²©²ÊÍøÕ¾

Pakar: Ada Pihak Lain yang Tanggung Jawab di Kasus Tata Kelola Minyak

Teti Purwanti, ²©²ÊÍøÕ¾
12 March 2025 11:47
Kejaksaan Agung
Foto: Kejaksaan Agung (Dhani Irawan/detikcom)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾Â Indonesia- Dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang sedang diusut oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk periode 2018-2023 menjadi perhatian publik. Pakar hukum pidana Universitas Bengkulu, Zico Junius Fernando mengatakan, secara objektif, pertanggungjawaban hukum atas kebijakan energi dan impor minyak mentah dalam kurun waktu tersebut seharusnya ditujukan kepada pejabat yang memiliki otoritas pada masa itu.

Zico menjelaskan dalam UU Tindak Pidana Korupsi, "tindak pidana korupsi" bisa didefinisikan dalam berbagai bentuk, seperti merugikan keuangan negara, penyalahgunaan wewenang, kesempatan, hingga suap-menyuap dalam kebijakan atau pengambilan keputusan publik.

"Jika dalam kebijakan impor minyak mentah pada periode 2018-2023 ditemukan indikasi adanya penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara, maka pihak yang terlibat dapat dijerat dengan ketentuan dalam UU tersebut. Pemeriksaan hukum harus difokuskan pada individu atau pihak yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam kurun waktu tersebut," kata Zico dalam keterangannya.

Dia pun mendesak Kejaksaan Agung untuk mengungkap kasus ini secara profesional, independen, dan berbasis pada bukti yang sah untuk menjamin proses hukum yang adil. Dengan begitu, tidak terjadi kriminalisasi terhadap pihak yang tidak terbukti terlibat.

Zico menilai dengan pendekatan seperti itu, proses hukum bukan hanya untuk menindak pelaku, tetapi juga untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum. Pendekatan ini dapat memberikan kepastian bahwa praktik korupsi dapat diberantas secara efektif dan berkelanjutan.

"Prinsip-prinsip dasar dalam penegakan hukum, termasuk asas praduga tak bersalah, serta prinsip akuntabilitas dan transparansi, harus diimplementasikan dalam proses investigasi guna memastikan penanganan perkara dilakukan secara objektif dan profesional," ujar Zico.

Dia juga meminta publik untuk lebih cermat dan mendalami kasus korupsi ini lebih dalam lagi. Zico menegaskan peran Kejagung juga sangat penting untuk membuat kasus ini lebih terang.

"Perlu dilihat bahwa Bahlil baru dilantik sebagai Menteri ESDM pada Agustus 2024, sehingga secara faktual tidak memiliki kewenangan dan tanggung jawab atas kebijakan yang diambil pada rentang waktu 2018 hingga 2023," sambungnya.

Sementara itu, Anggota Komisi XII DPR RI Mukhtarudin pun mendorong Kejagung untuk memeriksa Menteri ESDM era sebelumnya, karena kejadian ini terjadi pada periode dia menjabat.

"Pak Bahlil Lahadalia sedang melakukan pembersihan dan pembenahan tata kelola niaga impor BBM," tegas politisi dari dapil Kalimantan Tengah ini.

Dia pun menekankan terbongkarnya skandal korupsi ini harus menjadi momentum penting bagi Pertamina dan anak perusahaan lainnya untuk melakukan reformasi tata kelola niaga.

"Momentum perbaikan ini untuk mengembalikan ruh arah pengelolaan kekayaan alam negara yang sejalan dengan mandat konstitusi," ucapnya.

Sebelumnya, Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung tengah menyidik dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018 hingga 2023.

Dalam pengusutannya, Kejagung telah menetapkan sembilan orang tersangka, enam di antaranya merupakan pejabat anak perusahaan Pertamina. Kejagung menaksir dugaan kerugian negara pada kasus korupsi Pertamina mencapai Rp 193,7 triliun. Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


(dpu/dpu) Next Article Video: Jadi Menteri ESDM Prabowo, Ini Program Prioritas Bahlil

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular