²©²ÊÍøÕ¾

Pemerintah Diminta Waspada Sebelum Jor-joran Impor Beras, Ada Apa?

Martyasari Rizky, ²©²ÊÍøÕ¾
27 June 2024 17:05
Sejumlah pekerja melakukan bongkar muat beras beras impor asal Vietnam tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (22/1/2023).  (²©²ÊÍøÕ¾/Tri Susilo)
Foto: (²©²ÊÍøÕ¾/Tri Susilo)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Tekanan pada nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih berlanjut. Di mana hari ini, Kamis (27/6/2024) berdasarkan data Refinitiv, dolar AS naik menjadi Rp16.420/US$ dalam dua menit sejak perdagangan dibuka. Meski kemudian ada sinyal penguatan.

Rupiah berhasil ditutup menguat tipis pada perdagangan hari ini, Kamis (27/6/2024) dan berhasil keluar dari level psikologis Rp16.400/US$. Mengacu Refitiniv, rupiah ditutup di Rp16.395/US$ atau menguat tipis 0,03% dalam sehari. 

Di tengah pelemahan rupiah, peringatan kondisi cuaca, hingga pergerakan harga beras internasional, pemerintah pun diminta agar lebih bijak sebelum menetapkan kebijakan impor pangan, termasuk beras. Apalagi, permintaan beras oleh RI di pasar internasional juga disebut akan berdampak pada harga dan dinamika pasar global.

Lantas, apakah sebaiknya pemerintah menahan dulu kegiatan impor beras?

Guru Besar IPB Dwi Andreas menyebut keputusan melanjutkan atau menahan impor beras di tengah pelemahan rupiah saat ini sebetulnya situasional.

Menurutnya, rencana impor beras sebanyak 3,6 juta ton yang direncanakan pemerintah sejak awal mungkin tidak menjadi masalah jika terus dilanjutkan. Namun kondisi akan berbeda jika pemerintah melanjutkan rencana impor beras tambahan yang menjadi sebanyak 5,17 juta ton tahun ini. Pemerintah diminta lebih hati-hati.

"Sebenarnya situasional ya. Karena kan saat ini yang baru direalisasikan 1,8 juta ton, sebaiknya pemerintah fokus saja pada keputusan impor sebelumnya yang 3,6 juta ton. Jadi itu aja dipenuhi sebenarnya," kata Andreas kepada ²©²ÊÍøÕ¾, Kamis (27/6/2024).

Andreas menilai impor beras 3,6 juta ton tidak masalah jika tetap dilanjutkan, lantaran ia meyakini pemerintah sudah memiliki kontrak dengan beberapa negara, sehingga tidak ada pengaruh kenaikan harga yang signifikan jika impor tetap dilakukan di tengah kondisi saat ini.

"Mungkin pemerintah sudah melakukan kontrak dengan beberapa negara. Jadi kalau sudah kontrak dengan beberapa negara saya kira tidak ada masalah. Nah yang keputusan tambahan, saya kira sebaiknya di-hold dulu lah saat ini, karena kan kita belum tahu potensi produksi tahun ini," jelasnya.

Selain itu, Andreas juga mewanti-wanti harga beras internasional yang justru akan jadi fluktuatif ketika Indonesia membutuhkan beras dalam jumlah besar. Karenanya, ia pun mengingatkan pemerintah untuk lebih berhati-hati dalam memutuskan impor.

"Saat ini harga beras di pasar internasional memang fluktuatif, kan antara US$620 sampai US$660, itu tergantung. Tapi seminggu terakhir ini beras di Thailand turun di US$603. Jadi kita tidak bisa menduga. Tapi perkiraan saya, ketika pemerintah Indonesia butuh lebih banyak beras pasti harga yang di internasional naik," ungkapnya.

"Untuk itu, pemerintah perlu hati-hati dalam importasi ini, supaya keputusan pemerintah atau keinginan Indonesia untuk mengimpor ini tidak berpengaruh terhadap harga beras internasional. Karena keterdesakan pemerintah dalam memutuskan impor itu berpengaruh terhadap harga internasional," tukas Andreas.

Cadangan Pangan Pemerintah

Sebelumnya, Sekretaris Utama Badan Pangan Nasional (Bapanas) Sarwo Edhy mengungkapkan, hingga akhir tahun nanti, akan ada stok beras nasional sebanyak 9,66 juta ton. Namun, angka itu bisa tercapai jika ekspektasi produksi beras sebanyak 31,57 juta ton tahun ini terealisasi. Ditambah rencana impor beras yang telah diterbitkan Persetujuan Impor (PI)-nya untuk 3,6 juta ton.

"Dan ini jika realisasi impor 5,1 juta ton dapat terealisasi. Juga perkiraan produksi setara beras 31,57 juta ton dapat tercapai. Ini belum memperhitungkan kalau terjadi banjir, kekeringan, dan serangan hama penyakit. Kalau itu terjadi 31,57 juta ton bisa berkurang," kata Sarwo Edhy saat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Tahun 2024, Senin (24/6/2024).

"Karena saat ini, 1 Januari-Juni 2024 kita terjadi shortage dibandingkan 1 Januari-Juni 2023 sekitar 2,4 juta ton. Ini yang perlu diantisipasi dengan impor. Karena impor juga bukan barang haram, harus dilakukan ketika produksi dalam negeri berkurang," ujar Sarwo Edhy.

Pernyataan tersebut memberi sinyal pemerintah tengah bersiap mengimpor beras jor-joran sampai 5,17 juta ton tahun ini.


(dce) Next Article Duh! RI Makin Doyan Impor Pangan, Tahun 2023 Tembus Rp107 Triliun

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular