²©²ÊÍøÕ¾

Yen Cs Berguguran, Awas! Rupiah Bisa Kena "Tsunami" Tembus Rp 16.000

mae, ²©²ÊÍøÕ¾
13 April 2024 15:00
Mata uang Rupiah, Yuan, dan Won. (²©²ÊÍøÕ¾/Tri Susilo)
Foto: Mata uang Rupiah, Yuan, dan Won. (²©²ÊÍøÕ¾/Tri Susilo)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Mata uang utama Asia berguguran pekan ini. Rupiah terancam mengalami nasib sama pada pekan depan saat perdagangan dibuka kembali.

Merujuk pada Refinitiv, hampir seluruh mata uang Asia ambruk. Pengecualian terjadi pada baht Thailand. Pelemahan terdalam terjadi pada won Korea yang ambles 2,09% disusul dengan yen Jepang yakni 1,09%. Posisi won saat ini adalah yang terendah dalam 17 bulan terakhir.

Mata uang Asia ambruk setelah data-data ekonomi Amerika Serikat (AS) memanas.

Inflasi AS di luar dugaan menanjak ke 3,5% (year on year/yoy) pada Maret 2024, dari 3,2% pada Februari 2024. Inflasi inti - di luar makanan dan energi -stagnan di angka 3,8%.

Data tenaga kerja AS juga menunjukkan ada penambahan tenaga kerja hingga 303.000 untuk non-farm payrolls. Angka ini jauh di atas ekspektasi pasar yakni 200.000.

Lonjakan inflasi AS dan masih panasnya data tenaga kerja AS ini menimbulkan kekhawatiran jika bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) akan menahan suku bunga lebih lama.

Perangkat CME Fedwatch Tool menunjukkan pelaku pasar kini hanya bertaruh 27,3% jika The Fed akan memangkas suku bunga di Juni. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan pada dua pekan lalu yang mencapai 60-70%.

"Devaluasi mata uang Asia terkait erat dengan kebijakan suku bunga di tingkat global," tutur Deniz Istikbal, ekonom Foundation for Political, Economic and Social Research (SETA), kepada Reuters.

Ekonom Citi Bank kepada The Star Malaysia menjelaskan pelemahan mata uang Asing karena pelaku pasar kini semakin merasa tidak pasti kapan The Fed akan memangkas suku bunga.
"Posisi The Fed semakin sulit dan pelaku pasar kini bertanya-tanya kapan suku bunga dipangkas," tutur ekonom Citi dalam catatannya kepada The Star.

Pesimisme pelaku pasar akan pemangkasan suku bunga membuat mereka kembali memborong dolar sehingga indeks dolar menguat tajam. Indeks dolar terbang ke 106,038 pada perdagangan kemarin. Posisi tersebut adalah yang tertinggi sejak 1 November 2023 atau lebih dari lima enam bulan terakhir.

Rupiah Bisa Bernasib Sama
Pasar keuangan domestik tutup hingga Senin pekan depan (15/4/2024) sehingga posisi rupiah belum berubah. 
Pada perdagangan terakhir sebelum libur Lebaran yakni Jumat (5/4/2024), nilai tukar rupiah di posisi Rp 15.840/US$1 atau menguat 0,31%.

Namun, untuk perdagangan di luar negeri, rupiah sudah ambles. Nilai tukar rupiah terpantau melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada sejak Jumat (12/4/2024).

Merujuk pada Google Finance, rupiah sudah menyentuh Rp 16.117,8 per US$1 pada perdagangan kemarin. Sejalan dengan Google Finance, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS untuk Non Deliverable Forward(NDF) pada Jumat siang juga sudah menembus Rp 16.000. Merujuk data Refinitiv, nilai tukar rupiah untuk NDF untuk kontrak 1 bulan tercatat Rp 16.094,86 untuk bid dan Rp 16.113,14 untuk offer.
Rupiah terancam mengalami nasib sama pada pekan depan saat perdagangan dibuka kembali.


Ekonom Bank Maybank Myrdal Gunarto pelemahan rupiah yang sudah menembus 16,000 bisa jadi dikarenakan mekanisme transaksi yang terjadi di pasar luar negeri, seperti di pasar NDF Singapura.

"Rupiah terlihat melemah karena posisi dolar AS yang tengah menguat secara global maupun regional Asia," ujarnya kepada ²©²ÊÍøÕ¾.

Dia menambahkan pergerakan rupiah bisa saja mengikuti tren global saat ini yakni melemah karena dolar AS yang begitu kuat.

Menurutnya, secara fundamental, tren permintaan dolar AS di dalam negeri memang dalam tren yang meningkat untuk impor BBM maupun bahan pangan yang secara permintaan kebutuhannya meningkat untuk menghadapi faktor musiman Lebaran.

Kenaikan permintaan juga disebabkan harga komoditas global untuk energi maupun pangan saat ini tengah menanjak.

"Untuk Selasa (16/4/2024) rupiah kemungkinan akan bergerak menyesuaikan dengan tren penguatan dolar AS secara global, dimana investor global akan melakukan aksi outflow dengan profit taking di pasar obligasi domestik," ujarnya.

Di sisi lain, permintaan dolar akan tetap tinggi karena permintaan dari pelaku pasar seperti importir BBM maupun pangan, serta importir korporat.

Mereka membutuhkan dolar AS untuk pemenuhan bahan baku produksi juga akan langsung tancap gas meminta US$ bagi kebutuhan rutinnya pada hari pertama pembukaan perdagangan selepas libur panjang.

²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(mae/mae)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation