²©²ÊÍøÕ¾

2 PR Ini Wajib Digarap RI Biar si Miskin Nikmati Kue Ekonomi

Tasya Natalia, ²©²ÊÍøÕ¾
04 August 2023 08:15
Seorang pengemis menerima uang dari pengendara mobil roda empat
Foto: ²©²ÊÍøÕ¾/Muhammad Sabki
  • Jurang si kaya dan miskin di Indonesia masih sangat besar, salah satunya tercermin di akses ke perbankan
  • Pendidikan dan kesehatan menjadi kunci bagi Indonesia untuk bisa mengatasi jurang kemiskinan
  • Dari populasi hanya sekitar 0,02% atau 50 orang saja yang memiliki simpanan uang di bank

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ -ÌýÌýPeningkatan mutu pendidikanÌýdan kesehatan menjadi kunci bagi Indonesia untuk mengatasi kemiskinan, memperbaiki mutu kualitas sumber daya manusia (SDM), hingga meningkatkan taraf hidup sehingga jurang si kaya dan miskin menyempit.

Tenaga kerja berupah rendah cenderung tidak punya akses untuk mendapatkan pekerjaan dengan nilai tambah tinggi akibat kualitas kesehatan dan pendidikan yang dipertanyakan.

Jurang ketimpangan antara si kaya dan si miskin di Tanah Air masih tergolong tinggi, padahal angka kemiskinan sudah jauh melandai. Angka kemiskinan Indonesia yang melonjak tajam karena pandemiÌýCovid-19 sudah turun ke angka 9,36% atau sudah menyamai catatan sebelum pandemi.


Ketimpangan terlihat di banyak hal, termasuk pada rasio gini atau rasio pengeluaran antar penduduk. Data Badan Pusat Statistik (BPS) rasio gini justru meningkat tajam pada Maret 2023 menjadi 0,3888 dari 0,381 per September 2022.

Ketimpangan tersebut terlihat nyata dari akses ke perbankan. Data ²©²ÊÍøÕ¾ Research memperkirakan hanya ada 50 orang saja yang menguasai uang di perbankan RI.

²©²ÊÍøÕ¾ Research melakukan perhitungan jurang ketimpangan berdasarkan olah data kepemilikan dana pihak ketiga (DPK) perbankan yang dilansir setiap bulan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dikombinasikan dengan kepemilikan rekening Dewan Nasional Keuangan Inklusif DNKI).

Kalkulasi menunjukkan hanya 55,7% penduduk pada 2019 yang memiliki rekening, sehingga bila disimulasikan dengan total jumlah rekening di bank yang berjumlah 516 juta, maka rata rata setiap pemilik rekening memiliki tiga rekening bank.

Sementara itu, LPS menggunakan klasifikasi tujuh tiering kepemilikan di mulai dari kepemilikan di bawah Rp100 juta hingga di atas Rp5 miliar.

Hasil perhitungan menunjukkan jurang ketimpangan kekayaan orang kaya dan miskin sangat jauh.
Dari populasi hanya sekitar 0,02% atau 50 orang saja yangÌýmemiliki simpanan uang di bank, sementara mayoritas 63,03% jumlah simpanan-nya hanya sekitar Rp5 juta-an, bahkan sekitar 36,13% malah tidak punya rekening bank.

Rasio gini yang dipakai selama ini sebagai alat ukur ketimpangan juga sudah bias. Pasalnya penggunaan perhitungan menggunakan pengeluaran penduduk dibandingkan pendapatan. Orang dengan pendapatan yang sangat berbeda bisa memiliki pengeluaran yang sama, tergantung dari tempat tinggal hingga gaya hidup.

Gampang-nya untuk memahami ketidakakuratan gini rasio gini berbasis pengeluaran adalah semisal sepiring nasi warteg harga Rp20 ribu dari penghasilan si miskin rata-rata UMR Rp2,7 juta. Bila dihitungÌýyang dia keluarkan adalah 0,74% dari pendapatan mereka.
Sementara itu, si kaya bisa makan di restoran Rp100 ribu per piring tetapi pendapatan bisa Rp20 juta. Biaya untuk sekali makan si kaya adalah 0,5% dari pendapatannya.Ìý
SelisihÌýpendapatan mereka sangat timpang tetapi pengeluaran tidak terlalu jauh.



Kajian ²©²ÊÍøÕ¾ Intelligence Unit menyatakan desain lebih baik haruslah ditekankan pada pendapatan bukan pada pengeluaran.
Anthony Budiawan Managing, Director Political Economy and Policy Studies juga menyatakan bahwa data ketimpangan yang kita punya saat ini tidak bisa dipakai.

"Data ketimpangan kita ini tidak bisa dipakai karena berdasarkan pengeluaran, kalau pengeluaran sulit untuk dikatakan ketimpangan, masa mau dibilang ketimpangan makan, ketimpangan pengeluaran. Semua-semuanya harusnya ketimpangan pendapatan."jelas Anthony pada Rabu (2/8/2023) kepada ²©²ÊÍøÕ¾ dalam program Your Money Your Vote, Rabu (2/8/2023).

Lebih lanjut Anthony mengungkapkan penyebab ketimpangan ini karena struktur ekonomi yang fokus kepada sektor tertentu. Salah satunya, lebih fokus menggalakkan ekstraksi pertambangan dan diperparah upah buruh yang dibayar sangat murah.

Teguh Dartanto, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) juga sependapat bahwa sepertinya ada pergeseran policy pemerintah dalam menggerakkan ekonomi lebih condong pada sektor yang padat modal, dibandingkan yang padat karya.

Salah satunya sektor pertambangan yang menyumbang PDB terbesar kedua setelah pertanian, tetapi serapan tenaga kerjanya sangat timpang.
Pertanian bisa menyumbang PDB 12,97% dengan 30,66 juta tenaga kerja, sementara tambang bisa berkontribusi 12,78% terhadap pertumbuhan ekonomi tetapi serapan tenaga kerja hanya 1,55 juta.

Ketimpangan ini harus menjadi alarm bagi siapapun karena ini terkait isu sosial dan keadilan, bukan hanya soal angka. lebih lanjut Teguh menyampaikan "Harusnya kita sesama bangsa harus bisa menikmati kue itu bersama-sama"," imbuhnya.

Hanya saja, masalah selanjutnya datang dari tenaga kerja Indonesia yang masih sulit dapat akses pekerjaan yang bernilai tambah tinggi. Hal ini disampaikan Gatot Prio Utomo, Staf Khusus Wakil Presiden RI.

"Tenaga kerja kita tidak bisa mengakses pekerjaan-pekerjaan yang bernilai tambah tinggi, padahal pekerjaan yang bernilai tambah tinggi mendatangkan income yang lebih tinggi. Saat ini kita masih di tataran buruh, pekerjaan dengan nilai tambah rendah" tuturnya, dalam programÌý²©²ÊÍøÕ¾,Your Money YourÌýVote (2/8/2023).

Gatot juga menyampaikan bahwa data Human Capital Index RI hanya berada di 54% yang menunjukkan produktivitas kita dalam 18 tahun mendatang. Indeks jauh di bawah negara tetangga Singapura yang nyaris 90%.

Rendahnya produktivitas ini dipengaruhi kualitas dari kesehatan dan pendidikan yang dipertanyakan. Gatot menambahkan isu kesehatan terkait stunting yang bisa menjadi masalah permanen bagi generasi mendatang.

Apabila tidak bisa diatasi dalam 100 hari pertama, tumbuh kembang anak akan terganggu, kemampuan kognitif jadi rendah. Akhirnya, jurang ketimpangan akan makin tinggi karena pendidikan yang rendah.

Bahkan Gatot juga menggambarkan jika kemampuan pendidikan anak usia SMP setara dengan anak SD kelas enam.
Senada, Dekan FEB UI, Teguh menyatakan bahwa pendidikan untuk semua sudah lewat era-nya, sekarang seharusnya pendidikan yang berkualitas untuk semua harus menjadi fokus utama.

Kesehatan dan pendidikan haruslah menjadi fokus utama dalam agenda pembangunan negeri di kabinet selanjutnya, supaya angka ketimpangan si kaya dan si miskin semakin melandai dan menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sebagai catatan, anggaran pendidikan dan kesehatan sudah meningkat drastis. Namun, realisasinyaÌýhampir selalu di bawah target. Besarnya anggaran pendidikan tak lepas dari aturan mandatory spending.

Sesuai amanat UUD 1945 dan Undang-undangnomor20tahun 2003 tentang SistemÌýPendidikanÌýNasional (Sisdiknas), pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20% dari total APBN.ÌýKebijakan tersebut sudah dimulai sejak 2009.

Sejak tahun tersebut, pemerintah telah melakukan pemenuhan mandatoryanggaran pendidikan sebesarÌý20% dariAPBN. Anggaran pendidikan pun bengkak182%dari Rp 216,72 triliun pada 2010 menjadi Rp 621,28 triliun pada 2022.

Mandatory spending untuk anggaran kesehatan juga sudah berlaku sejak 2016 meskipun aturan tersebut akan dihapus.

Pada 2022, realisasi anggaran kesehatan mencapai Rp 255,39 triliun dan anggaran pendidikan sebesar Rp 621,28 triliun. Bila digabung maka jumlahnya mencapai Rp 876,67 triliun.

²©²ÊÍøÕ¾ Research - ²©²ÊÍøÕ¾ Intelligence Unit
Email kritik dan saran : [email protected]Ìý

CATATAN PENTING: Artikel ini bukan produk berita melainkan opini, sesuai UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Artikel Opini di ²©²ÊÍøÕ¾ diproduksi oleh ²©²ÊÍøÕ¾ Research dan ²©²ÊÍøÕ¾ Intelligence Unit, sebagai institusi otonom dan independen di bawah payung ²©²ÊÍøÕ¾ sebagai research houses berkualitas dan standar tinggi selayaknya riset perusahaan sekuritas atau lembaga penelitian ekonomi lainnya.

(tsn/tsn)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation