
Bukan Main! China Habiskan Rp3.803 Triliun untuk Mobil Listrik

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pusat Studi Strategis dan Internasional berbasis di Amerika Serikat (AS), mengungkapkan bahwa China telah menghabiskan US$230,8 miliar atau sekitar Rp3.803 triliun (asumsi kurs Rp16.477/US$) demi mobil listrik.
Melansir dari ²©²ÊÍøÕ¾ International, China telah menghabiskan Rp3.803 triliun selama lebih dari 10 tahun untuk mengembangkan industri mobil listrik. Hal ini ditemukan melalui analisis Center for Strategic and International Studies (CSIS) di AS yang dirilis pada Kamis (20/6/2024).
Ketua Bisnis dan Ekonomi China di CSIS, Scott Kennedy mengungkapkan bahwa skala dukungan pemerintah mewakili 18,8% dari total penjualan mobil listrik antara tahun 2009 dan 2023.
Selain itu, catatan Kennedy mengtakan bahwa rasio pengeluaran terhadap penjualan kendaraan listrik telah menurun dari lebih dari 40% pada tahun-tahun sebelum 2017, menjadi sedikit di atas 11% pada 2023.
Temuan ini muncul saat Uni Eropa (UE) berencana untuk memberlakukan tarif impor mobil listrik China atas penggunaan subsidi dalam produksinya.
Pada Mei lalu, AS mengumumkan bahwa pihaknya akan menaikkan bea masuk atas impor kendaraan listrik China hingga 100%.
Kennedy menekankan bahwa dukungan Beijing terhadap mobil listrik mencakup kebijakan non-moneter yang menguntungkan produsen mobil dalam negeri dibandingkan produsen asing. Namun, ia juga mencatat bahwa AS belum menciptakan kondisi yang semenarik China dalam mengembangkan industri mobil listriknya sendiri.
"Ada beberapa pengecualian, tetapi secara umum pembuat mobil dan pemerintah di negara-negara Barat hanya bermalas-malasan dan kurang agresif," kata Kennedy, dikutip Sabtu (2/6/2024).
Kennedy telah memaparkan tujuh inisiatif kebijakan dalam sebuah laporan empat tahun lalu tentang potensi ketegangan perdagangan dari mobil listrik China.
Subsidi pemerintah tidak selalu langsung digunakan untuk pengembangan mobil. Pada tahun-tahun awal pengembangan mobil listrik di China, Kementerian Keuangan menemukan setidaknya lima perusahaan menipu pemerintah lebih dari 1 miliar yuan atau sekitar Rp2,26 triliun (asumsi kurs Rp2.269/yuan).
Kendaraan buatan China juga mendapat keuntungan dari meningkatnya penetrasi mobil listrik di Negeri Tirai Bambu sehingga mengurangi pasar mobil bertenaga bahan bakar fosil dulu menguntungkan bagi produsen asing.
Pada pekan ini, para analis Bank of America menyarankan agar produsen mobil besar AS meninggalkan China dan fokus pada sumber daya mereka di tempat lain akibat persaingan yang tinggi.
"Analis otomotif independen dan produsen mobil Barat yang saya ajak bicara setuju bahwa produsen EV dan baterai China telah membuat kemajuan luar biasa dan harus dianggap serius," kata Kennedy.
Namun, ia menunjukkan bahwa dukungan pemerintah yang luas dan pertumbuhan pasar bagi perusahaan EV China belum meningkatkan keuntungan secara signifikan.
"Dalam peekonomian pasar yang berfungsi dengan baik, perusahaan akan lebih hati-hati dalam mengukur investasi mereka dalam kapasitas baru. Munculnya kesenjangan tajam antara penawaran dan permintaan kemungkinan akan mengakibatkan konsolidasi industri," jelas Kennedy.
Berdasarkan analisis dari CLSA pada kuartal pertama, keuntungan bersih per mobil BYD menurun selama 12 bulan terakhir menjadi setara dengan US$739 atau sekitar Rp12,17 juta. Keuntungan Tesla pun turun menjadi US$2,919.
Industri EV dalam setahun terakhir telah menghadapi "perang harga" yang intens, yakni dengan perusahaan mobil yang memotong harga atau meluncurkan lini produk dengan harga lebih rendah.
Startup mobil listrik China, Nio yang masih beroperasi dengan kerugian, mengungkapkan bahwa mereka memperkirakan sekitar 10 produsen mobil akan tersingkir dari pasar China sehingga menyisakan 20 hingga 30 pemain.
AS telah meningkatkan upayanya untuk mendukung mobil listrik. Undang-Undang (UU) Pengurangan Inflasi yang ditandatangani menjadi UU pada Agustus 2022, mengalokasikan US$370 miliar untuk mempromosikan teknologi ramah lingkungan.
Kennedy menunjukkan bahwa UU tersebut memberikan kredit US$7.500 untuk pembelian mobil listrik yang memenuhi syarat. Hal ini berbanding balik dengan rata-rata dukungan China per pembelian mobil listrik, yakni sebesar US$4.600 pada 2023-turun dari US$13.860 pada tahun 2018.
(haa/haa) Next Article Mobil Listrik Dibalas dengan Daging Babi, China Bikin Eropa Was-Was