
Jutaan Lansia Jadi Bom Waktu Bagi RI: Prabowo Mesti Bersiap

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ -ÌýPersoalanÌýageing population atau populasi penduduk yang menua mulai menjadi perhatian serius pemerintah. Nota Keuangan dan Rancangan Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 bahkan secara khusus membahas kondisi tersebut.
Persoalan ageing population belum pernah dibahas secara khusus dalam Nota Keuangan periode sebelumnya. Dalam RAPBNÌý2025 persoalan ageing population dan penanganan lanjut usia (lansia) mulai dibahas. Dokumen tersebut menyebut ageing population menjadi salah satu tantangan terbesar IndonesiaÌý ke depan.
"Indonesia dihadapkan pada tren ageing population sehingga pemerintah perlu mengantisipasi kenaikan kebutuhan fasilitas kesehatan bagi penduduk lansia," tulis dokumen RAPBNÌý2025.
Sebagai catatan, kendati disampaikan Presiden Joko Widodo, RAPBNÌý2025 akan menjadi guidance bagi pemerintahan baru Prabowo Subianto.
Kenaikan kebutuhan fasilitas, salah satunya diwujudkan memperluas Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) untuk melindungi lansia. Pada 2025, ATENSI lansia akan diberikan kepada 37,4 ribu orang. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan 2024 sebanyak 32,6 ribu orang.
Pemerintah juga menaikkan anggaran kesehatan dan perlindungan sosial yang salah satunya akan digunakan untuk kelompok lansia.
Lansia secara umum diartikan sebagai orang-orang yang berusia 65 tahun ke atas, tetapi Undang-Undang (UU) No.13/1998 tentang Kesejahteraan mendefinisikan lansia sebagai orang-orang yang berumur 60 tahun ke atas.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah lansia di Indonesia melonjak 19% dalam lima tahun dari 25,9 juta pada 2019 menjadi 30,84 juta pada 2023.
Prosentase lansia dibandingkan total populasi juga melonjak dari 9,66% pada 2019 menjadi 11,11% pada 2023.
Anggaran Kesehatan dan Perlindungan Sosial: Peningkatan Signifikan
Dalam RAPBN 2025, total anggaran kesehatan dialokasikan sebesar Rp 197,8 triliun, atau 5,5% dari total belanja negara.
Peningkatan anggaran ini sebagian besar ditujukan untuk meningkatkan kualitas dan keterjangkauan layanan kesehatan, mempercepat penurunan stunting, serta mengatasi penyakit menular seperti tuberkulosis (TBC). Langkah ini merupakan bagian dari upaya yang lebih luas untuk memperkuat sistem kesehatan nasional.
Di sisi lain, alokasi anggaran untuk fungsi perlindungan sosial juga mengalami peningkatan yang signifikan, mencapai Rp270,6 triliun, naik 13% dari tahun sebelumnya. Sebagian dari anggaran ini dialokasikan untuk programÌýATENSI yang dirancang untuk mendukung 374 ribu lansia.
Tantangan Kesejahteraan Lansia di Indonesia
Peningkatan anggaran ini tentu merupakan berita baik, tetapi tantangan yang dihadapi oleh lansia di Indonesia masih sangat besar. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada 2023, sekitar 33,16% rumah tangga di Indonesia memiliki anggota lansia, naik dari 27,88% pada 2019.
Meskipun demikian, 10,04% dari populasi lansia masih hidup di bawah garis kemiskinan, menunjukkan bahwa masalah kemiskinan di kalangan lansia masih jauh dari terselesaikan.ÌýSelain itu, tantangan lain yang dihadapi oleh lansia adalah dominasi mereka dalam sektor pekerjaan informal. Sebanyak 85,25% dari lansia yang bekerja masih berada di sektor informal, di mana 76,29% di antaranya merupakan pekerja rentan, dan 17,65% lainnya adalah pekerja tidak tetap. Kondisi ini membuat banyak lansia harus hidup dengan pendapatan yang jauh di bawah upah minimum, rata-rata hanya Rp1,71 juta per bulan.
Kesenjangan antara Kebijakan dan Realitas
Meskipun RAPBN 2025 menunjukkan komitmen yang kuat melalui alokasi anggaran yang besar, ada kesenjangan yang signifikan antara kebijakan yang direncanakan dan kondisi aktual lansia di Indonesia.
Peningkatan anggaran untuk kesehatan dan perlindungan sosial memang penting, tetapi perlu ada langkah konkret lainnya yang lebih terfokus pada peningkatan kesejahteraan ekonomi lansia, seperti peningkatan akses ke pekerjaan formal dan program pensiun yang lebih inklusif.
ÌýLansia sebagai kepala rumah tangga, yang jumlahnya mencapai 55% dari total rumah tangga dengan lansia, menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka. Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak hanya berhenti pada penyediaan layanan kesehatan dan bantuan sosial, tetapi juga mencakup upaya untuk mengangkat kualitas hidup lansia secara keseluruhan, termasuk dalam hal pendapatan dan kesejahteraan ekonomi.
Peningkatan anggaran untuk kesehatan dan perlindungan sosial dalam RAPBN 2025 adalah langkah awal yang positif, tetapi tantangan di depan masih besar. Pemerintah perlu memperkuat implementasi kebijakan di lapangan, memastikan bahwa bantuan dan layanan benar-benar sampai kepada lansia yang membutuhkan. Selain itu, perlu ada upaya lebih lanjut untuk mendorong partisipasi lansia dalam sektor formal, serta memperbaiki sistem perlindungan sosial agar lebih inklusif dan adaptif terhadap kebutuhan lansia.
Dengan populasi lansia yang terus meningkat, perhatian yang lebih besar terhadap kelompok ini dalam RAPBN 2025 adalah suatu keharusan. Namun, kesuksesan kebijakan ini akan sangat bergantung pada sejauh mana implementasi di lapangan dapat menjawab tantangan nyata yang dihadapi oleh lansia di Indonesia. Waktu akan menjadi penentu apakah komitmen ini akan benar-benar membawa perubahan signifikan bagi kesejahteraan lansia di masa mendatang.
²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH
[email protected]
