
Gandum-Gula Banyak Impor, Rupiah Ambruk Jadi Petaka Pengusaha Mamin

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman menyebut, pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sangat berdampak kepada bertambahnya biaya beban ongkos produksi. Sebab, katanya, bahan baku atau bahan baku penolong industri mamin saat ini masih banyak diperoleh dari impor.
"Pelemahan ini memang buat Mamin (makanan dan minuman) cukup menjadi masalah, karena terus terang bahan baku kita masih banyak impor," kata Adhi saat ditemui di Kantor Kemenperin Jakarta, Selasa (25/6/2024).
Ia mengasumsikan pelemahan rupiah 6,5% yang terjadi saat ini, jika dikaitkan dengan selisih beban, maka itu sekitar Rp5 sampai dengan Rp6 triliun. Berdasarkan data Refinitv, nilai tukar rupiah pada Selasa (25/6/2024) tercatat Rp16.370/US$, menguat tipis 0,12% dibandingkan posisi kemarin.
"Kemarin saya hitung-hitung saja, dari empat komoditi seperti gandum, susu, garam, gula itu kira-kira nilai impornya menurut BPS kan US$ 9 miliar. Kalau menurut perbankan, pelemahan itu sampai sekarang year to date sekitar 6,5%. Kalau 6,5% dari Rp16.000-an itu kan berarti sekitar Rp800. Itu dikali US$ 9 miliar, baru yang empat komoditi utama sudah sekitar Rp5-6 triliun ya. Tentu ini jadi beban industri," jelasnya.
Sebagai industri berskala besar, Adi menyebut pihaknya masih bisa bertahan sekitar 3-4 bulan ke depan dalam menghadapi pelemahan rupiah yang terjadi. Sebab, katanya, mereka masih memiliki daya tahan atas kondisi tersebut. Dengan demikian harga produk makanan dan minuman pun masih bisa dikontrol, tidak serta merta langsung naik merespon pelemahan rupiah yang terjadi.
"Kita tidak serta merta langsung naikin harga jual. Kita masih ingin bertahan karena kita lihat juga daya beli masyarakat. (Bagi kita) industri menengah besar masih berusaha menyerap mengurangi margin, supaya tidak berpengaruh ke penjualan," ujar Adhi
Namun tidak bagi industri IKM, yang mana stok produksi hasil industri mereka yang cenderung lebih sedikit, sehingga mau tidak mau mereka akan menyesuaikan harga untuk menutup biaya produksinya.
"Tapi bagi-bagi teman-teman IKM mereka daya tahannya rendah, karena mereka stoknya harian dan/atau mingguan. Jadi mau tidak mau mereka langsung menyesuaikan harga," tukas dia.
Untuk itu, Adhi berharap agar pemerintah bisa melakukan intervensi. Supaya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tidak tembus melebihi Rp16.500/US$. Apabila rupiah melemah hingga ke level itu, menurutnya beban industri akan bertambah semakin berat.
"Mudah-mudahan, kita berharap pemerintah terus mengintervensi untuk tidak lebih dari Rp16.500 (per US$). Karena Rp16.500 (per US$) menurut perbankan sudah 6,5% depresiasinya. Berangkat dari itu, pemerintah harus bertahan, jangan sampai jebol lagi. Kalau ini sampai lewat (dari Rp16.500) lagi, (akan) sangat berat sekali," pungkasnya.
(wur) Next Article Iran-Israel Panas, Bos Pengusaha Makanan & Minuman Mulai Was-Was
