
BREN Jadi Korban, Full Call Auction Bikin Bingung & Heran Investor?

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Sistem perdagangan menggunakan full periodic call auction (FCA) kembali diperbincangkan oleh pelaku pasar pasalnya beberapa hari belakangan salah satu saham berkapitalisasi pasar besar pun tak luput dari sistem FCA.
Adapun saham tersebut yakni emiten energi baru dan terbarukan (EBT) milik konglomerat Prajogo Pangestu yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN). Dalam beberapa hari terakhir, memang saham BREN menjadi hangat diperbincangkan oleh pelaku pasar, mengingat kapitalisasi pasarnya yang tergolong besar, tetapi hal tersebut tetap terkena perdagangan FCA.
Sebelumnya, perdagangan saham BREN menggunakan sistem FCA setelah suspensi keduanya kembali dibuka oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa pekan lalu.
Setelah itu, saham BREN pun resmi masuk kedalam papan pemantauan khusus dan juga mendapatkan notasi khusus X, yang berarti saham bersangkutan dalam pemantauan khusus oleh bursa dan perdagangannya menggunakan sistem FCA.
Diketahui sejak saat itu, saham BREN terus mencatatkan koreksi parah hingga nyaris 10% dan bahkan terus mencetak auto reject bawah (ARB) dalam tiga hari beruntun.
Alhasil, BREN yang berkapitalisasi pasar besar hingga berkisar Rp 1.000 triliun ini tentunya membebani Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga sempat menyentuh level psikologis 6.900, level psikologis terendah sepanjang tahun 2024 atau sejak November 2023.
Namun pada perdagangan Senin (3/6/2024) kemarin, saham BREN sempat berhasil bangkit hingga menyentuh auto reject atas (ARA) dan sempat membantu IHSG untuk kembali rebound. Namun pada akhir perdagangan Senin kemarin, BREN kembali berbalik arah ke zona merah dan ambles lebih dari 3%.
Meski sempat bangkit, tetapi karena masih menggunakan sistem FCA, maka investor yang memiliki saham BREN tidak bisa mengamati bid offer sebagaimana perdagangan saham biasa. Fitur yang disajikan bursa hanya IEP dan Indicative Equilibrium Volume (IEV).
Penerapan FCA sepanjang waktu perdagangan telah menimbulkan kekhawatiran tentang potensi ketidakstabilan pasar. Apalagi, kebijakan FCA yang diterapkan sepanjang waktu perdagangan di Indonesia berbeda dengan praktik di negara-negara lain yang umumnya hanya menggunakan metode ini pada pre-opening dan pre-closing.
Di negara lain, penerapan FCA pada waktu terbatas ini bertujuan untuk mengurangi dampak negatif pada pasar dan memberikan waktu bagi investor untuk melakukan penilaian harga yang lebih baik. Sementara di Indonesia, penerapan FCA sepanjang waktu perdagangan justru menimbulkan risiko harga saham menjadi kurang transparan dan meningkatkan risiko bagi investor.
Kebijakan ini memicu keresahan di kalangan investor. Beberapa investor menunjukkan ketidakpuasan mereka dengan mengirimkan karangan bunga sebagai bentuk sindiran kepada BEI.
Sebelumnya pada 25 Maret lalu, BEI resmi meluncurkan Papan Pemantauan Khusus tahap II yang dilaksanakan secara FCA.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, Irvan Susandy menjelaskan ada konsukuensi dari penerapan papan ini. Salah satunya, jika suatu emiten masuk ke papan ini selama satu tahun berturut-turut maka ada kemungkinan sahamnya akan di suspensi oleh bursa.
"Secara aturan umum bagi saham yang masuk ke dalam papan pemantauan dosis secara satu tahun berturut-turut dapat dikenakan suspensi," ungkap Irvan dalam konferensi pers secara virtual.
Ìý
Namun, ia mengatakan, bursa tidak akan serta merta menggembok saham yang setahun mendekam di papan pemantauan khusus tersebut. Melainkan, pihaknya akan melakukan evaluasi terlebih dahulu lebih lanjut terkait sebab ekuitasnya bisa negatif.
Di sisi lain, Irvan mengaku pihaknya telah mensososialisasikan skema perdagangan baru ini kepada para anggota bursa (AB) sehingga diharap pelaksanaan perdagangannya bisa dilaksanakan secara lancar.
"Untuk anggota bursa kurang lebih sudah familiar atas perubahan dari papan pemantauan full periodical auction," jelasnya.
Diketahui, implementasi Papan Pemantauan Khusus bertujuan untuk memberikan segmentasi khusus yang sesuai dengan strategi investasi investor dan meningkatkan likuiditas saham dengan kondisi tertentu sebagai upaya meningkatkan pelindungan investor di Bursa Efek Indonesia.
Pada implementasi full periodic call auction, seluruh saham yang masuk dalam papan pemantauan khusus akan diperdagangkan secara periodic call auction yang terdiri dari 5 sesi periodic call acution dalam satu hari.
Adapun periodic call auction adalah perdagangan dengan permintaan dan penawaran harga yang cocok pada jam tertentu dan ditentukan berdasarkan volume terbesar. Ini berbeda dengan perdagangan reguler yang berlangsung sepanjang jam kerja bursa.
Periodic call auction adalah mekanisme perdagangan dengan kuota bid dan ask yang akan match pada jam tertentu serta pembentukan harga diambil dari lantai dengan volume match terbesar antara bid dan offer.
Mekanisme ini memungkinkan seluruh saham pada papan pemantauan khusus dapat diperdagangkan sampai harga minimum Rp 1. Auto Rejection untuk saham dengan harga Rp 1 - Rp 10 yakni sebesar Rp 1, sedangkan untuk saham dengan harga di atas Rp 10 sebesar 10%.
Sebelumnya,Ìýperiodic call auctionÌýhanya berlaku pada emiten yang masuk salah satu kriteria pemantauan khusus, yaitu emiten dengan likuiditas perdagangan rendah.
Pada kriteria ini, nilai transaksi rata-rata harian saham kurang dari Rp 5 juta dan volume transaksi rata-rata harian saham kurang dari 10.000 saham selama enam bulan terakhir di pasar reguler dan/atau pasar regulerperiodic call auction.
Saham yang masuk dalam papan pemantauan khusus selain karena kriteria itu adalah saham yang diperdagangkan secaraÌýcontinous auctionÌýatau proses tawar-menawar secara berkesinambungan.
Kini, periodic call auctionÌýdiberlakukan secaraÌýfullÌýpada seluruh saham yang masuk dalam papan pemantauan khusus atau 11 kriteria. Saham-saham tersebut dapat diperdagangkan di luar pasar reguler dalam lima sesiperiodic call auctionÌýdalam satu hari pada Senin-Kamis dan empat sesi pada hari Jumat.
Terdapat 11 kriteria saham yang masuk dalam Papan Pemantauan Khusus, yaitu:
1. Harga rata-rata saham selama 6 bulan terakhir di Pasar Reguler dan/atau Pasar Reguler Periodic Call Auction kurang dari Rp51,00;
2. Laporan Keuangan Auditan terakhir mendapatkan opini tidak menyatakan pendapat (disclaimer);
3. Tidak membukukan pendapatan atau tidak terdapat perubahan pendapatan pada Laporan Keuangan Auditan dan/atau Laporan Keuangan Interim terakhir dibandingkan dengan laporan keuangan yang disampaikan sebelumnya;
4. Perusahaan tambang minerba yang belum memperoleh pendapatan dari core business hingga tahun buku ke-4 sejak tercatat di Bursa;
5. Memiliki ekuitas negatif pada laporan Keuangan terakhir;
6. Tidak memenuhi persyaratan untuk tetap dapat tercatat di Bursa sebagaimana diatur Peraturan Nomor I-A dan I-V (public float);
7. Memiliki likuiditas rendah dengan kriteria nilai transaksi rata-rata harian saham kurang dari Rp5.000.000,00 dan volume transaksi rata-rata harian saham kurang dari 10.000 saham selama 6 bulan terakhir di Pasar Reguler dan/atau Pasar Reguler Periodic Call Auction;
8. Perusahaan Tercatat dalam kondisi dimohonkan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), pailit, atau pembatalan perdamaian;
9. Anak perusahaan yang kontribusi pendapatannya material, dalam kondisi dimohonkan PKPU,
pailit, atau pembatalan perdamaian;
10. Dikenakan penghentian sementara perdagangan Efek selama lebih dari 1 hari bursa yang
disebabkan oleh aktivitas perdagangan;
11. Kondisi lain yang ditetapkan oleh Bursa setelah memperoleh persetujuan atau perintah dari Otoritas Jasa Keuangan.
Sejarah Baru: Saham Raksasa Bisa Masuk Full Call Auction
Dengan kasus yang terjadi di saham BREN dalam beberapa hari belakangan, menandakan bahwa saham dengan kapitalisasi pasar besar maupun kecil pun dapat berpotensi masuk ke dalam papan pemantauan khusus dan diterapkan metode perdagangan FCA.
Ini juga menjadi yang pertama kali, suatu saham dengan kapitalisasiterbesar di bursa masuk ke dalam perdagangan FCA.
Kasus BREN ini juga membuat IHSG sulit untuk bangkit, meski ada beberapa saham big cap yang mungkin menguat dan hanya mampu menahan koreksi IHSG.
Jika saja BREN terus anjlok, maka cukup sulit IHSG bisa bangkit meski sudah dibantu oleh saham-saham perbankan raksasa yang juga memiliki kapitalisasi pasar jumbo.
Apalagi saat ini, saham perbankan raksasa pergerakannya masih cenderung volatil dan dalam masa pemulihan setelah beberapa hari terakhir terkoreksi parah.
²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)