
Dolar AS Tembus Rp16.200, 9 Ahli Ramal BI Rate Tak Perlu Naik

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pelaku pasar memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan kembali mengetatkan kebijakan pada bulan ini untuk menjaga nilai tukar rupiah. Sebagian pelaku pasar memperkirakan BI akan mengerek suku bunga acuan sebesar 25 basis points (bps) pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) pekan ini.
Bank Indonesia (BI) akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada pekan ini dan salah satu yang menjadi perhatian yakni suku bunga acuan. Beberapa pelaku pasar meyakini BI masih akan menahan suku bunga, namun sebagian lainnya memproyeksi bahwa BI akan menaikkan suku bunga.
RDG BI akan pada 23 April hingga 24 April 2024. Salah satu yang menjadi perhatian pelaku pasar yakni data suku bunga (BI Rate) yang akan disampaikan BI pada 24 April. Saat ini, suku bunga BI masih berada di angka 6% dan sudah lima bulan beruntun, BI menahan suku bunga.
Sebelumnya, pada RDG BI periode Maret 2024, BI mempertahankan suku bunga di level 6% dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25% dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%.
Keputusan tersebut dilakukan karena fokus kebijakan moneter BI saat ini pada stabilitas makro atau pro-stability, yaitu untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2024.
Selain itu, keputusan kebijakan tersebut juga didasari dari kondisi perekonomian global yang tak kunjung membaik, berimplikasi pada masih besarnya ketidakpastian di pasar keuangan. Misalnya, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang masih tetap kuat ditopang oleh permintaan domestik.
Kendati BI rate sudah berada di level yang cukup tinggi bahkan level saat ini sama dengan Juli 2019 atau hampir lima tahun lalu, namun nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tak kunjung dapat teratasi.
Sepanjang Maret 2024, rupiah terpantau turun sebesar 0,89% dan sepanjang April 2024 (hingga 22 April) terpantau rupiah ambles 2,4%.
Hal ini terjadi di tengah indeks dolar AS (DXY) yang mengalami apresiasi sepanjang tahun ini.
Dari awal tahun hingga 22 April 2024, DXY terpantau menguat sebesar 4,68% dengan kenaikan 0,37% sepanjang Maret dan 1,46% sepanjang April.
Kuatnya DXY memberikan tekanan bersamaan dengan data ekonomi AS yang masih cukup solid dan situasi geopolitik khususnya di Timur Tengah antara Iran dan Israel yang cukup memberikan kekhawatiran bagi pelaku pasar.
Oleh karena itu, kenaikan BI rate menjadi salah satu solusi untuk mengatasi pelemahan rupiah yang terjadi cukup signifikan dalam waktu singkat.
Ekonom Bank Danamon, Irman Faiz mengatakan jika BI membuka peluang untuk kenaikan suku bunga, maka investor asing dapat masuk ke pasar keuangan domestik sehingga pelemahan rupiah dapat ditahan.
"Kalo kita lihat ketidakpastiannya masih tinggi sehingga untuk cover risk premiumnya butuh lebih tinggi. Namun kalau BI open untuk sinyal kenaikan bunga bisa ditempuh, investor asing juga akan gerak masuk duluan ke pasar keuangan domestik sehingga setidaknya dapat menahan pelemahan rupiah lebih lanjut," papar Faiz.
Namun berbeda halnya dengan Faiz, Kepala Ekonom BCA, David Sumual mengatakan bahwa situasi saat ini belum dibutuhkan untuk kenaikan suku bunga mengingat ekspektasi inflasi ke depan masih dalam rentang yang sama.
"Ke depan bisa saja kenaikan suku bunga BI rate bisa jadi salah satu opsi, kalau dalam beberapa waktu ke depan rupiah masih dalam tekanan dan bank sentral AS (The Fed) semakin hawkish. Tapi sejauh ini ekspektasi inflasi ke depan masih dalam rentang yang sama," ujar Sumual.
Sebagai catatan, inflasi Indonesia periode Maret berada di angka 3,05% year on year/yoy. Hal ini masih dalam target inflasi BI sepanjang 2024 yakni di angka 1,5-3,5%.
Senada dengan Sumual, Ekonom Senior Samuel Sekuritas, Fithra Faisal memperkirakan BI belum perlu dalam menaikkan suku bunga apalagi di tengah deeskalasi yang terjadi di Timur Tengah.
Namun pengambilan sikap hike rate dapat dilakukan jika tensi geopolitik memanas.
"Triple Intervention yang ada saat ini masih cukup memadai sehingga BI belum perlu menaikkan suku bunga," kata Faisal.
Ia pun menambahkan bahwa cadangan devisa (cadev) Indonesia masih cukup banyak. Maka dari itu, cadev dapat digunakan sebesar US$2 miliar setiap bulannya hingga Juni 2024 untuk membuat rupiah menguat hingga 100-150 basis poin (bps).
Untuk diketahui, cadev Indonesia saat ini berada di angka US$140,4 miliar atau turun US$3,6 miliar dari periode Februari 2024.
Perihal cadev Indonesia yang masih cukup memadai ini juga sempat disampaikan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
"Terkait kurs kita monitor dulu karena kurs ini kan bukan sesuatu yang kita harus respons daily bases dan kita lihat cadev di BI masih besar jadi tidak ada yang perlu kita khawatirkan," ujarnya terkait Perkembangan Isu Perekonomian Terkini di Gedung Ali Wardhana, Jakarta (18/4/2024).
Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia Destry Damayanti dalam kesempatan lain juga mengatakan bahwa fundamental perekonomian domestik tidak ada masalah hingga likuiditas dolar masih cukup terjaga.
"Liquidity dolar ample. Kita punya cadev US$ 140 miliar, artinya oke ini cuma ini nervous," terangnya.
²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)