
Jokowi Bisa Senyum: Asing Ramai-Ramai Balik ke RI, Bawa Duit Rp 20 T

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Investor asing akhirnya mulai membanjiri pasar keuangan domestik. DerasnyaÌýarus dana asing tercatat untuk pertama kalinya sejak pekan ketiga Mei 2024. Hal ini terjadi pasca kekhawatiran pelaku pasar secara perlahan mulai mereda.
Bank Indonesia (BI) merilis data transaksi 24-27 Juni 2024, bahwa investor asing tercatat beli neto Rp19,69 triliun atau hampir Rp 20 triliun, Net buy terdiri dari beli neto Rp8,30 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), beli neto Rp2,23 triliun di pasar saham, dan Rp9,16 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Total net foreign buy nyaris Rp20 triliun tersebut sangat mengejutkan mengingat hal tersebut terakhir kali terjadi pada pekan ketiga Mei 2024 atau sekitar 1,5 bulan lalu yang sempat tercatat net foreign buy sebesar Rp22,06 triliun dengan didominasi oleh SRBI.
Selama tahun 2024, berdasarkan data setelmen sampai dengan 27 Juni 2024, investor asing tercatat jual neto Rp36,46 triliun di pasar SBN, jual neto Rp9,78 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp123,21 triliun di SRBI.
Pada awal Juni hingga 21 Juni 2024, tekanan jual dari investor asing masih terbilang cukup deras di tengah berbagai ketidakpastian dan sentimen-sentimen yang ada terkhusus di pasar SBN dan saham.
Derasnya capital outflow di pasar keuangan Indonesia menjadi kekhawatiran banyak pihak. Pasalnya, kondisi tersebut ikut membuat rupiah ambruk. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sampai memanggil Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur BI untuk menjelaskan pelemahan rupiah.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Irvan Susandy tak menampik bahwa saham-saham dengan nilai net sell asing terbesar turut membebani kinerja IHSG.
Adapun beberapa hal yang turut mendorong penurunan IHSG dan aksi jual asing, menurutnya adalah sikap hawkish The Fed yang menyebabkan kenaikan imbal hasil (yield) obligasi Amerika Serikat (AS) dan sekaligus memberikan tekanan kepada negara-negara emerging market, termasuk Indonesia.
Selain itu, terdapat data-data ekonomi domestik yang memengaruhi sentimen pasar, di antaranya defisit transaksi berjalan RI yang mengalami kenaikan dari US$1,1 miliar menjadi US$2,2 miliar pada kuartal I-2024, Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur RI turun dari 52,9 menjadi 52,1 pada Mei 2024 dan (iii) Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) RI turun dari 127,7 menjadi sebesar 125,2 pada Mei 2024.
Tidak sampai di situ, kekhawatiran yang sempat datang perihal underweight saham Indonesia oleh Morgan Stanley juga semakin memperburuk kondisi pasar keuangan domestik yang salah satunya dilandaskan akibat potensi defisit fiskal yang melebar disertai dengan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang semakin mendekati 50%.
Pasca berbagai kabar yang kurang baik tersebut, pada pekan lalu diadakan Konferensi Pers terkait Kondisi Fundamental Ekonomi Terkini dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 yang dihadiri oleh Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Anggota Bidang Keuangan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Pemerintahan Thomas Djiwandono atau Tommy Djiwandono mengadakan konferensi pers di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.
Dalam konferensi pers itu, baik pemerintah maupun tim Prabowo menegaskan jika pemerintahan Prabowo-Gibran Rakabuming Raka akan tetap menjalankan APBN 2025 secara prudent, termasuk dengan tetap menetapkan ambang defisit maksimal 3% PDB serta rasio utang terhadap PDB sebesar 60%.
Pernyataan ini menjawab kekhawatiran banyak pihak jika belanja pemerintahan Prabowo akan membuat defisit ke atas 3% dan rasio utang mendekati 60%.
"Rasio utang terhadap PDB yang pernah mungkin beberapa minggu lalu disebut di atas 50% itu tak mungkin," kata Thomas.
Dia mengingatkan defisit RAPBN 2025 masih akan jauh di bawah batas aman rasio utang terhadap PDB sesuai Undang-Undang Keuangan Negara.
Tidak hanya dari sisi fundamental RI, tindakan Bursa Efek Indonesia (BEI) yang dilakukan untuk merevisi beberapa kriteria saham notasi khusus yang dapat berpotensi masuk Full Call Auction (FCA) telah memberikan angin segar bagi IHSG.
BEI telah mengubah beberapa kriteria saham notasi khusus yang dapat berpotensi masuk FCA. BEI pun merevisi kriteria nomor 1, 6, 7 dan 10. Berikut perubahannya:
Pasar keuangan domestik juga semakin diminati oleh investor asing ketika imbal hasil SRBI mengalami kenaikan yang menarik investor asing untuk berinvestasi.
Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam Raker Komisi XI, Senin (24/6/2024) menyampaikan bahwa suku bunga SRBI dinaikkan supaya laku.
"Oleh karena itu, supaya laku ya suku bunga SRBI-nya kami naikkan," kata Perry.
Jika kondisinya membaik, dia memastikan suku bunganya bisa kembali diturunkan. Pada saat gejolak di Maret dan April, BI melakukan lelang SRBI dan menaikkan suku bunga dalam rangka menekan outflow.
![]() Sumber: BCA |
²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)