²©²ÊÍøÕ¾

Perang Dagang Global Makin Mengerikan, IMF Ketar-Ketir

Arrijal Rachman, ²©²ÊÍøÕ¾
17 July 2024 13:15
Foto kolase Wolrd Bank dan international monetary fund. (AP/Andrew Harnik dan AFP/OLIVIER DOULIERY)
Foto: Foto kolase Wolrd Bank dan international monetary fund. (AP/Andrew Harnik dan AFP/OLIVIER DOULIERY)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Perang perdagangan melalui kebijakan pembatasan perdagangan secara global kian meningkat, membuat Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) khawatir aktivitas perdagangan di dunia akan makin melambat.

"Satu kekhawatiran yang kami miliki adalah bahwa kami melihat ledakan dalam sejumlah tindakan pembatasan perdagangan," kata Direktur Departemen Riset IMF Pierre-Olivier Gourinchas saat konferensi pers World Economic Outlook Update edisi Juli 2024, dikutip Rabu (17/7/2024).

IMF mencatat, kebijakan pembatasan perdagangan meningkat pesat pada 2023 dengan jumlah mencapai 3.000 pembatasan. Padahal, pada 2019, kebijakan pembatasan perdagangan secara global hanya sebesar 1.000 pemberlakuan.

Bentuk dari kebijakan pembatasan perdagangan itu di antaranya restriksi ekspor dengan pemberlakuan tarif tinggi, diiringi dengan kebijakan di sektor industri dengan meminimalisir komponen produksi yang berasal dari perdagangan luar negeri.

"Kami telah melihat lebih dari 3.000 tindakan seperti itu diterapkan pada tahun lalu, pada 2023. Ini naik dari 1.000 tindakan seperti itu pada 2019, dan itu bukannya semakin surut melainkan terus mencapai level yang tinggi," tegas Pierre.

Yang menyebabkan terus meningkatnya kebijakan pembatasan perdagangan global itu menurut IMF ialah munculnya kebijakan retaliasi yang berkelanjutan. Sebab, ia menekankan, tidak mungkin suatu negara membiarkan kebijakan restriksi perdagangan tanpa memberi respons balasan.

"Kami melihat bahwa ketika suatu negara memberlakukan tindakan pembatasan perdagangan, ada pembalasan dari mitra dagang lain yang diberlakukan dalam waktu yang cukup singkat, dan itu mengurangi atau berdampak pada perdagangan," tutur Pierre.

"Dan itu juga dapat berdampak pada difusi pengetahuan, arus modal dan meningkatkan ketidakpastian dalam ekonomi global, dan membuat negara-negara lebih rentan," tegasnya.

Di Indonesia, kebijakan pembatasan perdagangan ini pun telah menarik perhatian Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Menurutnya, perang dagang saat ini tidak main-main karena eskalasinya sangat luar biasa.

"Dilihat dari restriksi dagang, yang dilakukan atau diberlakukan antar negara, antara blok di Amerika dan RRT," kata Sri Mulyani dalam rapat dengan Badan Anggaran (Banggar), Selasa (4/6/2024).

Pada 2019, kata Sri Mulyani ada 982 restriksi perdagangan baru yang muncul. Jumlahnya bertambah menjadi 2.491 restriksi pada 2022. Kemudian, restriksi perdagangan bertambah lagi menjadi 3.000 restriksi yang diberlakukan. Salah satu contohnya, pemberlakuan tarif bagi mobil listrik (Electric Vehicle) asal China oleh pemerintah Amerika Serikat (AS).

"Dan nilainya enggak kaleng-kaleng, kalau seperti tarif yang diberlakukan oleh pemerintah Biden ke produk Electric Vehicle, China itu 4 kali lipatnya artinya mencapai 100%," ungkapnya.

Tentu saja, kondisi ini menimbulkan disrupsi. Di sisi lain, dunia juga mengakomodir industrial policy. Jika dulu hal ini menjadi tabu, Sri Mulyani mengatakan praktik ini sekarang normal.

"Negara memberlakukan industrial policy untuk men-secure (mengamankan) ekonomi dan industrinya masing-masing," kata Sri Mulyani.

Contoh industrial policy adalah chip act atau undang-undang semikonduktor dan Inflation Reduction Act (IRA) di AS. IRA dari namanya, kata Sri Mulyani, tampak seperti kebijakan menurunkan inflasi, tetapi sebenarnya aturan tersebut untuk onshoring investasi asing dari negara lain, terutama China, kembali ke AS.


(arj/mij) Next Article Eropa Resmi Tabuh Genderang Perang ke China, Apa Kata Xi Jinping?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular