²©²ÊÍøÕ¾

Sectoral Insight

Laba Bank Segunung, Tapi Sahamnya Jeblok! Ini Biang Keroknya

Feri Sandria, ²©²ÊÍøÕ¾
27 February 2023 13:57
kolase foto/ BCA, BRI, Mandiri, BNI / Aristya Rahadian
Foto: kolase foto/ BCA, BRI, Mandiri, BNI / Aristya Rahadian
  • Laba bersih emiten sektor finansial yang telah melaporkan kinerja 2022 melonjak signifikan. Secara total laba bersih 14 emiten tumbuh nyaris 50%, dengan tiga raksasa berkontribusi hingga 75%
  • IDX Sector Financials malah tercatat mengalami koreksi 12% dalam setahun terakhir
  • Bank digital menjadi biang kerok koreksi sektoral, dengan bank konvensional raksasa tercatat menguat

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Sejumlah emiten sektor finansial yang telah melaporkan kinerja keuangan setahun penuh 2022 membukukan kinerja pertumbuhan laba yang signifikan. Meski demikian indeks sektoral finansial yang mengukur kinerja emiten di sektor tersebut tercatat mengalami pelemahan sejak tahun lalu.

Hingga Senin, 27 Februari 2022, setidaknya terdapat 14 dari total 91 emiten yang tergabung dalam indeks sektoral finansial melaporkan kinerja keuangan tahun buku 2022. Secara total ke-14 emiten tersebut mencatatkan kenaikan laba bersih 46,91% menjadi Rp 180,57 triliun dibandingkan tahun 2021 sejumlah Rp 122,91 triliun.

Tiga emiten raksasa keuangan, Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bank Central Asia (BBCA) dan Bank Mandiri (BMRI) secara agregat berkontribusi atas 76% raihan laba bersih total yang dilaporkan ke-14 emiten sektor finansial. Angka tersebut porsinya relatif stagnan dibandingkan tahun sebelumnya.

Secara spesifik nyaris semua emiten sektor finansial mencatatkan pertumbuhan laba, kecuali Bank Maybank Indonesia (BNII) yang laba tahun lalu tergerus nyaris 10%. Bank Danamon Indonesia (DBMN) mencatatkan persentase pertumbuhan laba bersih tertinggi sebesar 105%. Sementara itu BBRI dan Bank Negara Indonesia (BBNI) laba bersih tahun lalu tumbuh nyaris 70%. Lalu mengekor di belakang untuk emiten kapitalisasi pasar jumbo ada BMRI dan BBCA yang secara berurutan laba bersihnya tumbuh 47% dan 30% secara tahunan (yoy).

Lalu dengan kondisi keuangan yang fantastis tersebut - setidaknya dari emiten yang telah melaporkan kinerja keuangannya - mengapa IDX Sector Financials yang mengukur kinerja saham sektoral secara luas malah tercatat ambles 12% dalam setahun terakhir?

Berakhirnya Demam Bank Digital

Kinerja buruk IDX Sector Financials dibebani oleh pelemahan signifikan yang terus-menerus terjadi untuk bank digital. Sejak tahun lalu deman bank digital mulai mereda dengan investor secara perlahan mundur teratur, salah satunya karena estimasi pertumbuhan dan penetrasi pasar tidak secepat yang diharapkan oleh investor. Selain itu kondisi moneter dengan suku bunga tinggi juga ikut membuat investor semakin berhati-hati, mengingat likuiditas bank digital tidak setangguh bank konvensional.

Dari seluruh kejatuhan bank digital, tidak ada yang lebih merana dibandingkan investor Bank Jago (ARTO). Saham ARTO yang digadang-gadang akan menjadi bank masa depan dan penantang status quo bank konvensional RI, pada puncaknya sempat menyentuh kapitalisasi pasar Rp 263 triliun. Kala itu, angka tersebut lebih tinggi dari BBNI yang pendapatan, laba bersih dan asetnya berkali-kali lipat lebih besar dari ARTO. Pada posisi puncak ARTO juga sempat menjadi lima emiten paling berharga di BEI dari sisi kapitalisasi pasar, menggeser emiten raksasa Astra Internasional (ASII).

Dari posisi puncak hingga penutupan perdagangan akhir pekan lalu, saham ARTO telah melemah nyaris 87% dan dalam setahun pelemahan tersebut berada di angka 83%.

Senada dengan ARTO, emiten perbankan digital utama dengan kapitalisasi pasar raksasa ikut mengalami pelemahan signifikan yang angkanya berada di kisaran 70%.

Kondisi tersebut pada akhirnya menekan kinerja saham sektoral finansial, meski pada saat bersamaan emiten perbankan konvensional raksasa malah mengalami penguatan signifikan dalam setahun terakhir.

Dalam setahun terakhir hingga penutupan perdagangan pekan lalu, saham BBRI dan BBCA tercatat tumbuh dengan angka nyaris serupa yakni 8,43%. Lebih moncer lagi adalah kinerja saham BBNI dan BMRI yang dalam setahun mampu tumbuh dua digit masing-masing sebesar 13,74% dan 31,49%.

Emiten bank digital masih belum ada yang mengumumkan kinerja keuangan tahunannya. Pertumbuhan sehat dan cepat diikuti perbaikan signifikan dari kinerja keuangan tampaknya akan mampu menjadi bahan bakar yang mendorong pertumbuhan saham emiten tersebut. Namun, jika kinerjanya masih di bawah ekspektasi pasar dan analis, perbaikan di waktu dekat tampaknya masih urung terjadi, setidaknya dalam waktu dekat.

Bank digital memang memiliki potensi besar untuk menguasai pasar keuangan Indonesia, khususnya dengan menyasar populasi yang tidak benar-benar dilayani oleh bank konvensional. Mayoritas populasi Indonesia masih tergolong sebagai underbanked dan unbanked yang tidak memiliki atau akses kredit ke lembaga keuangan sangat terbatas. Pasar ini menjadi kunci keberhasilan emiten bank teknologi yang umumnya hadir dengan ekosistem yang lebih luas untuk menggoda calon nasabah.

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan ²©²ÊÍøÕ¾ Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA

[email protected]

[email protected]

(fsd/fsd)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation