²©²ÊÍøÕ¾

Bukti Nyata Covid Bawa Untung Buat Segelintir Warga RI

Rosseno Aji Nugroho, ²©²ÊÍøÕ¾
30 July 2024 13:20
Pengunjung melihat tas yang di jual di bazar post market, di Lippo Puri Indah,  Jakarta Barat,  Jumat (2/2/2018). Bazar yang berlangsung selama 1-4 februari ini menjual barang-barang merk ternama yang harganya mulai dari jutaan hingga puluhan juta rupiah. Tak sedikit orang yang berkunjung ke lokasi tersebut, kebanyakan dari mereka yang datang kalangan kelas menengah atas dan kolektor tas tas mewah. (²©²ÊÍøÕ¾/Muhammad Sabki)
Foto: ²©²ÊÍøÕ¾/Muhammad Sabki

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pandemi Covid-19 ditengarai menjadi penyebab banyak warga kelas menengah RI terjun ke kelas ekonomi yang lebih rendah. Namun, segelintir warga lainnya ternyata berhasil naik menjadi warga kelas atas.

Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro dalam analisisnya menyebut setelah pandemi proporsi kelas menengah di Indonesia mengalami penurunan sebesar 4%. Pada 2019 proporsi kelas menengah mencapai 21,4% dari populasi, setelah pandemi jumlahnya merosot menjadi 17,4%.

"Di antara semua kelas, hanya kelas menengah yang mengalami penurunan proporsi dibandingkan dengan tingkat sebelum pandemi," kata Andry dikutip Selasa, (30/7/2024).

Andry mengatakan kebanyakan kelas menengah itu pindah ke kelas ekonomi yang lebih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatkan persentase calon kelas menengah atau aspire middle class (AMC) sebesar 1,3% menjadi 49,5%.

Di sisi lain, sebagian orang dari calon kelas menengah telah turun ke kelas lebih bawah atau kelompok rentan. Setelah pandemi, proporsi kelas rentan meningkat menjadi 23,3% pada tahun 2023. Ini merupakan peningkatan tertinggi dari semua kelas, yaitu sebanyak 2,7%.

Meski demikian, Andry mengatakan beberapa orang kelas menengah nampaknya berhasil pindah ke kelas atas. Dia mencatat terjadi peningkatan proporsi kelas atas sebesar 0,1%.

"Beberapa orang kelas menengah telah pindah ke kelas atas, tetapi lebih banyak lagi yang pindah ke kelas bawah. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan proporsi kelas atas yang hanya 0,1%," ujar dia.

Andry mengatakan dengan perubahan ini, maka dapat disimpulkan jumlah kelas menengah mengalami penyusutan, sedangkan kelas bawah tumbuh. Menurut dia, penyusutan ini menandakan konsumsi rumah tangga secara keseluruhan turun.

"Hal ini dapat mengindikasikan bahwa lebih banyak orang saat ini memiliki pendapatan yang lebih sedikit, sehingga menurunkan daya beli konsumen secara keseluruhan. Hal ini dapat melemahkan keyakinan ekonomi," katanya.

Menggunakan standar Bank Dunia, ekonom senior Chatib Basri mendefinisikan kelas menengah adalah mereka yang memiliki pengeluaran Rp 1,9 juta-Rp 9,3 juta per bulan.

Sementara itu, AMC adalah kelompok pengeluaran 1,5-3,5 kali di atas garis kemiskinan atau Rp 825.000-Rp 1,9 juta. Adapun rentan miskin, adalah kelompok pengeluaran 1-1,5 kali di atas garis kemiskinan atau Rp 550.000-Rp 825.000 per bulan.

Mantan Menteri Keuangan era 2013-2014 ini mengatakan melemahnya daya beli masyarakat, terutama kelas menengah juga tercermin dari data Mandiri Spending Index (MSI) yang menunjukkan porsi pengeluaran untuk groceries atau bahan makanan meningkat dari 13,9% menjadi 27,4% dari total pengeluaran.

"Hukum Engel mengajarkan: semakin rendah pendapatan seseorang, semakin besar porsi konsumsi makanan dalam total pengeluarannya," kata Chatib.

Menurutnya, data semakin tertekannya kemampuan belanja masyarakat Indonesia itu juga tergambar jelas dari munculnya fenomena "mantab" atau makan tabungan pada kelompok menengah bawah. Penjualan mobil mengalami penurunan, sementara penjualan motor naik.

"Pembelian mobil baru menurun. Orang membeli mobil bekas, atau bahkan pindah ke sepeda motor. Rangkaian data ini seperti datang dengan pesan daya beli kelas menengah bawah memang tergerus," tuturnya.


(Rosseno Aji Nugroho/haa) Next Article Jangan Main-Main! Kelas Menengah Dicuekin, Ekonomi RI Bisa Ambruk

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular