat Jumpa Pers: Waspada Kemarau, Indonesia Berpotensi Alami Kekeringan Meteorologis, Selasa (28/5/2024), (Tangkapan layar Youtube BMKG)
Paparan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat Jumpa Pers: Waspada Kemarau, Indonesia Berpotensi Alami Kekeringan Meteorologis, Selasa (28/5/2024), (Tangkapan layar Youtube BMKG)

Apa Itu ENSO?

Mengutip penjelasan di situs resmi BMKG, El Nino-Southern Oscillation (ENSO) adalah anomali pada suhu permukaan laut di Samudera Pasifik di pantai barat Ekuador dan Peru yang lebih tinggi daripada rata-rata normalnya.

Disebutkan, iklim di Samudra Pasifik terbagi ke dalam 3 fase. Yaitu, El Nino, La Nina, dan Netral.

Pada fase Netral, angin pasat berhembus dari timur ke arah barat melintasi Samudra Pasifik menghasilkan arus laut yang juga mengarah ke barat dan disebut dengan Sirkulasi Walker. Suhu muka laut di barat Pasifik akan selalu lebih hangat dari bagian timur Pasifik.

Sementara saat fase El Nino, angin pasat yang biasa berhembus dari timur ke barat melemah atau bahkan berbalik arah. Pelemahan ini dikaitkan dengan meluasnya suhu muka laut yang hangat di timur dan tengah Pasifik. Air hangat yang bergeser ke timur menyebabkan penguapan, awan, dan hujan pun ikut bergeser menjauh dari Indonesia. Hal ini berarti Indonesia mengalami peningkatan risiko kekeringan.

Dan, ketika terjadi fase La Nina, hembusan angin pasat dari Pasifik timur ke arah barat sepanjang ekuator menjadi lebih kuat dari biasanya. Menguatnya angin pasat yang mendorong massa air laut ke arah barat, maka di Pasifik timur suhu muka laut menjadi lebih dingin. Bagi Indonesia, hal ini berarti risiko banjir yang lebih tinggi, suhu udara yang lebih rendah di siang hari, dan lebih banyak badai tropis.

"El Nino menunjukkan kondisi anomali suhu permukaan laut di Samudera Pasifik ekuator bagian timur dan tengah yang lebih panas dari normalnya, sementara anomali suhu permukaan laut di wilayah Pasifik bagian barat dan perairan Indonesia yang biasanya hangat (warm pool) menjadi lebih dingin dari normalnya," demikian mengutip penjelasan BMKG di situs resmi, Selasa (28/5/2024).

"Pada saat terjadi El Nino, daerah pertumbuhan awan bergeser dari wilayah Indonesia ke wilayah Samudra Pasifik bagian tengah sehingga menyebabkan berkurangnya curah hujan di Indonesia," tambah BMKG.

Paparan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat Jumpa Pers: Waspada Kemarau, Indonesia Berpotensi Alami Kekeringan Meteorologis, Selasa (28/5/2024), (Tangkapan layar Youtube BMKG)Foto: Paparan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat Jumpa Pers: Waspada Kemarau, Indonesia Berpotensi Alami Kekeringan Meteorologis, Selasa (28/5/2024), (Tangkapan layar Youtube BMKG)
Paparan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat Jumpa Pers: Waspada Kemarau, Indonesia Berpotensi Alami Kekeringan Meteorologis, Selasa (28/5/2024), (Tangkapan layar Youtube BMKG)

La Nina Hantam RI?

Dwikorita mengungkapkan, setelah ENSO bertahan pada level atau fase Netral, diprediksi hingga bulan Juli 2024, maka selanjutnya ENSO akan beralih ke fase La Nina.

"Selanjutnya pada periode Juli-Agustus-Spetember 2024, ENSO Netral diprediksi akan beralih menuju fase La Nina lemah. Yang akan bertahan hingga akhir tahun 2024," paparnya.

"Fenomena La Nina lemah ini diprediksi tidak berdampak pada musim kemarau yang akan segera terjadi," terangnya.

Di sisi lain, dia menambahkan, di Samudera Hindia, hasil pemantauan suhu muka laut menunjukkan, kondisi Indian Ocean Dipole (IOD) Netral. Namun, ada kecenderungan beralih ke fase IOD positif.

Mengutip situs resmi BMKG, IOD didefinisikan sebagai perbedaan suhu permukaan laut antara dua wilayah, yaitu di Laut Arab (Samudera Hindia bagian barat) dan Samudera Hindia bagian timur di selatan Indonesia.

Siaga Kekeringan

Sementara itu, Dwikorita menambahkan, ada potensi kekeringan yang bakal melanda Indonesia dalam beberapa bulan ke depan.

"Prediksi curah hujan dan sifat hujan bulanan menunjukkan, kondisi kekeringan selama musim kemarau akan mendominasi hingga September 2024," katanya.

"Daerah dengan curah hujan sangat rendah, kurang dari 50 mm per bulan, perlu mendapatkan perhatian khusus untuk mitigasi dampak kekeringan," tambahnya.

Daerah tersebut meliputi sebagian Lampung, lalu Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT), serta sebagian Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara (kondisi Agustus 2024).

"Sementara itu, pada September 2024, curah hujan di bawah 50 mm per bulan masih berpeluang terjadi di Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur," ujarnya.

Sementara di bulan Oktober 2024 diprediksi kondisi curah hujan di bawha 50 mm per bulan masih akan berlangsung di sebagian Jawa Timur, NTB, NTT.

"Jadi tampaknya Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur mengalami curah hujan sangat rendah di bawah 50 mm per bulan dimulai pada bulan Juni, berlangsung terus hingga Juli, Agustus juga masih, September juga, dan Oktober," terangnya.

"Cukup lama. 5 bulan. Nah ini yang perlu disiap-siagakan," tegas Dwikorita.

Paparan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat Jumpa Pers: Waspada Kemarau, Indonesia Berpotensi Alami Kekeringan Meteorologis, Selasa (28/5/2024), (Tangkapan layar Youtube BMKG)Foto: Paparan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat Jumpa Pers: Waspada Kemarau, Indonesia Berpotensi Alami Kekeringan Meteorologis, Selasa (28/5/2024), (Tangkapan layar Youtube BMKG)
Paparan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat Jumpa Pers: Waspada Kemarau, Indonesia Berpotensi Alami Kekeringan Meteorologis, Selasa (28/5/2024), (Tangkapan layar Youtube BMKG)

Rekomendasi BMKG

Menurut Dwikorita, sebagian wilayah Indonesia sebanyak 19% dari Zona Musim sudah masuk Musim Kemarau. Dan diprediksi sebagian besar wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara segera menyusul memasuki musim kemarau dalam 3 dasarian (30 hari) ke depan. 

"Dalam menghadapi puncak musim kemarau tahun 2024, BMKG mengimbau Kementerian/ Lembaga, Pemerintah Daerah, serta institusi terkait, dan seluruh masyarakat agar lebih siap siaga dan antisipatif untuk menghadap musim kemarau. Terutama di wilayah yang mengalami musim kemarau bawah normal atau lebih kering dari biasanya," kata Dwikorita.

"Wilayah tersebut diprediksi mengalami kekeringan meteorologis yang dapat berdampak lebih lanjut menjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan kekurangan air bersih," tambahnya.

Berikut rekomendasi BMKG:

- penerapan teknologi modifikasi cuaca untuk pengisian waduk-waduk di daerah yang berpotensi mengalami kondisi kering saat musim kemarau

- membasahi dan menaikkan muka air tanah pada daerah yang rawan mengalami karhutla ataupun pada lahan gambut

- kepada pemerintah daerah, BMKG merekomendasikan agar daerah yang masih mengalami hujan atau transisi dari musim hujan ke musim kemarau, segera mengoptimalkan secara lebih masif upaya untuk memanen air hujan

- terkait pertanian, maka pola dan waktu tanam untuk iklim kering pada wilayah terdampak dapat menyesuaikan. Karenanya, BMKG akan melakukan koordinasi lebih lanjut dengan Menteri Pertanian dan Gubernur Provinsi terdampak.


(dce/dce) Next Article Tak Disangka! La Nina Datang Usai El Nino, Indonesia Diramal Untung

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular