²©²ÊÍøÕ¾

Internasional

Petaka Iklim di Brasil Beri Kabar Buruk, Siap-Siap Bye Jus Jeruk

Firda Dwi Muliawati, ²©²ÊÍøÕ¾
22 June 2024 13:30
Jus Jeruk. (Dok. Pixabay)
Foto: Jus Jeruk. (Dok. Pixabay)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Perubahan iklim banyak berdampak pada berbagai aspek kehidupan di bumi. Namun, siapa sangka perubahan iklim juga bisa berpengaruh pada salah minuman favorit, jus jeruk, yang selama ini ditemui sehari-hari.

Hal itu diindikasi lantaran saat ini industri jus jeruk tengah terpuruk. Akhir-akhir ini, harga jeruk naik ke titik tertinggi sepanjang masa. Hal itu diguncang oleh badai cuaca ekstrem yang dipicu oleh iklim, keterbatasan pasokan yang terus-menerus, dan penyakit jeruk yang dikenal sebagai greening.

Brasil, sebagai produsen dan eksportir jus jeruk terbesar di dunia, kemungkinan akan mencatat salah satu panen jeruk terburuknya dalam lebih dari tiga dekade.

Krisis ini bahkan telah mendorong beberapa produsen dan pencampur jus jeruk untuk mencari tahu apakah buah-buahan alternatif, seperti jeruk mandarin, apel, dan pir, dapat digunakan untuk mengencerkan minuman tersebut.

"Tanpa solusi jangka pendek yang terlihat dan risiko memburuknya kondisi penyakit, situasinya tetap kritis," ujar Presiden International Fruit and Vegetable Juice Association (IFU) Kees Cools, seperti dilansir ²©²ÊÍøÕ¾ International, dikutip Sabtu (22/6/2024).

Jus jeruk konsentrat beku berjangka, yang diperdagangkan di Intercontinental Exchange di New York harganya meningkat hampir dua kali lipat harga yang tercatat tahun lalu, ditutup pada harga $4,29 per pon pada hari Senin lalu.

Adapun, analis di kelompok riset Mintec mengatakan, Brasil biasanya memproduksi sekitar 300 juta kotak jeruk (masing-masing berbobot sekitar 40,8 kilogram) per siklus. Namun, perubahan cuaca ekstrem, seperti banjir dan kekeringan, serta penghijauan telah secara drastis mengurangi produksi tanaman.

"Memulihkan tingkat stok normal di Brasil akan membutuhkan beberapa panen yang baik secara berturut-turut. Dengan 40% perkebunan Brasil yang terkena penyakit greening dan risiko jumlah ini meningkat, ditambah dengan kondisi iklim yang tidak stabil, kemungkinan untuk mencapai panen tersebut rendah," kata Cools dari IFU.

"Akibatnya, harga tinggi diperkirakan akan terus berlanjut. Meskipun ada sedikit penurunan permintaan, itu tidak cukup untuk menyeimbangkan kembali pasar," tambahnya.

Penyakit greening itu tidak dapat diobati yang mengakibatkan buah pahit dan kerdil. Itu juga dinilai menjadi hambatan jangka panjang bagi petani di daerah penghasil jeruk di seluruh dunia.

Greening sendiri telah sangat menghambat produksi jeruk di Florida, di mana IFU mengatakan produksi telah anjlok menjadi sekitar 17 juta kotak, turun dari 242 juta kotak 20 tahun lalu.

Di lain sisi, Spesialis penelitian pangan dan agribisnis di Rabobank Andres Padilla mengatakan bahwa insiden greening jeruk yang tinggi kemungkinan akan membatasi produktivitas selama beberapa bulan mendatang.

"Penghijauan jeruk tetap menjadi ancaman yang signifikan di semua area produksi, dan volatilitas cuaca juga akan membatasi potensi pertumbuhan pada panen 2024/2025 mendatang," kata Padilla pada April lalu.

Petani jeruk telah meningkatkan tindakan mereka terhadap greening di Brasil dalam beberapa bulan terakhir.

"Dampak lain dari greening jeruk adalah petani akan terdorong untuk memanen lebih awal, mengurangi potensi tingkat jatuhnya buah yang lebih tinggi, yang dapat berdampak negatif pada kualitas buah, dan berpotensi mengurangi hasil jus," tambah Padilla.


(dce) Next Article Bos BMKG Bongkar Fakta, Efek Petaka Iklim di Negara Ini Paling Parah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular