
Starlink Masuk RI Banting Harga, Ini Dampaknya ke TLKM, EXCL, dan ISAT

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Layanan internet satelit milik Elon Musk, Starlink resmi diluncurkan di Indonesia. Kehadiran Starlink membawa perubahan penting di industri telekomunikasi lantaran bisa menjangkau daerah pedesaan dan terpencil dengan kecepatan tinggi.
Menurut data APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), penetrasi internet di Indonesia sebenarnya sudah tinggi, mencapai 79,5% di mana 95% penduduknya menggunakan data seluler untuk akses internet.
Namun, kecepatan internet seringkali menjadi penghambat. Berdasarkan Speedtest Ookla hingga April 2024, kecepatan internet di RI berada di urutan cukup bawah, untuk fiber optic berada di nomor 126 dari 181 negara, sementara mobile data di peringkat 95 dari 144 negara.
Perbandingan kecepatan internet Indonesia saat ini masih setara dengan negara-negara di Afrika seperti Rwanda atau Maroko.
Kecepatan internet di dalam negeri juga belum merata, apalagi untuk daerah 3T. Oleh karena itu, kehadiran Starlink menjadi salah satu solusi untuk mengatasi pemerataan kecepatan internet.
Starlink, Penguasa Orbit
Starlink merupakan anak perusahaan, yang sepenuhnya dimiliki SpaceX. Bisnisnya bergerak di bidang penerbangan luar angkasa dan pembuatan roket. Spesialisasinya dalam hal luar angkasa, membuat Starlink menjadi perusahaan yang mewakili evolusi signifikan dalam teknologi internet satelit dengan penempatan Low Earth Orbit (LEO).
Teknologi satelit LEO ditempatkan dengan jarak antara 500 km - 2000 km di atas bumi, jauh lebih dekat dibandingkan satelit tradisional seperti Viasat yang beroperasi di Orbit Geostasioner (GEO) di ketinggian 35.786 km dari atas garis khatulistiwa.
![]() Gambaran penempatan satelit LEO |
Perbedaan ketinggian ini membuat latensi lebih rendah, yang membuat Starlink diklaim lebih responsif dan lebih cepat. Tak sampai situ, teknologi ini juga diklaim mampu menyediakan jangkauan internet dari berbagai lokasi geografis, termasuk lokasi daerah terpencil dan pedesaan yang sulit dijangkau seperti di Indonesia.
Saat ini, Starlink terbilang merupakan penguasa orbit lantaran sering meluncurkan satelit menggunakan roket miliknya sendiri. Sebagai gambaran seberapa besar dominasinya, dari kurang lebih 7.500 satelit yang ada di orbit, Starlink tercatat menguasai 60% atau sekitar 5.800 satelit
Meskipun menyediakan akses internet yang tersambung langsung ke satelit, Starlink tetap membutuhkan pintu masuk internet di bumi. Saat ini, infrastruktur yang disebut sebagai "gateway" ini disediakan oleh Telkom untuk wilayah Indonesia.
PT Telkom Satelit Indonesia (Telkomsat), anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) telah bekerja sama dengan Starlink sejak 2021 dan telah menggelar layanan backhaul Starlink sejak 2022 lalu. Telkom diketahui telah membangun 9 gateway yang sudah mencakup seluruh daerah di Indonesia untuk masyarakat menikmati layanan internet Starlink.
Lantas Bagaimana Harga Starlink Vs Pemain Lokal?Â
Baru-baru ini Starlink akhirnya mengumumkan sudah lulus uji ULO (Uji Laik Operasi) dan mendapat izin untuk beroperasi di Indonesia. Starlink menawarkan biaya layanan Rp750.000 per bulan, dengan perangkat keras-nya seharga Rp7,8 juta.
Untuk pembelian awal, Starlink masih memberikan diskon pemesanan hingga 40% untuk perangkat keras. Namun, perlu diakui, jika dibandingkan dengan pemain lokal, harga yang ditawarkan layanan internet besutan Elon Musk ini relatif lebih mahal.
Perbedaan harga lebih lebar ini membuat dampak Starlink terhadap penyedia internet jaringan tetap tidak akan besar. Namun, untuk jangka panjang tentu tetap ada peluang strategi predatory pricing oleh Starlink. Strategi "bakar uang" yang kemudian bisa memicu "perang harga" tentu bisa berdampak negatif ke industri lokai dan para pemain lokal seperti TLKM, PT Link Net Tbk (LINK), PT First Media Tbk (KBLV), PT Indosat Tbk. (ISAT), dan PT PT XL Axiata Tbk. (EXCL).
Pasalnya, pemain lokal yang mengandalkan fiber optic dan BTS sebagaimana diketahui memerlukan biaya yang cukup besar untuk operasional lantaran perlu membangun infrastrukturnya terlebih dulu, sedangkan Starlink yang sudah mengorbitkan ribuan satelit-nya cenderung tidak mengucurkan investasi apapun untuk menggelar internet di RI.
²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH
Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan ²©²ÊÍøÕ¾ Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(tsn/tsn)