
Pemerintah Buka Suara Kabar Raksasa Eropa Hengkang dari RI

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali buka suara soal dua investor raksasa asal Eropa yakni Eramet dan BASF yang dikabarkan mundur dari proyek pabrik nikel-kobalt di Weda Bay, Halmahera, Maluku.
Staf Khusus Menteri ESDM, Agus Cahyana menjelaskan alih-alih mundur, dua perusahaan besar Eropa tersebut diketahui hanya menunda rencana investasi mereka. Mengingat mereka juga memiliki izin konsesi tambang di Indonesia.
"Mereka melihat bahwa sampai dimana sih international trade itu kemana ya pasar itu mau kemana. Itulah kira-kira saya lihat mereka lebih konservatif ya. Tapi kan bukan berarti mereka tidak bisa jual cadangannya kepada pabrik yang akan datang," kata Agus saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (5/7/2024).
Hanya saja, Agus menilai apabila nantinya memang dua perusahaan tersebut tidak melanjutkan proyek pabrik nikel di Indonesia, bisa saja mereka menjualnya untuk dipasok ke pabrik lain yang sudah siap beroperasi.
"Ya kan bisa saja gak usah dia harus bikin sendiri juga. Misalnya nanti LG jadi eramet Kan bisa jual atau eramet bisa menjual nanti dengan IBC Kalau misalnya kurang," katanya.
Asal tahu saja, Mengutip mining technology, sejatinya Eramet atau perusahaan asal Prancis ini dan BASF asal Jerman sudah menandatangani perjanjian dalam studi kelayakan pembangunan pabrik nikel-kobalt pada tahun 2020.
Pabrik ini dibangun untuk memperkuat rantai pasok baterai kendaraan listrik. Nilai investasi yang melibatkan kedua perusahaan untuk membangun smelter nikel-kobalt di Weda Bay itu berkisar US$ 2,6 miliar atau sekitar Rp 41 triliun.
Adapun alasan hengkangnya kedua perusahaan tersebut diduga lantaran pertumbuhan penjualan baterai EV di negara Asia Tenggara terbilang lambat.
Terlepas dari kemunduran tersebut, Eramet diketahui masih berkomitmen untuk mengevaluasi potensi investasi lain di sektor nikel Indonesia untuk baterai EV dan berniat untuk terus memberikan informasi terbaru kepada para pemangku kepentingan mengenai perkembangannya.
Di sisi lain, BASF telah menyatakan bahwa mereka akan menghentikan semua kegiatan yang sedang berlangsung terkait dengan proyek Weda Bay.
"Pasokan bahan baku penting yang aman, bertanggung jawab dan berkelanjutan untuk produksi bahan aktif katoda prekursor, yang mungkin juga berasal dari Indonesia, tetap penting untuk pengembangan masa depan bisnis bahan baterai kami." terang Presiden divisi BASF Catalysts, Dr Daniel Schonfelder, mengutip MiningTechnology berdasarkan laporan Bloomberg, Rabu (26/6/2024).
"Setelah melakukan evaluasi menyeluruh, kami telah menyimpulkan bahwa kami tidak akan melaksanakan proyek pemurnian nikel-kobalt di Weda Bay," ungkap Anggota Dewan Direktur Eksekutif BASF, Anup Kothari.
Di menambahkan, sejak dimulainya proyek di Weda Bay itu, pasar nikel global telah berubah secara signifikan. Secara khusus, opsi pasokan telah berevolusi dengan ketersediaan nikel kelas baterai BASF. "Akibatnya, BASF tidak lagi melihat perlunya melakukan investasi yang begitu besar untuk memastikan pasokan logam yang kuat untuk bisnis bahan baterainya."
(pgr/pgr) Next Article Waduh! 2 Raksasa Eropa Hengkang dari Proyek Rantai Pasok Baterai EV RI