
ADB Ramal Ekonomi Asia Melesat 2024, Indonesia Stagnan

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Asian Development Bank atau ADB sedikit merevisi ke atas perkiraan pertumbuhan ekonomi kawasan Asia untuk 2024. Sementara itu, Indonesia tak ada perubahan proyeksi pertumbuhan ekonominya.
Dalam dokumen Asian Development Outlook edisi Juli 2024, ADB memperkirakan pertumbuhan ekonomi kawasan Asia dan Pasifik menjadi 5,0%, naik 0,1% poin dari proyeksi sebelumnya 4,9% dalam dokumen ADO edisi April 2024.
"Sebagian besar Asia dan Pasifik merasakan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dibandingkan dengan paruh kedua tahun lalu," ujar Kepala Ekonom ADB Albert Park dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (17/4/2024).
Peningkatan ini mereka proyeksikan seiring dengan peningkatan ekspor regional yang melengkapi permintaan domestik yang masih kuat. Meski begitu, pertumbuhan untuk tahun depan atau pada 2025 tetap dipertahankan pada level 4,9%.
"Fundamental kawasan ini masih kuat, tetapi para pembuat kebijakan tetap perlu memperhatikan sejumlah risiko yang dapat berdampak terhadap proyeksi ini, mulai dari ketidakpastian terkait hasil pemilu di perekonomian besar, sampai keputusan penetapan suku bunga dan ketegangan geopolitik," tutur Albert Park.
Untuk Indonesia, ADB mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonominya sebesar 5% untuk 2024 dan 2025. Demikian juga untuk negara-negara di kawasan Asia Tenggara lainnya, meski sebagian besar akan tumbuh lebih tinggi pada 2025.
Malaysia misalnya, mereka perkirakan memang akan tetap tumbuh 4,5% tahun ini, namun pada 2025 menjadi 4,6%. Sementara itu, Filipina 6% pada 2024 menjadi 6,2% pada 2025. Vietnam pun dari 6% tumbuh menjadi 6,2%.
"Untuk Asia Tenggara, prakiraan pertumbuhan dipertahankan pada 4,6% tahun ini di tengah perbaikan yang kuat baik pada permintaan domestik maupun eksternal," tulis ADB.
Untuk inflasi di kawasan Asia Pasifik, ADB memperkirakan akan melambat ke 2,9% tahun ini di tengah meredanya tekanan harga pangan global dan berlanjutnya pengaruh suku bunga yang lebih tinggi.
Meskipun inflasi di kawasan ini secara keseluruhan sudah melambat menuju tingkat pra-pandemi, ADB menganggap tekanan harga masih cukup tinggi di sejumlah perekonomian.
Inflasi harga pangan masih tinggi di Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Pasifik, sebagian akibat cuaca buruk dan pembatasan ekspor pangan yang dilakukan beberapa perekonomian.
Setelah pemulihan pasca-pandemi yang didorong terutama oleh permintaan domestik, ekspor kembali meningkat dan membantu menggerakkan pertumbuhan ekonomi kawasan ini.
Di sisi lain, juga didukung kuatnya permintaan global akan barang elektronik, terutama semikonduktor untuk aplikasi teknologi tinggi dan kecerdasan buatan, meningkatkan ekspor dari sejumlah perekonomian Asia.
(arj/mij) Next Article ADB Prediksi Suku Bunga The Fed Turun Semester II-2024