
Benarkah Perubahan Iklim Penyebab Turbulensi Makin Sulit Dihindari?

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pesawat Singapore Airlines SQ321 mengalami pendaratan darurat di Bangkok, Thailand, Selasa sore waktu setempat, setelah mengalami turbulensi hebat melanda perjalanan pesawat tujuan London ke Singapura itu.Â
¶Ù¾±±ô²¹±è´Ç°ù°ì²¹²ÔÌýdua orang tewas, di mana satu meninggal di dalam pesawat dan satu lagi meninggal di rumah sakit Thailand.
Fenomena turbulensi di dunia aviasi atau pesawat memang tidak dapat dihindari karena fenomena ini terjadi di udara yang memang dilewati oleh pesawat.
Menurut Simon King, ahli meteorologi BBC Weather yang juga mantan perwira Royal Air Force, menyebut sebagian besar turbulensi terjadi di awan di mana terdapat arus udara naik dan turun.
Sebagian besar turbulensi ini tergolong ringan, tetapi saat terjadi di awan yang lebih besar, seperti halnya awan badai Cumulonimbus, pergerakan udara yang kacau dapat menyebabkan turbulensi tingkat sedang atau bahkan parah.
Ada jenis turbulensi lain yang disebut turbulensi "udara jernih". Sesuai namanya, turbulensi ini terjadi di tempat tanpa awan dan tidak bisa dilihat. Turbulensi jenis ini jauh lebih merepotkan karena sangat sulit dideteksi.
Turbulensi Jernih
Turbulensi udara jernih didefinisikan oleh badan penerbangan Amerika Serikat (AS) Federal Aviation Administration (FAA) sebagai turbulensi parah yang tiba-tiba terjadi di wilayah tak berawan yang menyebabkan hentakan pesawat yang hebat.
"Hal ini sangat menyusahkan karena sering ditemui secara tak terduga dan seringkali tanpa petunjuk visual untuk memperingatkan pilot akan bahaya tersebut," tambah FAA dalam sebuah dokumen di situsnya.
Badan tersebut mengatakan turbulensi udara jernih biasanya ditemukan di dekat aliran jet dan terkait dengan pergeseran angin (wind shear), merujuk perubahan kecepatan atau arah angin secara tiba-tiba. Turbulensi ini juga biasanya ditemukan pada ketinggian 30.000-60.000 kaki.
"Turbulensi terus menjadi penyebab utama kecelakaan dan cedera meskipun tingkat kecelakaan penerbangan terus meningkat," kata Dewan Keselamatan Transportasi Nasional AS dalam laporan tahun 2021.
Perubahan Iklim Buat Turbulensi Makin Meningkat
²Ñ±ð²Ô²µ³Ü³Ù¾±±èÌý´¡¹ó±Ê,Ìýmerujuk para ahli, turbulensi pesawat yang menyebabkan kematian seorang penumpang dalam penerbangan Singapore Airlines pada hari Selasa, merupakan fenomena kompleks. Namun ini semakin umum terjadi akibat perubahan iklim.
Badai, cuaca dingin dan hangat, serta pergerakan udara di sekitar pegunungan dapat menyebabkan turbulensi di udara yang dilalui pesawat. Turbulensi juga dapat terjadi pada aliran jet yakni jalan raya, dengan angin kencang yang beredar di seluruh dunia pada garis lintang tertentu.
"Meskipun ahli meteorologi memiliki alat yang sangat baik untuk memperkirakan turbulensi, namun alat tersebut tidak sempurna," kata profesor di departemen penerbangan di Embry-Riddle Aeronautical University di Florida, Thomas Guinn, dikutip Rabu (22/5/2024).
Tahun lalu, para ilmuwan dari Reading University menemukan bahwa turbulensi parah akibat fenomena udara bersih ini telah meningkat sebesar 55% antara tahun 1979 dan 2020 di Atlantik Utara.
Mereka mengatakan bahwa udara yang lebih hangat akibat peningkatan emisi gas rumah kaca mengubah kecepatan angin dalam aliran jet.
Turbulensi jenis ini sangat sulit dinavigasi oleh pilot. Meskipun organisasi meteorologi memberikan peringatan di mana ia mungkin ditemukan, selama penerbangan ia tidak dapat ditangkap atau dilihat oleh sistem radar mereka.
Sementara menurut Prof. Paul Williams, seorang ilmuwan atmosfer di University of Reading, yang ikut menulis penelitian tersebut mengatakan bahwa kita harus berinvestasi dalam sistem prakiraan dan deteksi turbulensi yang lebih baik, untuk mencegah udara yang lebih kasar menyebabkan penerbangan yang lebih bergelombang di udara beberapa dekade mendatang.
Perubahan iklim juga membuat anomali badai di belahan dunia semakin meningkat intensitasnya, berdasarkan data dari badan ilmu iklim PBB (IPCC).
Hal ini disebabkan oleh dua alasan, yakni perubahan iklim menghangatkan lautan yang menyebabkan lebih banyak air menguap, menambah lebih banyak panas dan kelembapan ke udara.
Pada saat yang sama, udara yang lebih hangat dapat menahan lebih banyak kelembapan sehingga menghasilkan angin yang lebih kencang dan curah hujan yang lebih deras akibat badai, yang akan menyebabkan turbulensi yang lebih parah.
Namun, saat ini belum ada bukti jelas bahwa badai tropis di belahan dunia semakin sering terjadi.
Risiko Korban Jiwa Akibat Turbulensi Bisa Diminimalisir
Meski ada kemungkinan bahwa perubahan iklim dapat menyebabkan turbulensi pesawat semakin sulit dihindari, tetapi ada beberapa hal yang dapat mengurangi risiko terjadinya korban jiwa akibat turbulensi.
Salah satunya yakni memakai sabuk pengaman. Menjaga sabuk pengaman Anda tetap terpasang setiap saat saat duduk adalah cara terbaik untuk meminimalkan risiko cedera akibat turbulensi.
Namun, pramugari lebih rentan terhadap risiko tersebut dibandingkan penumpang dan mengalami sekitar 80% cedera terkait turbulensi.
"Kami adalah pihak yang paling mungkin terluka karena kami terus bekerja, mendorong trolley seberat 300 pon, bahkan ketika ada peringatan," kata Sara Nelson, salah satu pramugari United dengan pengalaman lebih dari dua dekade dan presiden United Airlines Asosiasi Pramugari, dikutip dari CNN pada 2022.
Sejatinya, industri penerbangan menanggapi masalah ini dengan sangat serius. Namun transisi ke bahan bakar berkelanjutan harus dipercepat untuk mengatasi krisis iklim dan beberapa peraturan perlu diubah. Misalnya saja kemampuan anak di bawah usia dua tahun untuk terbang di pangkuan orang tuanya.
²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)