²©²ÊÍøÕ¾

Sentimen Pasar Pekan Depan

Banyak Kejadian Penting Pekan Depan, Sentimen atau Stimulus?

Chandra Dwi, ²©²ÊÍøÕ¾
19 November 2023 21:00
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (²©²ÊÍøÕ¾/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (²©²ÊÍøÕ¾/Andrean Kristianto)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pada pekan depan beberapa data ekonomi cukup penting akan dirilis dan agenda yang juga penting akan digelar pada pekan depan, di mana data-data dan agenda tersebut cenderung akan mempengaruhi pasar keuangan Indonesia.

Pertama yakni pada Senin pekan depan, ada keputusan suku bunga acuan pinjaman (loan prime rate/LPR) bank sentral China (People's Bank of China/PBoC). Kali ini, PBoC akan kembali menahan LPR-nya.

Adapun untuk LPR tenor 1 tahun diprediksi akan kembali ditahan di level 3,45%, sedangkan LPR berjatuh tempo 5 tahun juga akan ditahan di level 4,2%.

PBoC juga sebelumnya telah meningkatkan injeksi likuiditas tetapi mempertahankan suku ketika menggulirkan pinjaman kebijakan jangka menengah yang jatuh tempo pada Rabu lalu, sesuai dengan ekspektasi pasar.

Hal ini dimaksudkan untuk menjaga likuiditas sistem perbankan cukup untuk melawan faktor-faktor jangka pendek termasuk pembayaran pajak dan penerbitan obligasi pemerintah.

"Pada saat yang sama, Bank Sentral akan menyediakan uang dasar jangka menengah dan panjang dengan tepat," kata PBoC dalam pernyataan online.

Seluruh 31 pengamat pasar yang disurvei oleh Reuters pekan ini memperkirakan bank sentral akan menyuntikkan dana segar melebihi jatuh temponya.

Dengan pinjaman medium-term lending facility (MLF) senilai 850 miliar yuan yang akan berakhir bulan ini, operasi tersebut menghasilkan suntikan dana segar sebesar 600 miliar yuan ke dalam sistem perbankan China.

China sendiri telah meningkatkan upaya untuk menghidupkan kembali perekonomiannya pascapandemi Covid-19 melalui serangkaian langkah dukungan kebijakan dalam beberapa bulan terakhir, meskipun sejauh ini dampak positifnya masih kecil.

Di lain sisi, sentimen dari pertemuan Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden dengan Presiden China, Xi Jinping juga sepertinya masih akan dipantau oleh pasar pada pekan depan.

Sebelumnya, Biden mengadakan konferensi pers tunggal setelah empat jam pembicaraan dengan Xi di San Francisco, tepatnya pada perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC Rabu lalu.

Kedua pemimpin negara itu bertemu selama empat jam membahas hubungan China dan AS yang disebut telah membaik. Biden juga mengatakan sepakat dengan Xi untuk menerima telepon dan berbincang selama periode perselisihan.

Berdasarkan laporan CNN, tujuan utama perbincangan Biden dengan Xi tampaknya untuk memulihkan komunikasi, terutama melalui militer, untuk menghindari miskomunikasi yang bisa memicu konflik terbuka di antara kedua negara.

Selain itu, Biden juga mengatakan China setuju untuk mengejar perusahaan-perusahaan yang memproduksi bahan kimia prekursor fentanil yang membuat krisis obat di AS.

Keduanya juga membahas persoalan konflik antara Israel dengan Hamas.

Berikutnya pada Rabu pekan depan, tepatnya Rabu dini hari waktu Indonesia, akan digelar Federal Open Market Committee (FOMC) Minutes.

Pada pertemuan kebijakan edisi November, FOMC mempertahankan suku bunga acuannya di level 5,25-5,50%, sejalan dengan ekspektasi dan perkiraan pasar, dan pernyataannya hanya menunjukkan sedikit perubahan.

Pelaku pasar akan mencari lebih banyak sinyal untuk kemungkinan diakhirinya siklus kenaikan suku bunga mengingat inflasi Negeri Paman Sam yang kembali melandai pada Oktober lalu.

Adapun fokus pasar pada FOMC Minutes pekan depan yakni konsistensi The Fed pada target inflasi 2%, pelaporan lapangan kerja maksimum dan menghindari resesi, atau mencari soft landing bagi perekonomian AS.

Namun, beberapa ahli memperkirakan The Fed akan memulai penurunan suku bunga pada paruh pertama tahun 2024, bukan pada paruh kedua.

Masih pada Rabu, data klaim pengangguran mingguan untuk periode pekan yang berakhir 18 November juga akan diperhatikan pasar, mengingat data pekan sebelumnya sudah mulai mendingin.

Sebelumnya, pengajuan tunjangan pengangguran naik 13.000 menjadi 231.000 untuk pekan yang berakhir 11 November, Departemen Tenaga Kerja melaporkan pada Rabu waktu Indonesia. Angka tersebut merupakan tertinggi dalam tiga bulan terakhir.

Kemudian pada Kamis, dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan keputusan suku bunga acuan terbarunya. Menurut konsensus pasar dalam TradingEconomics, BI pekan depan akan memilih untuk menahan suku bunga acuannya di level 6%.

Sebelumnya, bank sentral Tanah Air tersebut menaikkan suku bunga acuannya demi menjaga rupiah. Suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) naik 25 basis poin (bp) menjadi 6% pada Oktober lalu.

Dari 14 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, 13 instansi/lembaga memperkirakan BI menahan suku bunga di level 5,75% pada Oktober lalu.

Sedangkan satu lembaga memperkirakan kenaikan suku bunga sebesar 25 basis points (bps) menjadi 6,0% pada Oktober lalu.

Namun nyatanya, BI lebih memilih untuk menaikan suku bunga acuannya demi menjaga nilai tukar rupiah. Alhasil setelah suku bunga acuan dinaikkan, rupiah tepatnya pada awal November berhasil menguat signifikan dan saat ini sudah berada di bawah sedikit level psikologis Rp 15.500/US$.

Adapun berikutnya dari global pada Kamis dan Jumat pekan depan, data awal dari aktivitas manufaktur dan jasa dalam Purchasing Manager's Index (PMI) periode November juga akan dirilis.

Adapun negara-negara yang akan merilis data awal PMI manufaktur dan jasa periode November 2023 yakni Australia, Uni Eropa, AS, Inggris, dan Jepang.

Sementara itu, pada Jumat pekan depan, data inflasi Jepang periode Oktober 2023 juga akan dirilis. Inflasi Jepang diperkirakan kembali naik menjadi 3,2% (year-on-year/yoy) dan naik menjadi 2,9% (month-to-month/mtm).

²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(chd/chd)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation