
Begini Nasib Emiten Batu Bara yang Diversifikasi: ADRO Hingga INDY

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Proses meninggalkan energi fosil terus digencarkan oleh pemerintah RI, sejumlah emiten batu bara bahkan terus menggenjot diversifikasi ke arah bisnis yang lebih ramah lingkungan.
Penggunaan energi batu bara masih belum bisa dilepaskan banyak oleh masyarakat dan dunia. Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) malah menunjukkan penggunaan batu bara mencetak rekor pada 2023.
Data menunjukkan penggunaan energi fosil ini telah melonjak lebih dari enam kali lipat dalam 10 tahun terakhir.
Menurut data lembaga think tank Ember pada 2023, Indonesia dan Filipina mencatat penggunaan batu bara ke rekor tertinggi, melampaui Polandia dan China.
Pada 2023, di Indonesia sektor industri memiliki pangsa tertinggi dalam permintaan energi sebesar 45,60%, diikuti oleh sektor transportasi sebesar 36,74%, rumah tangga sebesar 12,35%, dan komersial sebesar 4,44%, serta sektor lainnya sebesar 0,87%.
Dominasi sektor industri dalam permintaan energi pada 2023 didorong oleh konsumsi batubara dan gas alam dalam sektor industri tersebut. Pangsa batubara dalam konsumsi energi di sektor industri paling tinggi mencapai 56,90%, diikuti oleh gas 21,41%, dan listrik sebesar 12,7%.
Kendati penggunaan batu bara masih tinggi tetapi arah dunia yang menuju energi hijau membuat perusahaan batu bara bersiap diri. Mereka melakukan diversifikasi bisnis.Â
Beberapa emiten batu bara dalam beberapa tahun terakhir terpantau sudah melakukan diversifikasi, ada yang membuat proyek kelistrikan EBT, gasifikasi batu bara, sampai membuat bisnis baru ke motor listrik.
²©²ÊÍøÕ¾ merekap kabar terbaru dari beberapa emiten baru bara yang sudah melakukan diversifikasi bisnis di luar energi fokus, sebagai berikut :
ADRO - Diversifikasi ke proyek kelistrikan EBT
PT Adaro Energy Tbk (ADRO) kini tengah mengembangkan bisnis di beberapa sektor yang mendukung ekosistem hijau di RI, yakni pembangunan smelter aluminium, perluasan pasar batu bara metalurgi, eksplorasi produk mineral hijau, dan pengembangan bisnis EBT.
Adaro membangun aluminium smelter di Kalimantan Utara, tepatnya di Kawasan Industri Hijau Indonesia yang merupakan terbesar di dunia. Menurut data presentasi perusahaan hingga kuartal I-2024, konstruksi smelter aluminium dan infrastruktur masih berjalan sesuai yang diharapkan, tahap satu ditargetkan bisa rampung pada 2025 mendatang dengan kapasitas produksi 500.000 ton per tahun.
Berikutnya, ADRO juga berekspansi bisnis dengan membagun pembangkit listrik tenaga hydro (PTLA) yang berlokasi di area yang sama dengan smelter Alumunium, bernama PLTA Matarang.
PLTA tersebut rencananya bisa memiliki kapasitas terpasang sebesar 1.375 MW dan potensi menghasilkan 9 Terawatt hour (TWh) per tahun. Pembangkit listrik ini ditargetkan bisa beroperasi pada 2030 mendatang.
PLTA ini rencananya akan menggunakan Bendungan Beton Tertutup dengan Batu (Concrete Faced Rockfill Dam - CFRD), yang didesain dengan ketinggian puncak bendungan 235 meter dan panjang puncak 815 meter. Bendungan ini diklaim bakal menjadi salah satu yang tertinggi di dunia.
Proyek kelistrikan lain juga dilakukan ADRO melalui anak usahanya, PT Adaro Power bekerjasama dengan PT Medco Power Indonesia dan PT Energi Baru TBS dalam penyediaan energi melalui energi solar panel.
PT Adaro Power juga bekerja sama dengan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI), dalam pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) berkapasitas 70 MW di Tanah Laut, Kalimantan Selatan.
PLTB tersebut bakal jadi yang pertama di Indonesia dengan teknologi sistem penyimpanan energi baterai atau Battery Energy Storage System (BESS) sebesar 10 MWh.
PTBA - Proyek EBTÂ dan Biomassa
Selanjutnya, ada PT Bukit Asam Tbk (PTBA) juga melakukan diversifikasi melalui proyek kelistrikan EBT. Melalui energi surya, sudah ada tiga proyek PTBA yang sudah berjalan.
Sementara update terkini berdasarkan data laporan presentasi triwulan pertama tahun ini, masih ada empat proyek solar panel yang masih dalam tahap pembangunan dan satu proyek pembangkit listrik tenaga bayu dalam status di bawah internal assessment.
![]() Green Business PTBA |
Selain proyek kelistrikan, PTBA juga melakukan budidaya kaliandra merah di atas lahan seluas 80 hektar (ha) di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Kaliandra merah yang mulai dibudidaya sejak Oktober 2023 tersebut nantinya diolah menjadi wood pellet, bahan bakar campuran batu bara (co-firing) di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
INDY - Produksi Biomasa, Solar Panel, Sampai Motor Listrik
Emiten batu bara berikutnya, ada PT Indika Energy Tbk (INDY) juga melakukan diversifikasi bisnis ke non batu bara. Hal ini sudah dilakukan lebih dari lima tahun lalu.
Pada 2019 tepatnya, INDY mendirikan anak usaha bernama Indika Nature. Perusahaan ini mengelola area lebih dari 170.000 ha, dengan tiga bisnis utama yakni, perkebunan energi yang memproduksi biomassa, bisnis jasa lingkungan yang mengelola keanekaragaman hayati dan Agroforestri & NTFP (Produk Hutan Bukan Kayu).
Lalu pada 2021, INDY meluncurkan usaha patungan dengan Fourth Partner Energy (4PEL), pengembang tenaga surya asal India dengan nama PT Empat Mitra Indika Tenaga Surya (EMITS). Setahun berikutnya, INDY berekspansi lagi memproduksi motor listrik dengan nama brand Alva One.
Aktivitas bisnis hijau yang terlah berlangsung beberapa tahun ini sudah mulai terasa pada pendapatan. Pada akhir 2023, pors bisnis dari non batu bara telah berkontribusi 12% dari total penjualan INDY.
²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)