²©²ÊÍøÕ¾

Petasan: Tradisi Perayaan China, Merambah ke Majapahit hingga Lebaran

Tim Riset, ²©²ÊÍøÕ¾
09 April 2024 16:00
Warga memukul bedug saat merayakan malam takbiran di Kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (4/6/2019). Sejunlah Ratusan warga sekitar Tanah Abang merayakan malam takbiran dengan memukul bedug, menyalakan petasan dan kembang api. Tradisi ini selalu dilakukan setiap malam takbiran. Mereka tak henti-hentinya menyalakan kembang api dan petasan. Mereka ada juga yang keliling dengan menggunakan bis. Tradisi ini diikuti oleh berbagai macam usia baik pria mau pun wanita. Lalu lintas disekitar lokasi macet karena mereka memberhentikan mobil ketika ingin menyalakan petasan.  (²©²ÊÍøÕ¾/Andrean Kristianto)
Foto: Malam Takbiran di KB. Melati, Tanah Abang, Jakarta (4/6/2019). (²©²ÊÍøÕ¾/Andrean Kristianto)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾- Petasan adalah benda yang tak asing bagi masyarakat Indonesia, khususnya saat momen-momen tertentu seperti Ramadan dan Lebaran.

Namun, tahukah kamu bagaimana sejarah petasan bisa menjadi momen-momen penting bagi masyarakat Indonesia?

Menilik ke belakang, petasan pertama kali ditemukan oleh bangsa Tiongkok pada abad ke-9.ÌýAwalnya, petasan digunakan sebagai alat peringatan dan pertanda keberhasilan dalam berbagai acara, seperti pernikahan, upacara kematian, dan perayaan keagamaan.

Pada abad ke-15, saat bangsa China perantauan datang ke Indonesia untuk berdagang, sejarah petasan dan kembang api pun mulai terbentuk.

Di Indonesia, penggunaan petasan telah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit saat teknologi senjata bubuk mesiu diintroduksi, bahkan dianggap sebagai bagian dari ritual keagamaan dan upacara adat.

Di Jawa, petasan digunakan dalam upacara selamatan dan pengobatan tradisional.

Petasan saat ImlekFoto: Pexels
Petasan saat Imlek

Pada masa penjajahan Belanda di Indonesia, petasan mulai populer di kalangan masyarakat karena dianggap sebagai simbol perlawanan terhadap kekuasaan penjajah.

Mereka menggunakan petasan sebagai alat perlawanan dengan cara melemparkannya ke arah pasukan Belanda.

Namun, setelah kemerdekaan Indonesia, penggunaan petasan semakin berkembang. Petasan mulai dijadikan sebagai hiburan dan atraksi pada berbagai acara seperti pernikahan, ulang tahun, dan tentunya saat Ramadan dan Lebaran.

Petasan pada saat Ramadan dan Lebaran punya arti tersendiri bagi masyarakat Indonesia.

Selain sebagai hiburan, petasan juga dianggap sebagai simbol kegembiraan dan kemenangan atas bulan puasa dan ibadah selama Ramadan.

Sedangkan pada saat Lebaran, petasan menjadi simbol kebahagiaan dan suka cita setelah menunaikan ibadah puasa selama sebulan penuh.

Membunyikan petasan, sebuah tradisi yang sering dilakukan saat perayaan Lebaran di Indonesia.

Seakan menjadi bagian dari budaya yang sulit dipisahkan, di mana anak-anak dan dewasa sama-sama ikut serta dalam merayakan momen ini dengan melemparkan petasan dan kembang api.

Penjual Melayani pembeli petasan di Pasar Asemka, Taman Sari, Jakarta, Kamis (28/12/2023).Ìý(²©²ÊÍøÕ¾/Tri Susilo)Foto: Penjual Melayani pembeli petasan di Pasar Asemka, Taman Sari, Jakarta, Kamis (28/12/2023).Ìý(²©²ÊÍøÕ¾/Tri Susilo)
Penjual Melayani pembeli petasan di Pasar Asemka, Taman Sari, Jakarta, Kamis (28/12/2023).Ìý(²©²ÊÍøÕ¾/Tri Susilo)

Tradisi menyalakan petasan pada dasarnya telah lama ada di masyarakat Indonesia, dan menjadi semakin populer seiring dengan meningkatnya penggunaan petasan dan kembang api.

Tradisi Membakar Petasan Saat Lebaran di Berbagai Daerah

Bagi sebagian orang, perang petasan adalah cara untuk menghibur diri sendiri dan merayakan momen Lebaran bersama keluarga dan teman-teman.

Ambil perang kembang api dan petasan di Sungai Melawi, Kalimantan Barat sebagai contoh. Merupakan tradisi yang dinantikan oleh masyarakat saat perayaan Idul Fitri.

Meskipun kontroversial karena risiko keamanan yang tinggi, tradisi ini merupakan bagian dari perayaan lebaran yang tak bisa dilewatkan begitu saja.

Tradisi ini bermula dari kebiasaan warga sekitar untuk menyalakan kembang api dan petasan saat malam takbiran, kemudian menjadi terorganisir dengan adanya perlombaan antar kampung.

Perlombaan diadakan di sepanjang Sungai Melawi, setiap kampung memiliki tim yang terdiri dari orang-orang yang ahli dalam membuat dan menyalakan kembang api dan petasan.

Contoh lainnya adalah, Meriam Karbit. Meriam Karbit adalah tradisi unik dalam menyambut Hari Raya Idul fitri di Kota Pontianak, Kalimantan Barat.

Terbuat dari kayu meranti atau mabang, meriam karbit memiliki bobot hingga 500 kg dan diberi pelumas agar kedap air dan suara. Kayu kemudian diredam di Sungai Kapuas untuk memperpanjang usia dan kemudian dicat dan dibungkus dengan kain berbagai motif.

Meriam diisi dengan karbit dan dinyalakan dengan obor.

Tradisi ini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Setiap malam takbiran menjelang Hari Raya Idulfitri, Kota Pontianak menggelar Festival Meriam Karbit yang menarik minat warga dan wisatawan.

Meriam karbitFoto: Pontianak.go,id
Meriam karbit

Ìý

Masyarakat berbondong-bondong memadati pesisir Sungai Kapuas untuk merasakan sensasi menyulut meriam raksasa dengan tangan mereka sendiri.

Setiap kampung di sepanjang Sungai Kapuas mengumpulkan dana secara swadaya untuk membuat Meriam Karbit.

Suara keras yang dihasilkan oleh meriam tersebut sering kali menarik perhatian wisatawan untuk melihat langsung permainan tradisional tersebut.ÌýAda sekitar 250 meriam yang tersebar di sepanjang Sungai Kapuas yang saling bersaut dentuman.

Kontroversi Penggunaan Petasan

Meski telah menjadi tradisi, penggunaan petasan saat Ramadan dan Lebaran juga menimbulkan beberapa dampak negatif.ÌýSuara petasan yang keras dapat mengganggu ketenangan masyarakat sekitar, bahkan mengganggu hewan peliharaan.

Terlebih, penggunaan petasan juga berpotensi menimbulkan kebakaran dan kecelakaan. Makanya tidak jarang penyalahgunaan petasan saat lebaran menimbulkan kecelakaan.

Ada banyak kasus ledakan petasan yang berujung kematian.

Salah satunya, Pada Kamis (15/4/2021) terjadi ledakan petasan saat masyarakat di Desa Karangpakis, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang sedang salat tarawih yang menyebabkan satu orang tewas dan satu terluka parah.

Kondisi lokasi ledakan di gudang kembang api di provinsi Narathiwat, Thailand, Sabtu (29/7/2023). (REUTERS)Foto: Kondisi lokasi ledakan di gudang kembang api di provinsi Narathiwat, Thailand, Sabtu (29/7/2023). (REUTERS)
Kondisi lokasi ledakan di gudang kembang api di provinsi Narathiwat, Thailand, Sabtu (29/7/2023). (REUTERS)

Ìý

Ledakan petasan juga merenggut nyawa dua kakak-beradik di Ponorogo (27/4/21) yang hendak menyalakan petasan mercon racikan sendiri di rumah yang akan dinyalakan saat lebaran.

Kita harus menyadari bahwa penggunaan petasan saat Ramadan dan Lebaran dapat mengganggu ketenangan masyarakat sekitar, bahkan merenggut nyawa.

Korban ledakan petasan juga sudah terjadi bahkan sebelum Hari Raya Idul Fitri tahun ini.Ìý Dua anak terluka akibat ledakan petasan saat mereka merakit petasan di Magetan, Jawa Timur, pada Sabtu (6/4/2024). Selain melukai dua anak, ledakan petasan membuat beberapa rumah warga porak poranda.Ìý

Oleh karena itu, sebagai masyarakat yang bertanggung jawab, kita harus bijak dalam menggunakan petasan. Namun, kita juga perlu melestarikan sejarah petasan di Indonesia dan menjadikannya sebagai warisan budaya yang berharga.

Namun, sebagai masyarakat yang cerdas dan bertanggung jawab, kita harus selalu mengutamakan keselamatan dan keamanan dalam setiap aktivitas yang kita lakukan.

²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(mae)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation