²©²ÊÍøÕ¾

Sah! ESDM Terbitkan Aturan Baru Soal TKDN Pembangkit-Jaringan Listrik

Firda Dwi Muliawati, ²©²ÊÍøÕ¾
07 August 2024 19:00
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) irigasi untuk menghidupkan pompa irigasi pertanian.
Foto: Dok PTBA

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru saja menerbitkan peraturan terkait Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di sektor infrastruktur ketenagalistrikan.

Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM No.11 tahun 2024 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan. Ditetapkan Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 30 Juli 2024, aturan ini berlaku efektif pada tanggal diundangkan 31 Juli 2024.

Peraturan ini dibuat dengan mempertimbangkan, "bahwa untuk mempercepat pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan dengan tetap mengutamakan penggunaan produk dalam negeri, perlu dilakukan pengaturan penggunaan produk dalam negeri untuk pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan; bahwa dalam pengaturan penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu disusun nilai minimum tingkat komponen dalam negeri dalam lingkup proyek pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan."

Infrastruktur ketenagalistrikan yang dimaksud yaitu terdiri atas:

a. pembangkit listrik yang berasal dari sumber energi terbarukan;

b. pembangkit listrik yang berasal dari sumber energi tak terbarukan; dan

c. jaringan transmisi, jaringan distribusi, dan gardu induk.

"Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 untuk kepentingan umum, wajib menggunakan Barang dan Jasa Produk Dalam Negeri," bunyi Pasal 3 ayat 1 Peraturan Menteri ESDM No.11 tahun 2024.

Pada Pasal 4 berbunyi:

(1) Ketentuan penggunaan Barang dan Jasa Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) harus dicantumkan dalam dokumen pengadaan Barang dan/atau Jasa berupa persyaratan produk dalam negeri yang wajib digunakan.

(2) Pengadaan Barang impor dilakukan dengan syarat sebagai berikut: a. Barang tersebut belum dapat diproduksi di dalam negeri; b. spesifikasi teknis Barang yang diproduksi di dalam negeri belum memenuhi persyaratan; dan/atau c. jumlah produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan.

(3) Dalam hal jumlah produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, harus dinyatakan oleh pabrikan atau asosiasi.

(4) Persyaratan pengadaan Barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diverifikasi oleh lembaga verifikasi independen.

(5) Biaya yang muncul dalam proses verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibebankan kepada Pengguna Barang dan Jasa.

Terkait Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), diatur dalam Pasal 8, yang berbunyi:

(1) Produk Dalam Negeri untuk pembangunan Infrastuktur Ketenagalistrikan ditentukan berdasarkan besaran komponen dalam negeri pada setiap Barang dan/atau Jasa yang ditunjukkan dengan nilai TKDN.

2) TKDN sebagaimana dimaksud pada ayat (l) terdiri atas: a. TKDN Barang; b. TKDN Jasa; dan c. TKDN gabungan Barang dan Jasa.

(3) Nilai TKDN Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan Nilai TKDN Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dalam lingkup komponen industri, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perindustrian.

(4) Nilai TKDN gabungan Barang dan Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dalam lingkup Proyek Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan ditentukan berdasarkan perbandingan antara keseluruhan harga komponen dalam negeri untuk Barang ditambah keseluruhan harga komponen dalam negeri untuk Jasa terhadap keseluruhan harga komponen untuk Barang dan Jasa.

(5) Batas minimum nilai TKDN gabungan Barang dan Jasa dalam lingkup Proyek Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Menteri.

(6) Dalam penetapan batas minimum nilai TKDN sebagaimana dimaksud pada ayat (5) didasarkan pada nilai TKDN Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

"Besaran batas minimum nilai TKDN gabungan Barang dan Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) dievaluasi oleh Menteri. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun atau sewaktu-waktu apabila diperlukan," bunyi Pasal 9 ayat 1 dan 2.

Yang tak kalah penting dari regulasi ini tertuang dalam Ketentuan Peralihan yang tercantum dalam Pasal 17. Bagi proyek ketenagalistrikan yang pembiayaannya berasal dari pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri, bisa dikecualikan dari Peraturan Menteri ESDM ini, khususnya yang sudah tertuang dalam perjanjian pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri.

"Ketentuan kewajiban penggunaan Barang dan/atau Jasa Produk Dalam Negeri untuk Proyek Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang pendanaannya bersumber dari pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pinjaman luar negeri atau perjanjian hibah luar negeri," bunyi Pasal 17 ayat (1).

Lalu, ayat (2) dilanjutkan dengan besaran pinjaman luar negeri dengan nilai minimal 50% dari nilai proyek. Berikut bunyi lengkapnya:

(2) Pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk 1 (satu) Proyek Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan untuk pemenuhan kebutuhan listrik domestik yang baik seluruhnya atau sebagian dengan nilai paling sedikit 50% (lima puluh persen) berasal dari kreditor multilateral dan/atau kreditor bilateral (development bank atau financial institution), meliputi: a. perjanjian hibah luar negeri berbentuk perjanjian hibah luar negeri pemerintah, perjanjian penerusan hibah luar negeri pemerintah, atau perjanjian hibah langsung ke badan usaha; atau b. perjanjian pinjaman luar negeri berbentuk perjanjian pinjaman luar negeri pemerintah, perjanjian penerusan pinjaman pemerintah, atau perjanjian pinjaman langsung (direct lending) dengan penjaminan pemerintah atau tanpa penjaminan pemerintah ke badan usaha.

"Penggunaan Barang dan Jasa Produk Dalam Negeri untuk Infrastruktur Ketenagalistrikan yang ditujukan untuk kegiatan penjualan listrik lintas negara, dilaksanakan berdasarkan nilai TKDN minimum tertentu," bunyi Pasal 18.

Aturan ini pun mengatur terkait relaksasi TKDN untuk Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), yang tercantum dalam Pasal 19. Berikut bunyi lengkapnya:

(1) Proyek Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan berupa Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang: a. perjanjian jual beli tenaga listriknya ditandatangani paling lambat tanggal 31 Desember 2024; dan b. direncanakan beroperasi secara komersial paling lambat tanggal 30 Juni 2026 sesuai rencana usaha penyediaan tenaga listrik, dapat diberikan relaksasi penggunaan Produk Dalam Negeri.

(2) Pemberian relaksasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sampai dengan tanggal 30 Juni 2025, dengan ketentuan:

a. daftar Proyek Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan berupa Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) ditetapkan melalui rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh menteri koordinator yang membidangi urusan koordinasi di bidang energi.

b. Proyek Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan berupa Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) menggunakan modul surya yang dirakit di dalam negeri atau modul surya yang diimpor secara utuh oleh: 1) perusahaan industri modul surya dalam negeri; dan/atau 2) perusahaan industri modul surya luar negeri, yang memiliki komitmen investasi untuk memproduksi modul surya di dalam negeri dan memenuhi ketentuan TKDN modul surya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perindustrian; dan

c. kesanggupan penyelesaian produksi modul surya sesuai dengan ketentuan TKDN modul surya dalam waktu paling lambat tanggal 31 Desember 2025.

(3) Komitmen investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan kesanggupan penyelesaian produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dibuktikan dengan surat pernyataan kesanggupan dari perusahaan industri modul surya.

(4) Surat pernyataan kesanggupan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Pengguna Barang dan Jasa dengan tembusan kepada Direktur Jenderal EBTKE, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, dan Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.

(5) Pengguna Barang dan Jasa memberikan sanksi administratif berupa penetapan daftar hitam (blacklist) bagi perusahaan industri modul surya yang gagal memenuhi komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

"Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Proyek Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU), jaringan transmisi, dan gardu induk yang dalam tahap perencanaan, konstruksi, atau telah beroperasi secara komersial sejak tahun 2021 namun belum dilakukan verifikasi oleh lembaga verifikasi independen, berlaku ketentuan kewajiban penggunaan Barang dan/atau Jasa dalam negeri dalam Peraturan Menteri ini," bunyi Pasal 20.


(wia) Next Article Aturan TKDN PLTS Resmi Diubah, Ini Penjelasan Anak Buah Luhut

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular