²©²ÊÍøÕ¾

Pak Prabowo! RI Bisa Dapat Tambahan Rp 500 T dari Pajak, Ini Caranya

Hadijah Alaydrus, ²©²ÊÍøÕ¾
13 December 2024 13:55
PPN 12%
Foto: IIustrasi pajak/ ²©²ÊÍøÕ¾ (Edward Ricardo)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Sistem perpajakan berbasis monitoring self-assessment diperkirakan dapat meningkatkan penerimaan negara sebesar Rp 250 triliun - Rp 500 triliun.

Sistem monitoring self-assessment diusulkan oleh Mantan Dirjen Pajak di era Presiden Megawati hingga Presiden SBY, Hadi Poernomo. Sistem ini disebut Hadi sebagai 'CCTV penerimaan negara'.

Dia mengungkapkan selama ini, menurutnya, Indonesia saat ini menerapkan sistem self-assessment yang mengandalkan kejujuran WP. Sistem ini berpotensi menimbulkan pelaporan pajak dengan tidak benar dan jelas karena WP diberikan hak untuk menghitung sendiri pajaknya, membayar pajak yang terutang, dan melaporkannya melalui Surat Pemberitahuan (SPT) kepada otoritas pajak.

Dengan demikian, self-assessment ini membutuhkan pengawasan atau monitoring. Dalam sistem monitoring ini, WP di Indonesia wajib membuka dan menyambung sistemnya ke pajak.

Jadi sistem penerimaan negara berbasis link and match yang mewajibkan semua kementerian, lembaga, badan, Pemda, asosiasi, dan pihak-pihak lain yang terkait untuk membuka dan menyambung elektronik sistemnya ke pajak. Bahkan, data perbankan pun bisa terhubung ke pajak. Khusus perbankan, sudah ditambahkan ke dalam UU No.9 Tahun 2017.

UU ini menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2017 menjadi undang-undang. Perpu Nomor 1 Tahun 2017 mengatur tentang akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.

"Semua rahasia yang ada di bank umum, bank syariah, pasar modal, kustodian, tidak berlaku bagi pajak. Jadi semua bisa terhubung ke pajak," kata Hadi.

Dengan transparansi sistem ini, Hadi yakin target Presiden Prabowo untuk menaikkan rasio pajak 16% bisa tercapai.

"Kalau sekarang ini kan menurut undang-undang APBN, tax ratio tahun 2024 baru 10,11%. Nanti tahun 2025, 10,24%. Tapi tahun 2029 itu 10,58%.

Itu lapisan atasnya baru 11%. Sedikit kan. Pak Prabowo kan maunya 16%," katanya.

Sementara itu, kenaikan PPN 12% hanya akan menghasilkan tambahan penerimaan pajak sebesar Rp 75 triliun. CCTV penerimaan negara ini, kata Hadi, dapat menaikkan rasio pajak sebesar 1-2%. Ini artinya akan menambah Rp 250 triliun hingga Rp 500 triliun.

Menurut Hadi, sistem ini sudah direncanakan Ditjen Pajak sejak 2001 dan sudah dilaporkan kepada presiden pada Januari 2004. Saat itu, sistem ini dinamakan Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak.

Untuk menjalankan ini, pemerintah sebenarnya memiliki dasar hukumnya, yaitu Undang-Undang (UU) No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan. Sayangnya, ide besar ini belum terlaksana.

"Sampai sekarang belum terwujud. Kita mulai mempelajari mengapa nggak terwujud. Ternyata ada beberapa pelaksanaan peraturan perundangan yang tidak konsisten dengan undang-undang di atasnya," ujarnya.

"Pelaksanaannya tidak sesuai dengan perintah undang-undang. Misalnya undang-undang mengatakan dapat, di peraturannya bawahnya wajib. Di undang-undang mengatakan wajib, di peraturannya jadi dapat," ungkapnya.

Sistem CCTV sebenarnya harus mewajibkan laporan seluruh data aset WP. Bahkan, hingga saldo di dalam Lembaga Jasa Keuangan (LJK), termasuk bank.

"Di undang-undang mengatakan any saldo, ini minimum saldo. Kalau itu diluruskan, itu akan membuat transparansi melalui analisa link and match," ungkapnya.


(haa/haa) Next Article Kejar Target Pajak di Tahun Pertama Prabowo Berat, Ini Masalahnya!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular