
Penilaian Lengkap Sri Mulyani Cs Soal Stabilitas Sistem Keuangan RI

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) telah menggelar rapat berkala untuk menilai kondisi ekonomi dan sistem keuangan di tanah air untuk kuartal II-2024. Hasilnya, mereka menganggap ekonomi dan stabilitas sistem keuangan Indonesia terjaga di tengah tekanan pelemahan ekonomi global.
"Stabilitas sistem keuangan atau sering kita singkat SSK pada kuartal II - 2024 tetap terjaga, di tengah peningkatan tekanan di pasar keuangan global dan juga seiring dengan ketidakpastian ekonomi global dan risiko geopolitik yang masih tinggi," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati selaku Koordinator KSSK saat konferensi pers Jumat (2/8/2024).
Dalam kesempatan itu, KSSK yang beranggotakan Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga mengumumkan hasil peninjaun Financial Sector Assessment Program (FSAP) yang dilakukan oleh Bank Dunia atau World Bank dan Dana Moneter Internasional atau IMF terhadap Indonesia untuk periode 2023-2024.
Hasil FSAP, kata dia, masih menunjukkan bahwa sektor keuangan di Indonesia berdaya tahan atau resilient dalam menghadapi tantangan global dan domestik, didukung tingkat permodalan dan likuiditas sektor perbankan yang tinggi.
Meski begitu, dia menekankan, Indonesia tidak akan mengendurkan kewaspadaan dari hasil penilaian IMF dan World Bank tersebut. "Tidak berarti kami tidak waspada walaupun disebut resilien, kami akan terus sangat ekstra waspada," ucap Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan, sebetulnya ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi, di tengah pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat. Dalam laporan terbaru World Economic Outlook (WEO) Juli 2024, IMF memproyeksikan ekonomi global tumbuh 3,2% yoy pada 2024, dibandingkan 3,3% yoy pada tahun sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi AS tetap baik didorong permintaan domestik, sedangkan ekonomi Tiongkok ia sebut belum kuat dengan pertumbuhan kuartal II-2024 sebesar 4,7% yoy, seiring lemahnya permintaan domestik dan berlanjutnya tekanan sektor properti.
Perkembangan terkini menunjukkan inflasi AS di Juni 2024 menurun sejalan dengan turunnya tekanan harga energi dan perumahan, sementara tingkat pengangguran di AS meningkat, yang kemudian mendorong prakiraan penurunan Fed Funds Rate (FFR) dapat lebih cepat dari proyeksi sebelumnya pada akhir tahun 2024.
Namun demikian, yield US Treasury 10 tahun ia perkirakan tetap tinggi karena kebutuhan pembiayaan defisit anggaran Pemerintah AS. Selain itu, indeks mata uang dolar juga masih kuat. Perkembangan ini membuat ketidakpastian pasar keuangan global masih tinggi, yang bersamaan dengan ketegangan geopolitik yang belum mereda, dan perkembangan politik yang dinamis seiring penyelenggaraan Pemilu di berbagai negara (termasuk AS).
"Ini mengakibatkan aliran modal ke negara berkembang relatif terbatas. Ke depan, penguatan respons kebijakan perlu terus dilakukan untuk memitigasi dampak negatif dari rambatan ketidakpastian global terhadap perekonomian negara berkembang, termasuk Indonesia," ucap Sri Mulyani.
Meski demikian, Sri Mulyani dan anggota KSSK lainnya menganggap, perekonomian Indonesia tetap menunjukkan kinerja yang baik di tengah tingginya ketidakpastian global.
Dia mengatakan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2024 tetap tumbuh di atas 5% yoy, melanjutkan kinerja kuartal I-2024 yang tumbuh 5,11% yoy, didukung oleh konsumsi rumah tangga dan investasi.
Di sisi lain, Sri Mulyani mengatakan, nilai tukar Rupiah per tanggal 26 Juli 2024 menguat 0,52% mtd dibandingkan dengan posisi akhir Juni 2024. Sementara jika dibandingkan dengan level akhir Desember 2023, nilai tukar Rupiah melemah 5,48% ytd sejalan dengan kondisi global, namun masih lebih rendah dibandingkan dengan pelemahan mata uang negara-negara kawasan, seperti Won Korea (6,93% ytd) dan Yen Jepang (8,27% ytd).
Inflasi pun masih terjaga rendah di kisaran 2,13% per Juli 2024 dengan tekanan inflasi bahan pangan bergejolak atau volatile food (VF) yang terus turun bersamaan dengan komponen inflasi barang-barang yang diatur pemerintah atau administered prices (AP). Inflasi VF dan AP masing-masing menjadi 3,63% yoy dan 1,47% yoy, sedangkan inflasi inti sedikit meningkat menjadi 1,95% yoy.
KSSK memastikan, untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan mendukung pertumbuhan ekonomi, sinergi kebijakan BI dengan Pemerintah terus ditingkatkan. BI memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan mitra strategis, termasuk program GNPIP di berbagai daerah dalam TPIP/TPID, serta Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Transaksi Pemerintah Pusat dan Daerah (P2DD).
"KSSK berkomitmen untuk terus meningkatkan sinergi dalam mengantisipasi risiko ketidakpastian ekonomi global dan potensi ketegangan geopolitik dunia yang eskalatif terutama rambatannya pada perekonomian dan sektor keuangan domestik, termasuk memperkuat coordinated policy response dan kewaspadaan untuk memitigasi berbagai risiko bagi perekonomian dan SSK," ucap Sri Mulyani.
(haa/haa) Next Article KSSK: Stabilitas Sistem Keuangan RI Tetap Aman!