²©²ÊÍøÕ¾

Dolar AS Kembali Perkasa, Mayoritas Mata Uang Asia Terkapar

Chandra Dwi, ²©²ÊÍøÕ¾
09 May 2024 17:15
U.S. Dollar and Chinese Yuan banknotes are seen in this illustration taken January 30, 2023. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration
Foto: REUTERS/DADO RUVIC

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Mayoritas mata uang Asia terpantau melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (9/5/2024), di tengah perkasanya kembali dolar AS dan naiknya kembali imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS.

Menurut data Refinitiv per pukul 14:25 WIB, dari sembilan mata uang Asia, terpantau hanya tiga yang berhasil melawan The Greenback (dolar AS), yakni baht Thailand, ringgit Malaysia, dan peso Filipina.

Sementara untuk perdagangan mata uang rupiah Indonesia pada hari ini tidak dibuka karena sedang libur dalam rangka Hari Kenaikan Yesus Kristus.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang Benua Kuning (Asia) pada perdagangan hari ini.

Dolar AS kembali menguat setelah beberapa hari terakhir cenderung merana. Per pukul 14:25 WIB, indeks dolar AS atau DXY terpantau naik tipis 0,07% ke posisi 105,614.

Tak hanya dolar AS yang kembali menguat, yield obligasi pemerintah AS (US Treasury) juga kembali naik, yakni sebesar 2,9 basis poin (bp) menjadi 4,512%.

Perkasanya kembali dolar AS dan naiknya kembali yield Treasury disebabkan karena investor masih mencari kejelasan mengenai jalur suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).

Sementara itu, menurut alat Fedwatch CME Group, para pelaku memperkirakan 65% peluang bank sentral AS memangkas suku bunga setidaknya 25 bp pada September, naik dari sekitar 54% pada minggu lalu.

Investor global juga tengah mencerna sejumlah pernyataan dari pejabat The Fed. Presiden The Fed Boston Susan Collins mengatakan, kebijakan suku bunga The Fed kemungkinan perlu tetap pada level saat ini sampai inflasi bergerak 'berkelanjutan' menuju target bank sentral sebesar 2%.

Namun, ia menekankan perlunya ekonomi AS untuk mengalami moderasi lebih lanjut untuk mengurangi tekanan harga yang diperkirakan akan terjadi di bulan-bulan mendatang.


"Ini akan memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya untuk mengembalikan inflasi ke tingkat target Fed sebesar dua persen," ucap dia.

Sementara di Asia, ada beberapa indikator dan peristiwa ekonomi yang menggerakkan pasar pada hari ini yang perlu diperhatikan oleh investor, termasuk data perdagangan China.

Surplus neraca perdagangan China melonjak pada April 2024, didorong oleh tumbuhnya ekspor yang melampaui pertumbuhan impor.

Berdasarkan data dari Biro Statistik Nasional (NBS), China melaporkan surplus neraca perdagangan meningkat jadi US$ 72,35 miliar pada April 2024, naik dari US$ 58,55 miliar pada Maret lalu.

Meski mengalami kenaikan, tetapi surplus neraca perdagangan ini lebih rendah bila dibandingkan proyeksi analis dalam survei yang memperkirakan surplus US$ 77,5 miliar. Sementara itu, neraca perdagangan dalam yuan tercatat naik menjadi 513,45 miliar yuan dari 415,86 miliar yuan.

Kenaikan surplus didorong oleh ekspor dan impor yang kembali tumbuh setelah mengalami kontraksi pada bulan sebelumnya. Ini menandakan peningkatan permintaan di dalam dan luar negeri dalam mendorong pemulihan ekonomi.

Ekspor China tercatat tumbuh 1,5% pada April 2024 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy), sejalan dengan perkiraan para ekonom dalam jajak pendapat Reuters. Ekspor berbalik dari kontraksi 7,5% pada Maret lalu.

Sementara itu, impor meningkat 8,4% pada April 2024, melampaui perkiraan kenaikan 4,8% dan membalikkan penurunan 1,9% pada Maret. Pada kuartal pertama, impor dan ekspor naik 1,5% yoy.

²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(chd/chd)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation