
Ada Fenomena September Effect di Pasar Saham, Investor Perlu Waspada?

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾Â Indonesia - Investor perlu mengencangkan ikat pinggang menghadapi September yang kurang bersahabat bagi pasar saham. Pasalnya, secara historis seringkali pasar saham anjlok pada bulan ini. Fenomena ini dikenal dengan Black September ²¹³Ù²¹³ÜÌýSeptember Effect.
Fenomena ini muncul karena fakta sejarah di mana pasar saham berada di teritori negatif dan memiliki kinerja paling buruk saat September dibandingkan dengan bulan lainnya.
Mengutip data Equity Clock kinerja indeks S&P 500 paling buruk pada September yakni rata-rata 0,7% dengan penurunan paling tajam tercatat 9,3%.
September Effect dipercaya terjadi karena investor mulai menarik dana untuk mengunci keuntungan dan kepentingan pembiyaan sekolah. Teori lain mengatakan karena adanya penyesuaian dari keuntungan sebelumnya, sehingga ini psikologi pasar secara umum.
Alasan lainnya adalah investor intitusi menjual saham menjelang akhir September saat perdagangan kuartal ketiga berakhir untuk mengunci keuntungan menjelang akhir tahun.Â
Apakah IHSGÂ Terkena September Effect?
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga memiliki kinerja buruk saat September pada sepuluh tahun terakhir. Rata-rata kinerja IHSGÂ pada September dalam sepuluh tahun adalah -1,64%.
Hanya dua kali saja IHSGÂ berada di zona positif yakni 2017 dan 2021, sisanya anjlok. Paling parah terjadi pada 2015 yakni ambruk 6,34%.
Meskipun demikian, September Effect bukanlah fenomena pasti, tergantung dari kondisi pasar. Jika menarik data sejak 20 tahun yang lalu, rata-rata kinerja IHSG pada September menguat 0,25%.Â
Sehingga investor tidak perlu takut menghadapi September karena fenomena tersebut tidak pasti terjadi.
Melihat September 2024, pasar saham Indonesia memiliki beragam sentimen yang bisa membuat IHSGÂ tangguh.Â
Misalnya saja penurunan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal reserve atau The Fed yang memberi angin segar ke pasar.
Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve atau The Fed diperkirakan akan mengakhiri tren suku bunga tinggi dengan melakukan pemangkasan suku bunga,
Berdasarkan perangkat Fedwatch, probabilitas suku bunga The Fed akan turun sebesar 25 basis poin yakni senilai 57%. Sedangkan pasar melihat ada peluang The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin. Adapun probabilitasnya sebesar 43%.
Jika suku bunga The Fed benar-benar turun, diharapkan roda ekonomi dunia akan tergerak karena bunga kredit yang semakin murah diharapkan dapat menggerakkan perusahaan untuk melakukan ekspansi.
Selain itu juga biaya investasi menjadi lebih murah, sehingga dapat pasar saham akan menjadi menarik termasuk IHSGÂ karena potensi keuntungan yang tinggi.
Walau Sentimen Positif, IHSGÂ Rawan Koreksi pada September.
IHSGÂ telah menguat dalam tiga bulan beruntun. Pada Juni IHSGÂ tercatat menguat 1,33%, Juli naik 2,72%, dan Agustus kenaikan 5,72%.
Sehingga melihat kenaikan yang cukup signifikan, IHSG menjadi rawan koreksi pada September. Alasannya adalah investor mulai mengamankan keuntungan mereka ²¹³Ù²¹³ÜÌýprofit taking. Sehingga ada potensi penurunan harga saham.
Selain itu tren harga komoditas mulai melemah, seperti batu bara dan minyak mentah. Hal ini akan berdampak kepada penurunan harga di sektor komoditas.
Hingga pekan pertama September, harga batu bara dunia telah terperosok 1,91%. Sementara harga minyak acuan Brent telah ambruk 8,88% sepanjang September 2024. Hal ini akan menyeret harga saham yang berelasi ke dua komoditas tersebut.
Emiten komoditas batu bara saat ini termasuk yang memiliki nilai kapitalisasi besar sehingga memiliki bobot yang cukup besar ke IHSG. Sehingga penurunan saham-saham batu bara dan minyak dapat berdampak kepada penurunan pasar saham Indonesia pada September.
Faktor ketiga adalah segelintir investor yang menarik modalnya di pasar saham untuk mengamankan risiko pemilihan umum AS, geopolitik, dan pelantikan presiden dan wakil presiden RI.
²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH
(ras/ras)