²©²ÊÍøÕ¾

Mengapa Hingga Hari ini Belum ada AI yang bisa 'Meramal' Pasar Saham?

Firman Kurniawan S, ²©²ÊÍøÕ¾
26 November 2024 06:20
Firman Kurniawan S
Firman Kurniawan S
Firman Kurniawan S merupakan pendiri literos.org. Beliau juga dikenal sebagai pemerhati budaya dan komunikasi digital... Selengkapnya
PT Ancara Logistics Indonesia Tbk (ALII) yang merupakan emiten Grup Bakrie, PT Terang Dunia Internusa Tbk (UNTD), emiten sektor teknologi PT Topindo Solusi Komunika Tbk (TOSK) dan PT Mitra Pedagang Indonesia Tbk (MPIX).
Foto: Ilustrasi pasar saham di Bursa Efek Indonesia. (²©²ÊÍøÕ¾/Tri Susilo)

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi ²©²ÊÍøÕ¾Indonesia.com

Hari ini, pendidikan di seluruh dunia gamang menyikapi perkembangan pemanfaatan artificial intelligence (AI). Promosi pemanfaatannya menyebut, AI mampu meningkatkan kualitas pendidikan.

Itu tak salah. Dengan AI, keunggulan dan kelemahan proses pendidikan segera dikenali. Algoritma yang tersusun berdasar interaksi selama prosesnya, menghasilkan pengetahuan.

Nilai ujian, pilihan materi belajar, hingga tipe teman kelompok belajar, menginformasikan karakter peserta pendidikan. Seluruhnya berguna dalam rancangan layanan pendidikan.

Jika setiap peserta pendidikan berbeda, minat dan kemampuannya: pelayanan pendidikan, hingga evaluasinya dapat disesuaikan. Peserta pendidikan tak diperlakukan sebagai material massal, diproses dalam ban berjalan sebagai produk massal.

Namun tak dapat dihindari, mengandalkan AI tanpa pengetahuan tepat justru menghambat pengembangan kognisi. AI dengan sejumlah data besarnya, diproses menghasilkan pengetahuan.

Ini digunakan oleh peserta pendidikan, menjawab ujian. Juga digunakan para pengajar, mengembangkan material pembelajaran beserta evaluasinya. Interaksi yang terjadi: perangkat AI sebagai penjawab vs perangkat AI sebagai penguji. Peserta pendidikan dan pengajarnya, hanya jadi operator. Kognisi keduanya, tak berkembang.

AI jadi paradoks di dunia pendidikan. Pengetahuan sebagai material pengembangan kognisi, juga berperangai jadi penghambat perkembangannya. Pau Aleikum & Marta Handenawer, 2023, dalam "AI in Education: The Good, the Bad, and the Downright Confusing", menyebutkan: AI tak diragukan manfaatnya.

Dapat digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan cepat. Namun ada harga yang harus dibayarkan. Muncul perasaan curang saat menggunakan ChatGPT. Dan yang terpenting, kata-kata yang diperoleh dari prompt, bukanlah hasil pikiran penggunanya.

Pengguna cenderung tak mengingat kata-kata itu, dan tak terjadi internalisasi pengetahuan maupun keterhubungan dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Pengetahuan tak terbangun utuh, juga kognisi yang dibentuknya.

Perbincangan soal pengetahuan yang dihasilkan dengan cara di atas, relevan saat membandingkan pengetahuan sebagai produksi agen konvensional dengan non agen konvensional. Agen konvensional adalah subyek penahu, berupa pemikir, peneliti, pengajar maupun praktisi yang akrab dengan fakta.

Sedangkan non agen konvensional, adalah AI. Dapatkah pengetahuan yang dihasilkan non agen konvensional, disetarakan dengan pengetahuan yang dihasilkan agen konvensional?

Relevansi pertanyaan di atas jadi berkurang tuntutannya, saat posisi pengetahuan dihadapkan pada tujuan pragmatis. Misalnya saat hendak digunakan untuk menangani masalah kesehatan. Dapatkah pengetahuan yang dihasilkan AI diandalkan?

Alec Tyson, Giancarlo Pasquini, Alison Spencer dan Cary Funk, 2023, dalam "60% of Americans Would Be Uncomfortable with Provider Relying on AI in Their Own Health Care" dengan mengutip hasil penelitian Pew Research, 2022, menyebut: di tingkat individu terdapat 6 dari 10 warga Amerika yang merasa tak nyaman saat AI dilibatkan dalam penegakan diagnosa penyakit.

Juga dalam perawatan kesehatan selanjutnya. Bukan lantaran AI bakal memberikan hasil yang salah. Dari pernyataan 40% responden survei sebanyak 11.004 orang dewasa menganggap penggunaan AI dalam kesehatan dan kedokteran akan mengurangi kesalahan. Artinya, pengetahuan AI tentang kesehatan dapat diandalkan.

Namun sumber ketaknyamanannya, berasal dari absennya hubungan pribadi antara pasien dengan pelayan kesehatan. Penggunaan AI untuk mendiagnosis penyakit dan merekomendasikan perawatan, akan memperburuk hubungan pasien dengan pelayan kesehatan. Selain itu, keamanan catatan kesehatan juga jadi sumber kekhawatiran para responden. Penggunaan AI dipercaya akan memperburuk keamanan catatan pasien.

Sementara itu, penjelasan AI yang makin diandalkan di bidang kesehatan, juga termuat dalam artikel World Economic Forum, 2024. Judulnya, "How AI is Improving Diagnostics and Health Outcomes, Transforming Healthcare".

Sebagian besar uraiannya menyebutkan, AI telah meningkatkan akurasi diagnostik. Ini memungkinkan deteksi penyakit lebih dini, juga meningkatkan hasil perawatan pasien. Pengetahuan yang dihasilkan AI mampu memperbaiki pencapaian di bidang kesehatan. Akurasi diagnosa, menyempurnakan perawatan yang diberikan. Deteksi dini yang lebih baik, penting dalam penyelenggaraan layanan kesehatan, dan meninimalkan kegagalan perawatan.

Seluruh kemampuan AI itu, bersumber dari kapasitas pemprosesan datanya yang sangat besar. Juga hasilnya yang cepat diperoleh. Namun masih perlu kolaborasi dengan berbagai bidang pengetahuan lain. Seluruhnya untuk mencapai daya guna yang optimal. Keoptimalan yang diukur dari solusi kontekstual, yang mampu mengenali berbagai situasi budaya berbeda.

Mengingatkan: AI dalam pengertian generalnya, merupakan gabungan perangkat dengan berbagai macam teknologi, yang secara bersama menghasilkan pengetahuan. Seluruh cara kerjanya menirukan mekanisme kecerdasan manusia. Diawali input data dalam jumlah sangat besar, diikuti proses mengubahnya jadi informasi. Kumpulan dan keterkaitan informasi itu, diubah menjadi pengetahuan. Pengetahuan yang berspektrum sederhana hingga kompleks.

AI sederhana mampu membedakan material tertentu: sel yang sehat dari yang sakit. Ini untuk keperluan penyusunan program perawatan kesehatan. Juga bisa menjawab pertanyaan, berdasar informasi yang telah disediakan di dalam perangkat. Misalnya pada chatbot.

Sedangkan AI kompleks, mampu memproses berbagai keragaman input data. Keragaman yang bersumber dari berbagai variabel. Kelembaban udara yang diinteraksikan dengan suhu rata-rata. Juga intensitas aktivitas kendaraan di suatu wilayah.

Dari sini diperoleh pengetahuan, soal jumlah emisi di udara, berikut status ancamannya: aman, tercemar, berbahaya. Darinya disusun rekomendasi, agar manusia tetap sehat dalam keadaan udara tertentu. Kemampuan "memahami" kompleksitas itu, seraya menghasilkkan informasi hingga pengetahuan, yang relevan.

Relevan ketika uraian di atas, dibahas dalam kerangka hirarki makna data. Bergerak dari data mentah-informasi-pengetahuan-kebijaksanaan. Darinya dapat diajukan pertanyaan: mampukah AI melahirkan kebijaksanaan? Artinya AI menghasilkan pengetahuan dengan konteks penerapan tertentu?

Pertanyaan ini jadi penting, ketika dikaitkan dengan: pertama, produk pengetahuan AI terbentuk dari data yang diproses oleh machine learning dan diolah selanjutnya di deep learning. Pengetahuan terbentuk di dalam perangkat, terhadap data yang dimasukkan kepadanya.

Kedua, cara pemrosesan yang menghasilkan pengetahuan itu, berdasar statistik, matematika dan ilmu komputer. ASA, American Statistical Asociation, 2023, dalam "ASA Statement on The Role of Statistics in Data Science and Artificial Intelligence" menyebut: ilmu data dan AI sangat bergantung pada statistik, matematika, maupun ilmu komputer.

Keseluruhan pengetahuan itu berperan dalam memperoleh keuntungan pengetahuan dari data. Ketiga bidang tersebut, merupakan perangkat dalam berinteraksi dengan data yang menyediakan layanan efektif hingga kesimpulan dari data. AI penting dalam pengembangan sistem untuk melakukan proses intelektual, yang semula dikerjakan manusia. Pengetahuan yang dihasilkan AI berbasis pada prinsip statistik, matematika dan ilmu komputer.

Dari uraian di atas, kemudian dapat dimengerti: mengapa hingga hari ini belum ada perangkat berbasis AI, yang mampu memprediksi perilaku pasar saham secara akurat, misalnya. Akurasi perangkat yang memungkinkan pelakunya ~secara pasti~ tahu saatnya harus melepas, menahan atau membeli saham. Jika kemampuan itu tercapai, bisa diduga apa akibatnya.

AI, untuk menghasilkan pengetahuan akurat mengenai perilaku pasti pasar saham, membutuhkan data yang bersumber data terstruktur, semi terstruktur maupun tak terstruktur. Data terstruktur maupun semi terstruktur, dapat diperoleh dari riwayat pergerakan pasar di periode-periode sebelumnya.

Juga berdasar sejarah pasar saham, dengan berbagai perilakunya. Seluruhnya bisa dimasukkan sebagai data. Namun untuk sentimen-sentimen emosional ~yang terutama berupa data tak terstruktur, namun mendasari keputusan pelaku pasar saham~ tak selalu tersedia. Padahal ketersediannya diperlukan untuk memproduksi pengetahuan yang lengkap.

Maka, pengetahuan AI sebatas formulasi algoritma berdasar data yang ada "di dalam" perangkat. Data tak terstruktur, walaupun dapat dimasukkan, namun tak seluruhnya dapat dikenali. Karenanya tetap ada "di luar" perangkat, dan tak diproses. Pengetahuan AI soal pasar saham, tak lengkap. Prediksi tak bisa sepenuhnya akurat.

Ini mengingatkan pada buku Nassim Nicholas Taleb, 2007, "The Black Swan". Ia mengingatkan, ketika pengetahuan menyatakan semua angsa berwarna putih, kehadiran satu saja angsa berwarna hitam akan membatalkan pengetahuan itu. Maknanya, pengetahuan yang pasti batal hadir saat hal penting luput dari perhitungan.

AI yang cara kerjanya berdasar data "di dalam" perangkat. Juga pemrosesannya "sebatas" statistik, matematika dan ilmu komputer, sementara keputusan manusia didasari statusnya sebagai mahluk sosial. Ini menyebabkan pengetahuan AI tentang perilaku manusia tak pernah lengkap.

Kepastian tak bakal terbentuk. Manusia tak bisa diprediksi sepenuhnya oleh AI. Setidaknya hingga hari ini. Lain ceritanya, jika kompleksitas itu bisa direduksi. Saat itu mungkin AI dapat sepenuhnya diandalkan. Tapi sekarang, biarlah tak sederhana. Agar dunia tak kehilangan misterinya.


(miq/miq)

Tags

Related Opinion
Recommendation