
"Maybong" Ritual China Benteng, Ziarah & Makan Bareng di Makam Leluhur
Ritual Maybong lebih identik dengan hio, wewangian dan hidangan makanan.

Warga keturunan Tionghoa (China Benteng) melakukan ziarah kubur atau dikenal dengan istilah "Maybong" di Pemakaman Kawasan Panongan, Tanggerang, Banten, Rabu (29/1/20225). (²©²ÊÍøÕ¾/Muhammad Sabki)

Etnis Tionghoa menjadi satu warna tersendiri bagi Indonesia. Asimilasi tradisi dan budaya yang mereka bawa dari China dengan budaya di Indonesia, membuatnya menjadi bagian dari budaya tradisional Indonesia. (²©²ÊÍøÕ¾/Muhammad Sabki)

Meski tradisi mereka sudah sedikit hilang karena perbedaan generasi, namun masih ada sisa-sisa ritual yang melekat dan masih dilakukan oleh etnis ini. Salah satunya berziarah ke makam leluhur, atau disebut Maybong, yang dilakukan pada saat perayaan Tahun Baru China atau Imlek. (²©²ÊÍøÕ¾/Muhammad Sabki)

 Ritual Maybong sendiri sedikit berbeda dengan ziarah pada umumnya. Jika ziarah biasa identik dengan bunga tabur, namun untuk Maybong lebih identik dengan hio, wewangian dan hidangan makanan. (²©²ÊÍøÕ¾/Muhammad Sabki)

Selain itu, keluarga Tionghoa yang berziarah ke makam leluhur juga biasanya tidak sekadar datang untuk berdoa. Usai berdoa kepada arwah yang telah tiada, mereka menyempatkan diri untuk bercengkarama di pelataran makam, yang biasanya dibuat cukup luas tersebut. (²©²ÊÍøÕ¾/Muhammad Sabki)

Di sana mereka asik duduk berbincang satu sama lain sambil menikmati hidangan makanan yang mereka bawa dari rumah. (²©²ÊÍøÕ¾/Muhammad Sabki)

Seperti yang dilakukan oleh Okih, salah satu anak dari keluarga mendiang Lauw Tjoan Nio Pria usia 40 tahun ini menjalani ritual Maybong di pemakaman bersama dengan keluarga besarnya. (²©²ÊÍøÕ¾/Muhammad Sabki)

 "Kami di sini datang dari pukul 6 pagi bisa menghabiskan waktu 1-2 jam hanya sekadar mengobrol santai dan makan bersama". "Kita makan disini (di makam) depan nenek kita agar nenek saya juga bisa merasakan kebersamaan kumpul di momen perayaan Imlek ini" katanya kepada ²©²ÊÍøÕ¾. (²©²ÊÍøÕ¾/Muhammad Sabki)

Beberapa dari salah satu keluarga juga menyalakan petasan sebagai tanda hari besar Imlek dan pengingat untuk keluarga yang ditinggalkan. (²©²ÊÍøÕ¾/Muhammad Sabki)

Tahun Baru Imlek memang biasa dimanfaatkan oleh etnis Cina Benteng untuk berkumpul bersama sanak keluarga. Bahkan ada yang rela jauh-jauh datang dari perantauan ke kampung halaman hanya untuk merasakan hangatnya nuansa kekeluargaan. (²©²ÊÍøÕ¾/Muhammad Sabki)

Cina Benteng adalah sebutan untuk komunitas peranakan Tionghoa yang tinggal di Tangerang, Banten. Sebutan ini muncul karena komunitas ini bermukim di dekat benteng Belanda yang berdiri di Tangerang pada tahun 1684. (²©²ÊÍøÕ¾/Muhammad Sabki)

Momen kumpul keluarga juga ia abadikan seperti foto bersama keluarga di depan makam almarhum lie cin sen/ encen yang sudah memiliki 4 keturunan anak mantu cucu hingga buyut. (²©²ÊÍøÕ¾/Muhammad Sabki)