
Lapor Pak Jokowi! Belum Ramadan, Harga Beras Sudah Selangit

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Inflasi Februari Indonesia mengalami kenaikan di luar ekspektasi. Hal ini dinilai cukup mengkhawatirkan mengingat inflasi sudah naik bahkan sebelum Ramadhan datang.
Hari ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data inflasi Februari 2024 secara year on year (yoy) sebesar 2,75%.. Sementara inflasi secara month to month (mtm) sebesar 0,37%. Jika dilihat lebih rinci, tingkat inflasi bulanan Februari 2024 lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya dan bulan yang sama di tahun lalu.
Kenaikan inflasi ini sudah diperkirakan oleh pasar sebelumnya. Konsensus pasar yang dihimpun ²©²ÊÍøÕ¾ dari 11 institusi memperkirakan inflasi Februari 2024 akan mencapai 0,25% dibandingkan bulan sebelumnya. Hasil polling juga memperkirakan inflasi secara tahunan akan berada di angka 2,63% pada Februari. Inflasi inti (yoy) diperkirakan mencapai 1,7% (yoy).
Sebagai catatan, inflasi pada Januari 2024 tercatat 2,57% (yoy) dan 0,04% (mtm) sementara inflasi inti mencapai 1,68% (yoy).
Kenaikan inflasi secara bulanan pada Februari kali ini menjadi perhatian pelaku pasar mengingat angka 0,37% adalah yang tertinggi sejak 2013 yang berada di angka 0,76%. Angka tersebut juga jauh di atas rata-rata inflasi Februari dalam lima tahun sebelumnya yakni 0,09% (mtm).
Inflasi Februari ini didorong oleh kelompok bahan makanan, antara lain beras, cabai merah, daging ayam, tomat, dan bawang putih, serta gula pasir. Di luar makanan dan minuman, BPS mencatat emas perhiasan, angkutan udara dan kontrak rumah turut memberikan andil signifikan.
Hal ini selaras dengan Ekonom Bank Maybank Indonesia, Juniman, menjelaskan komoditas utama penyumbang inflasi adalah harga beras, cabai, gula pasir, minyak goreng, daging sapi, daging ayam, telur dadar, bawang putih, kacang kedelai, rokok filter, dan rokok kretek.
Senada dengan Juniman, Bank Mandiri juga mengatakan peningkatan ini terutama disebabkan oleh kenaikan harga bahan pangan, termasuk beras dan cabai merah.
Terkhusus harga beras yang terus menerus mengalami kenaikan, beras memiliki andil paling besar terhadap inflasi serta lebih besar dibandingkan periode sebelumnya secara bulanan yakni sebesar 0,21% mtm. Lebih lanjut secara yoy dan year to date (ytd), beras juga pimpin andil inflasi terbesar sejumlah 0,67% dan 0,24%.
![]() Sumber: BPS |
Mengacu pada Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional Bank Indonesia (BI), harga beras terus melonjak. Pada awal Februari harga beras sebesar Rp14.950/kg dan di akhir Februari melonjak 6,02% ke posisi Rp15.850/kg.
Chief Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto berkomentar bahwa kontribusi harga pangan terhadap inflasi adalah kondisi wajar karena dilihat dari negara lain juga menghadapi masalah serupa. Dari sisi pemerintah, sudah dilakukan berbagai upaya untuk menjaga harga pangan.
Awas, Inflasi Maret Terancam Terbang
Kendati dinilai wajar, namun kekhawatiran pelaku pasar tetap muncul mengingat Ramadhan belum dimulai, tetapi angka inflasi sudah melonjak.
Secara historis, inflasi Indonesia akan mencapai puncak pada Ramadan, terutama menjelang Idul Fitri. Inflasi melonjak karena adanya kenaikan permintaan mulai dari barang hingga jasa, seperti pakaian dan jasa transportasi. Pengecualian terjadi pada 2020 saat pandemi Covid-19 melanda dunia.
Pada Maret 2020 inflasi bulanan hanya naik sebesar 0,1% dan pada April 2020 tercatat 0,08%. Alasan dibaliknya yakni akibat pandemi Covid-19 yang berdampak kepada daya beli masyarakat yang turun.
Kembali ke inflasi Februari, kenaikan inflasi dipicu oleh harga beras. Untuk diketahui, lonjakan harga beras dan sejumlah pangan yang menanjak pada Februari perlu diwaspadai. Pasalnya, Indonesia sudah memasuki bulan Ramadan pada 11 Maret mendatang.
Bila harga pangan belum juga turun maka inflasi Maret bisa semakin melonjak mengingat besarnya permintaan harga pangan.
Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah juga menegaskan bahwa pada momen Ramadan harga beberapa komoditas diperkirakan meningkat. Beberapa komoditas diperkirakan semakin mahal dipicu oleh kemungkinan dimulainya musim kemarau dan penurunan produksi beras di Indonesia. Dia menyebut apabila harga beras naik, maka juga akan mendorong inflasi secara umum.
Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengungkapkan kenaikan harga bahan pangan lainnya menjadi perhatian pemerintah, yakni bawang putih, cabai merah, daging ayam dan telur. Kenaikan ini terjadi jelang Ramadan dan Idul Fitri, maka Sri Mulyani berharap volume makanan harus segera stabil agar inflasi secara keseluruhan bisa terjaga rendah.
Menanggapi hal ini, Bank Danamon mengungkapkan bahwa dalam mengantisipasi lonjakan harga pangan, Bank Danamon memperkirakan inflasi umum mendekati 3,0% yoy dalam dua bulan ke depan.
Inflasi pangan dan kenaikan harga beras menjadi salah satu perhatian besar Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pemerintah meyakini inflasi bahan pangan bergejolak atau volatile food turun pada Maret 2024, dipengaruhi ketersediaan pasokan dan mulai turunnya harga jual.
"Dengan pasokan yang akan terpenuhi dan tren harga mulai turun, kami yakin akan turun jatuh volatile food," kata Sekertaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (1/3/2024)
Inflasi volatile food sebagaimana diketahui mencapai 8,47% (year on year/yoy) pada Februari 2024, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS). Angka ini naik dari catatan bulan sebelumnya di level 7,22%.
Angka inflasi volatile food itu sendiri menjadi yang tertinggi sejak Oktober 2022, dipengaruhi oleh inflasi beras yang mencapai 5,32% dengan andilnya paling signifikan, mencapai 0,21%.
Susiwijono menjelaskan, kenaikan inflasi volatile food pada Februari 2024 memang dipengaruhi permasalahan pasokan sepanjang tahun ini akibat menyusutnya lahan padi efek fenomena panas berlebih atau el-nino.
Kondisi itu mengakibatkan produksi beras pada periode Januari-April 2024, berdasarkan prediksi BPS anjlok 17,52% atau sebesar 2,28 juta ton dari 12,98 juta ton pada Januari-April 2023 menjadi 10,71 juta ton.
Di sisi lain, impor beras surat diperoleh akibat pembatasan kebijakan ekspor beras di negara produsen utama beras dunia. Realisasi impor beras Bulog tahun ini baru 500 ribu ton, dari kuota 3,6 juta ton.
"Suplai kita memang agak bergeser karena panen bergeser, dan realisasi impor untuk penguatan cadangan impor belum semua terealisasi," tutur Susiwijono.
Meski begitu, ia menekankan, berdasarkan perhitungan Badan Pangan Nasional (Bapanas) akan terjadi panen beras di dalam negeri sebanyak 3,5 juta ton pada Maret 2024, membuat ketersediaan pasokan akan memenuhi kebutuhan bulanan konsumsi beras di kisaran 2,5 juta ton.
"Sehingga Maret akan ada tren penurunan harga. Harga internasional pun mulai turun. Jadi dua sisi, supply domestik dan impor kita harga nya trennya akan turun, jadi inflasi pangan di bulan depan akan lebih baik terkendali," ucap Susiwijono.
Kendati begitu, Susiwijono enggan mengungkapkan proyeksi besaran penurunan volatile food pada Maret 2024. Dia hanya memastikan tidak akan lagi bergerak di kisaran 8% seperti catatan bulan ini, dan inflasi umum pun masih akan terkendali di kisaran 2,8%.
"Kita masih yakin mungkin kemarin hitungan kita masih terkendali paling tinggi 2,8% sampai akhir tahun," tegas Susiwijono. Inflasi umum per Februari 2024 ialah 2,75%.
²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)