
Kantong si Kaya & Miskin Sama-Sama Jebol Buat Bayar Cicilan

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pendapatan masyarakat Indonesia semakin tergerus cicilan. Kondisi ini tidak hanya dialami kelas bawah tetapi juga menengah atas.
Data Bank Indonesia (BI) dalam Survei Konsumen Bank Indonesia Juli 2024 mengindikasikan proporsi pembayaran cicilan/utang (debt to income ratio) mengalami peningkatan dari 9,6% pada Juni menjadi sebesar 10,7% Juli 2024.
Dengan porsi cicilan yang meningkat maka masyarakat harus mengurangi porsi tabungannya. Proporsi pendapatan konsumen yang disimpan (saving to income ratio) mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu dari 16,5% pada Juni menjadi sebesar 15,5% pada Juli 2024.
Sementara itu, rata-rata proporsi pendapatan konsumen untuk konsumsi (average propensity to consume ratio) tercatat relatif stabil dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu sebesar 73,8%.
Data BI menunjukkan rata-rata pengeluaran cicilan masyarakat Indonesia terus meningkat dari sekitar 8-9% pada tahun lalu kini menjadi 10,7% pada Juli.
Porsi cicilan saat ini yakni 10,7% adalah yang tertinggi sejak September 2021 atau hampir tiga tahun terakhir.
Pembayaran Cicilan Kelas Menengah Meningkat
Data juga menunjukkan jika pengeluaran cicilan dialami hampir semua kelas masyarakat.
BI membagi pengeluaran dalam tiga kelompok masyarakat yakni mereka yang berpenghasilan Rp 1-2 juta (paling rendah) disusul kemudian dengan kelompok Rp 2,1-3 juta, kelompok Rp 3,1-4 juta, kelompok Rp 4,1-5 juta dan kelompok Rp 5 juta ke atas.
Dari lima kelompok tersebut, hanya kelompok paling bawah yakni Rp 1-2 juta yang tidak mengalami kenaikan cicilan. Proporsi cicilan pada kelompok pengeluaran Rp 1-2 juta sebesar 7,4%. Namun, angka tersebut sudah naik drastis dibandingkan setahun lalu yang ada di kisaran 6%.
Data BI menunjukkan kenaikan proporsi cicilan tertinggi terjadi pada kelompok pengeluaran Rp 4,1-5 juta dan Rp 5 juta ke atas atau yang paling tinggi.
Data juga menunjukkan proporsi cicilan untuk kelas Rp 2-1 juta ke atas juga melonjak drastis.
Bila dibandingkan setahun lalu atau Juli 2023 sudah melesat. Proporsi pengeluaran Rp 2,1-3 juta kini melonjak menjadi 10,1% pada JUli 2024 dari 10,1% pada Juli 2023.
Kelompok pengeluaran Rp 3,1-4 juta naik menjadi 11,7% pada bulan lalu dari 9,8% pada Juli 2023.
Kelompok pengeluaran Rp4,1-5 juta, porsi cicilannya naik menjadi 14,4% pada Juli tahun ini, dari 11,1% pada Juli 2023. Kelompok pengeluaran Rp 5 juta ke atas naik menjadi 17,8% pada Juli tahun ini dari 14,7% pada Juli 2023.
Naiknya cicilan berbarengan dengan turunnya tabungan di semua kelompok pengeluaran. Tidak ada satupun kelompok pengeluaran yang tidak mengalami penurunan porsi tabungan, termasuk yang paling tinggi.
Sementara itu, jumlah pengeluaran untuk konsumsi mayoritas turun. Hanya kelompok pengeluaran Rp 1-2 juta dan Rp 2,1-3 juta yang konsumsinya naik.
Naiknya cicilan dan berkurangnya tabungan mencerminkan adanya penggunaan tabungan untuk membayar cicilan. Kondisi ini kerap terjadi jika masyarakat tidak mendapatkan tambahan pendapatan atau mengalami penurunan pendapatan.
"Konsumsi kelas menengah dan atas stagnan sejak 2022. Ini menunjukkan ada persepsi penurunan pendapatan pada 2024," tutur kepala ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro dalam analisanya.
Pinjol Naik
Besarnya cicilan masyarakat Indonesia juga dikonfirmasi melalui kenaikan kredit konsumsi yang tumbuh 10,4% (year on year/yoy) pada Juni 2024, dari 9,1% pada Juni 2023.
Pinjaman yang disalurkan peer to peer landing atau pinjol juga melesat.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan pembiayaan pinjaman online (pinjol) atau peer-to-peer lending (P2P) hingga akhir Juni 2024 nilai outstanding tumbuh 26,73% (yoy) menjadi Rp 66,79 triliun. Pertumbuhan tersebut lebih cepat dari bulan Mei yang tumbuh 25,44% (yoy) di bulan Mei.
Jumlah penerima pinjol per Mei 2024 menjadi 10.940, naik drastis dai 9.577 pada Januari tahun ini.
²©²ÊÍøÕ¾Â INDONESIA RESEARCH
[email protected]