²©²ÊÍøÕ¾

Setoran PPN dan PPh Badan Jeblok di Juli 2024, Ini Biang Keroknya!

Arrijal Rachman, ²©²ÊÍøÕ¾
13 August 2024 15:55
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan dalam Konferensi Pers APBN KITA di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (13/8/2024). (²©²ÊÍøÕ¾/Tri Susilo)
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan dalam Konferensi Pers APBN KITA di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (13/8/2024). (²©²ÊÍøÕ¾/Tri Susilo)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Penerimaan pajak mencapai Rp 1.045,3 triliun atau 5,8% pada Juli 2024, dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 1.109,1 triliun. Sejumlah jenis pajak seperti Pajak Pertambahan Nilai dalam negeri (PPN DN) dan Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) merosot secara neto.

Penerimaan pajak per 31 Juli 2024 itu sebetulnya juga baru sebesar 52,6% dari target dalam APBN tahun ini yang mencapai Rp 1.988,88 triliun. Target penerimaan pajak pada tahun ini pun sebetulnya jauh lebih tinggi dari keseluruhan perolehan pajak pada tahun lalu yang sebesar Rp 1.867,9 triliun, atau di atas target Rp 1.818,2 triliun pada 2023.

"Jadi akumulasi kita sudah 52,6% atau Rp 1.045,32 triliun, terjadi kenaikan yang mudah-mudahan terjaga di enam bulan terakhir," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat konferensi pers APBN di kantornya, Jakarta, Selasa (13/8/2024).

Berdasarkan jenis pajaknya, Sri Mulyani mengatakan memang ada yang mengalami penurunan secara neto, di antaranya ialah setoran PPN DN dan PPh Badan. Sisanya, untuk enam jenis pajak lainnya mengalami peningkatan baik secara neto maupun bruto.

Untuk PPN DN secara nilai realisasi penerimaan pajaknya telah mencapai Rp 234,16 triliun atau 22,4% dari keseluruhan penerimaan pajak. Secara neto, pertumbuhan PPN DN terkontraksi sebesar minus 7,8% padahal pada tahun lalu tumbuh 17,6% secara neto. Secara bruto masih tumbuh 9,5%, meski lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu 14,4%.

"Bruto positif 9,5%, which is good, kegiatan perekonomian masih bergerak, meskipun neto negatif 7,8% ini karena terjadi restitusi terutama untuk industri pengolahan, perdagangan, dan tambang," tegasnya.

PPh Badan setorannya secara nominal telah mencapai Rp 191,85 triliun atau 18,4% dari total penerimaan pajak. Namun, secara neto, nilai penerimaan dari PPh Badan itu terkontraksi hingga minus 33,5%, dan secara bruto terkontraksi sebesar minus 23,8%. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu tumbuh secara neto 24,2% dan secara bruto 18,1%.

Sri Mulyani menjelaskan, terperosoknya penerimaan PPh Badan ini karena penurunan kinerja perusahaan pada 2023, akibat penurunan harga komoditas. Hal ini mengakibatkan pembayaran PPh Badan tahunan dan masanya berkurang, serta peningkatan restitusi.

"Harga komoditas turun atau volume turun sehingga mereka lebih bayar dan mulai melakukan restitusi terhadap pajak badannya," ungkap Sri Mulyani.

Untuk jenis pajak lainnya, seperti PPh 21 senilai Rp 157,82 triliun atau 15,1% dari total penerimaan pajak, secara neto masih tumbuh 26,6^ dan bruto 26,5%. Lebih tinggi dibanding dengan periode yang sama tahun lalu masing-masing sebesar 18,1%.

PPh 22 impor yang senilai Rp 44,34 triliun atau 4,2% dari penerimaan pajak juga masing-masing masih tumbuh 5,6% baik secara neto maupun bruto, lebih tinggi dari kontraksi yang terjadi pada periode per Juli 2023 yang minus 4,2%.

PPh Orang Pribadi yang sebesar Rp 10,88 triliun juga masih tumbuh 12,1% secara neto dan bruto 12,3%% lebih cepat dari periode yang sama tahun lalu 2,5% dan 2,4%.

Untuk PPh 26 yang senilai Rp 56,17 triliun juga masih tumbuh 5,5% secara neto dan secara bruto 6,6%, meski lebih lambat dari periode yang sama tahun lalu dengan pertumbuhan neto 30,7% dan bruto 25,6%.

PPh Final yang setorannya telah sebesar Rp 76,55 triliun juga secara neto tumbuh 15% dan secara bruto tumbuh 13%. Berbalik arah dari periode yang sama tahun lalu dengan kontraksi secara bruto mencapai minus 44% dan secara bruto 43%.

Untuk PPN Impor sendiri yang setorannya telah senilai Rp 151,37 triliun juga tumbuh 4,5% secara neto maupun bruto. Lebih tinggi dari kondisi kontraksi yang terjadi pada periode per Juli 2023 dengan minus masing-masing 2,1%.

"Hidup memang up and down seperti di pajak kita juga. Jadi ini kita harus terus monitor supaya bikin policy berbasis data dan perbaiki," ungkapnya.


(haa/haa) Next Article Kondisi Pasar Tanah Abang di Tengah Rencana PPN Naik Tahun Depan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular