²©²ÊÍøÕ¾

sectoral insight

Harga CPO Panas Kok Sahamnya Malah Adem Ayem? Ini Alasannya

Tasya Natalia, ²©²ÊÍøÕ¾
12 January 2024 10:40
Perkebunan kelapa sawit (The Washington Post via Getty Images)
Foto: Perkebunan kelapa sawit (The Washington Post via Getty Images)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Sejumlah saham emiten yang bergerak di bisnis minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) masih bergerak lesu padahal harga komoditas CPO mulai naik.

Melansir data Refinitiv, harga CPO pada perdagangan kemarin, Kamis (11/1/2024), menguat 0,08% ke posisi MYR 3.794 per ton.  Harga tersebut adalah yang tertinggi sejak 4 Desember 2023.

Penguatan tersebut memperpanjang tren positif harga CPO menjadi enam haru beruntun dengan penguatan mencapai 4,8%. Pada perdagangan hari ini, Jumat (12/1/2024) pukul 09:52 WIB, , harga CPO masih menguat 0,69% ke posisi MYR 3.820 per ton 

Sayangnya, harga komoditas CPO yang mulai menanjak malah belum diapresiasi dengan positif harga saham-nya. Pergerakannya rata-rata saham CPO kemarin hingga pukul 11.30 WIB hanya menguat tipis, yang naik nyaris 2% hanya saham PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT), sementara saham PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) terkoreksi -0,93%.

Secara tahunan, tren mayoritas harga saham CPO malah masih dalam penurunan, rata-rata sudah anjlok lebih dari 10%.

Sebut saja, saham PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) dan PT Sumber Tani Agung Resources Tbk (STAA) dalam setahun turun nyaris 20%, kemudian disusul saham PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) ambles 17,42% dan PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) turun -14,52%. Pergerakan harga saham CPO lainnya secara lebih rinci terlihat pada tabel berikut :

Gerak saham CPO yang belum terlalu atraktif ini ditengarai akibat dari permintaan yang belum atraktif, sementara produksi secara tidak terduga malah meningkat padahal El-Nino masih terjadi di Indonesia.

Permintaan Belum Atraktif, Produksi CPO Malah Meningkat

Melansir data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) hingga Oktober 2023, produksi CPO malah naik 9,2% menjadi 4.52 juta ton dibandingkan bulan sebelumnya. Demikian juga dengan produksi Palm Kernel Oil (PKO) naik 9,1% secara bulanan jadi 430.000 ton.

Produksi yang meningkat ini faktanya belum bisa diiringi dengan kenaikan permintaan. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Budi Santoso menyebut ada penurunan permintaan CPO dari India, Tiongkok dan Uni Eropa.

"Peningkatan produksi CPO dunia tidak diimbangi dengan peningkatan permintaan," ujar Budi dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (17/12/2023).

Impor ke Eropa terutama turun karena ada kebijakan Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR) yang mendiskriminasi produk hasil olahan CPO. Alhasil, Indonesia menjadi tidak bisa mendapat akses pasar ke negara-negara di Eropa.

Menilai dari hal tersebut, kenaikan harga CPO beberapa hari terakhir nampaknya masih belum terlalu solid. Imbasnya, tren pelemahan harga komoditas tersebut masih ada potensi berlanjut.

Tren Pelemahan Harga CPO Mengikuti Harga Kedelai dan Minyak Bunga Matahari

Tren penurunan harga CPO juga terjadi mengikuti harga substitusi minyak lainnya yang masih turun seperti minyak kedelai dan minyak bunga matahari.

Melansir data Trading Economics, harga kedelai pada perdagangan hari ini, Kamis (11/1/2024) berada di US$ 1240 per bussel, terapresiasi 0,69% secara harian. Akan tetapi, dalam basis bulanan masih terkoreksi -6,31%, sementara basis tahunan anjlok -18,32%.

Harga komoditas minyak bunga matahari juga masih dalam tren koreksi, secara tahunan harganya sudah anjlok lebih dari 30% ke posisi US$ 820 per ton pada 8 Januari 2024 lalu.

Harga minyak kedelai dan minyak bunga matahari yang cenderung turun ini akan membuat harga jadi lebih murah. Hal tersebut akan membuat, seakan-akan minyak sawit jadi kurang laku karena lebih mahal.

Kapan El Nino Jadi Game Changer?

Produksi yang tidak terduga meningkat, permintaan belum solid, hingga berimbas ke harga CPO yang turun. Sampai kapan ini akan berakhir? Hal ini menjadi bulan-bulanan pelaku pasar, kapan saham CPO akan bangkit lagi?

Salah satu sentimen yang bisa menjadi game changer adalah efek domino dari fenomena El-Nino. Sebagaimana kita tahu, El-nino atau panas berkepanjangan ini sejak tahun lalu telah menyebabkan perawatan tanaman jadi kurang maksimal yang membuat produksi CPO diharapkan melemah.

Ketika produksi melemah, stok juga akan turun, hal ini yang bisa menjadi pendongkrak harga CPO untuk ke depannya.

Melansir dari Business Times, menurut RHB Sekuritas prospek penguatan harga CPO akan terasa di paruh kedua 2024 seiring dengan dampak El-Nino, dengan proyeksi kenaikan harga ke MYR 4000 - 5000 per ton.

Di lain sisi, permintaan domestik untuk CPO diharapkan masih akan kuat mengingat adanya kebijakan pemerintah yang memutuskan untuk meningkatkan campuran bahan bakar nabati (BBN) ke bahan bakar minyak (BBM) biodiesel dari 30% menjadi 35% (B35).

²©²ÊÍøÕ¾Â INDONESIA RESEARCH 

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan ²©²ÊÍøÕ¾ Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(tsn/tsn)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation