²©²ÊÍøÕ¾

Newsletter

Perjalanan Pasar Keuangan RI 2024: Diselimuti Awan Gelap

Robertus Andrianto, ²©²ÊÍøÕ¾
31 December 2024 06:15
Sekelompok siswa-siswi melihat layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin, (21/10/2024).
Foto: Sekelompok siswa-siswi melihat layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin, (21/10/2024). (²©²ÊÍøÕ¾/Muhammad Sabki)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ÌýIndonesia -ÌýPasar keuangan Indonesia bergerak penuh volatilitas sepanjang 2024. Sentimen seputar suku bunga dan daya beli masyarakat menjadi pendorong utama pasar.

Beragam catatan dan kejadian pasar keuangan akan dibahas padaÌý±·±ð·É²õ±ô±ð³Ù³Ù±ð°ùÌýkali ini. Pada halaman pertama akan disuguhkan catatan perdagangan pasar saham selama setahun dan halaman kedua catatan perjalanan nilai tukar rupiah.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat pada akhir perdagangan Senin (30/12/2024), di mana pada merupakan perdagangan terakhir di 2024.

IHSG ditutup menguat 0,62% ke posisi 7.079,9. IHSG masih berada di level psikologis 7.000. Sementara sepanjang tahun indeks utama pasar saham Indonesia terkoreksi 2,65%, sekaligus menjadi performa terburuk sejak 2020 (era pandemiÌýCovid-19).

Meskipun menutup tahun di zona negatif, IHSGÌýsempat mencatatkan harga tertinggi sepanjang masa di 7.905,39 pada 19 September 2024. Sedangkan titik terendah di 6.726,92 pada 19 Juni 2024.

Nilai transaksi indeks pada perdagangan terakhir 2024 mencapai sekitar Rp11 triliun dengan melibatkan 23 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1 juta kali. Sebanyak 338 saham menguat, 251 saham melemah, dan 210 saham stagnan.

Secara sektoral, sektor teknologi menjadi penopang terbesar IHSG di perdagangan terakhir 2024 yakni mencapai 3,01%.

Sementara dari sisi saham, emiten teknologi PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) menjadi penopang terbesar IHSG yakni mencapai 13,8 indeks poin.

Selain itu, ada pula tiga emiten konglomerasi Prajogo Pangestu yakni PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA), PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), dan PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) masing-masing sebesar 11,2, 2,9, dan 1,9 indeks poin.

IHSG menutup perdagangan terakhir 2024 di level psikologis 7.000, tepatnya di level 7.079-an. Sayangnya, IHSG gagal untuk berakhir di level psikologis 7.100.Ìý

Pergerakan pasar saham tanah air tahun iniÌýmeninggalkan berbagai catatan. Bahkan ada sejumlah aturan bahkan sempat mengundang "kemarahan" investor karena dinilai merugikan.

Sepanjang 2024, BEI mengeluarkan sejumlah regulasi baru yang sempat mengguncang pasar saham, mulai dari Full Call Auction (FCA), short selling, hingga single stock futures.

Penerapan Full Call Auction (FCA) menjadi perhatian khusus para investor maupun trader pada tahun ini. FCA yang diimplementasikan sejak 25 Maret 2024 dan merupakan kelanjutan tahap I (hybrid call auction) yang sudah diterapkan pada 12 Juni 2023, sempat di kecam oleh beberapa pelaku pasar. Tak sedikit pula investor yang protes atas kebijakan metode FCA ini.

Mula keributan FCA terjadi usai suspensi saham Energi Baru dan Terbarukan (EBT) milik konglomerat Prajogo Pangestu yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) kembali dibuka pada perdagangan sesi I Rabu (29/5/2024).

Namun sayangnya, setelah dibuka suspensinya oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), kini saham BREN diperdagangkan menggunakan sistem FCA. Saham BREN saat itu pun langsung anjlok dengan menyentuh auto reject bawah (ARB).

Sejak keributan saat itu, BEI pun mengkaji ulang sistem FCA dan merevisinya pada Juni 2024. Sebagaimana diketahui, terdapat 11 kriteria yang menyebabkan suatu saham masuk dan keluar dari PPK FCA.

Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mengubah beberapa kriteria saham notasi khusus yang dapat berpotensi masuk FCA. BEI pun merevisi kriteria nomor 1, 6, 7 dan 10.

Selain itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali melakukan aturan terkait margin short selling pada 3 Oktober 2024. Akan tetapi, pada implementasinya sampai saat ini belum ada Anggota Bursa (AB) yang telah menerima lisensi sebagai penyedia Short Selling sehingga layanan tersebut belum bisa dimanfaatkan oleh investor.

Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Jeffrey Hendrik mengungkapkan terdapat 23 Anggota Bursa (AB) yang berminat untuk mengajukan lisensi sebagai penyedia short selling.

Jeffrey berharap proses ini bisa dilakukan dengan lancar sehingga pada akhir 2024 diharapkan sudah ada AB yang telah menerima lisensi short sell dan pada kuartal satu 2025 sudah ada AB yang memfasilitasi short sell kepada investor.

Manfaat short selling dapat menambah likuiditas dan dapat memaksimalkan profit kepada investor baik dalam kondisi market bullish dan bearish.

Pada tahun ini, BEI meluncurkan produk derivatif baru yakni Single Stock Futures (SSF) pada November 2024. Dengan produk ini, masyarakat bisa membeli kontrak saham blue chip dengan lebih hemat.

Direktur Utama BEI Iman Rachman mengatakan, saat ini sudah ada tiga anggota bursa (AB) yang telah mendapatkan izin penyelenggara SSF. Ia juga berharap pada saat peluncuran sudah ada investor yang mentransaksikan produk baru itu.

Single Stock Futures (SSF) merupakan Perjanjian atau kontrak antara dua belah pihak untuk menjual atau membeli suatu saham. Dengan kata lain, yang menjadi underlying SSF nantinya adalah saham.

Perbedaan utama antara SSF dan saham terletak pada modal transaksi. Jika membeli saham harus menyiapkan modal penuh sebesar 100% dari harga 1 lot, Fee Transaksi SSF bisa berkisar hanya 4% dari harga 1 lot tersebut per kontrak. Selain itu, investor bisa mengambil posisi short saat market turun.

Dengan adanya instrumen ini, investor pun bisa menikmati pergerakan harga emiten-emiten 'mahal' dengan merogoh kocek yang tidak terlalu besar. Apalagi SSF menggunakan underlying saham konstituen Indeks LQ45, dengan satuan kontrak sebanyak 100 saham.

Nilai tukar rupiah ditutup menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdaganganÌýakhir tahun ini, Senin (30/12/2024) di tengah berbagai tekanan sentimen negatif di pasar domestik.

Melansir data Refinitiv, pada penutupan perdagangan rupiah menguat hingga 0,62% ke level Rp16,130/US$. Sepanjang hari, nilai tukar rupiah berfluktuasi hingga sentuh level Rp16.115/US$ dan terjauh di posisi Rp16,170/US$.

Fluktuasi tidak hanya terjadi pada kemarin saja tapi sepanjang tahun.Ìý Sepanjang 2024, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami fluktuasi yang signifikan bagaikan roller coaster. Dalam waktu singkat rupiah menguat namun dalam sekejap juga rupiah dapat melemah.

Dalam perjalannya rupiah sempat mengalami posisi terkuat yakni pada 25 September 2024 di angka Rp15.095/US$. Sementara rupiah juga pernah anjlok hingga menyentuh level terburuknya di tahun ini yakni pada 21 Juni 2024 di angka Rp16.445/US$.

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam asumsi makro Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 yakni sebesar Rp15.000/US$. Jika dilihat hingga saat ini, posisi rupiah sudah melenceng sekitar Rp1.230/US$ atau telah ambles 8,2% dibandingkan target dari APBN itu sendiri.

Hal ini terjadi di tengah berbagai sentimen yang menyelimuti Tanah Air khususnya yang datang dari AS.

Di awal Januari 2024, rupiah terkoreksi akibat dipicu oleh faktor eksternal dan internal. Dari eksternal, faktor terkuat adalah masih kencangnya data ekonomi AS mulai dari inflasi hingga ketenagakerjaan yang di atas ekspektasi pasar.

Sebagai catatan, AS melaporkan ekonomi mereka tumbuh sebesar 3,3% (year on year/yoy) pada kuartal IV-2023. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari ekspektasi 2% dari para ekonom yang disurvei oleh Dow Jones, yang menggarisbawahi berlanjutnya ketahanan ekonomi meskipun ada kenaikan suku bunga dari bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed).

Posisi rupiah semakin diperparah ketika April 2024 di saat menyentuh level Rp16.200/US$. Bahkan pada 16 April 2024 atau hari pertama dibukanya perdagangan/pasar setelah libur lebaran, tampak rupiah ambruk lebih dari 2%.

Penelusuran ²©²ÊÍøÕ¾ Research pada pergerakan rupiah dalam lima tahun terakhir, depresiasi lebih dari 2% hanya terjadi sebanyak empat kali yakni 28 Februari 2020, 19 Maret 2020, 23 Maret 2020, dan 16 April 2024.

Atau dengan kata lain hingga saat ini, pelemahan rupiah lebih dari 2% terjadi sebanyak tiga kali pada 2020 dan satu kali terjadi pada 2024.

Pada saat itu, rupiah kembali tak berdaya melawan Greenback karena Inflasi AS di luar dugaan menanjak ke 3,5% (year on year/yoy)pada Maret 2024, dari 3,2% pada Februari 2024. Inflasi inti di luar makanan dan energi tercatat stagnan di angka 3,8%. Selain itu data tenaga kerja AS juga menunjukkan ada penambahan tenaga kerja hingga 303.000 untuk non-farm payrolls. Angka ini jauh di atas ekspektasi pasar yakni 200.000.

Lonjakan inflasi AS dan masih panasnya data tenaga kerja AS ini menimbulkan kekhawatiran jika The Fed akan menahan suku bunga lebih lama.

Kemudian pada Juli hingga September 2024, terpantau rupiah tampak sangat perkasa dengan apresiasi yang sangat signifikan yakni dari Rp16.445/US$ menjadi Rp15.095/US$ hanya dalam kurun waktu tiga bulan.

Kuatnya posisi rupiah ini terjadi di tengah muncul potensi resesi di AS yang sempat berhembus pada akhir pekan lalu. Hal ini berdampak pada ambruknya indeks dolar AS (DXY) dan menjadi angin segar bagi rupiah untuk kembali menguat hingga di bawah level psikologis Rp16.000/US$.

Probabilitas terjadinya resesi di AS semakin mencuat setelah indikator Sahm mengalami kenaikan.

Pada Juli 2024, tercatat indikator resesi Sahm menunjukkan angka 0,53 poin persentase yang artinya ada probabilitas untuk AS mengalami resesi. Alhasil, DXY mengalami penurunan yang sangat tajam dan membuat rupiah semakin kuat.

Selain itu, The Fed juga diproyeksikan akan memangkas suku bunga dengan cukup agresif yakni sebesar 50 basis poin (bps). Hal ini yang pada akhirnya membuat DXY semakin terpuruk bahkan sempat menyentuh level 102,67 pada 5 Agustus 2024 yang merupakan titik terendah sejak 15 Januari 2024 atau sekitar tujuh bulan terakhir.

Namun penguatan rupiah tampak belum sustain. Masuk bulan Oktober hingga akhir Desember ini, tampak rupiah terdepresiasi dipicu dari sentimen AS.

Kemenangan Presiden Terpilih AS, Donald Trump melawan Kamala Harris membuat DXY semakin melambung tinggi karena pasar menilai dengan kemenangan Trump maka inflasi akan semakin sulit ditekan khususnya karena barang impor ke AS yang akan dikenakan tarif lebih tinggi sehingga berujung pada keseluruhan harga barang di AS menjadi lebih mahal.

Ketika inflasi tak dapat ditekan ke level yang lebih rendah dan menemui target The Fed di angka 2%, maka The Fed tampak akan membiarkan suku bunga berada di level yang cukup tinggi di waktu yang lebih lama atau dengan kata lain bahwa pemangkasan suku bunga akan menjadi lebih sulit terjadi.

Bahkan rilis laporan The Fed dalam Summary of Economic Projections (SEP) Desember 2024 menunjukkan bahwa tahun depan diproyeksikan bahwa The Fed hanya memangkas suku bunga sebanyak 50 bps dari yang sebelumnya diperkirakan sebanyak 100 bps.

Hal ini semakin membuat DXY melambung tinggi dan membuat rupiah terus mengalami tekanan hari demi hari.

Dow Jones Industrial Average turun 418,48 poin, atau 0,97%, ditutup pada 42.573,73. S&P 500 turun 1,07% menjadi 5.906,94, dan Nasdaq Composite melemah 1,19% menjadi 19.486,78.

Perdagangan hari itu berlangsung tidak stabil, dengan Dow sempat turun lebih dari 700 poin pada titik terendah sesi. Tidak ada katalis berita yang jelas untuk penurunan pada hari Senin, dan volume perdagangan diharapkan ringan mengingat minggu yang dipersingkat. SPDR S&P 500 Trust (SPY) mencatat sekitar 47 juta saham dalam volume perdagangan total, jumlah yang relatif rendah untuk hari dengan penurunan signifikan di pasar.

Indeks utama mendekati akhir tahun tanpa mencapai rekor baru, dengan S&P 500 dan Dow masing-masing naik sekitar 24% dan 13%, serta berada di jalur menuju tahun terbaik sejak 2021. Nasdaq telah meningkat hampir 30% di 2024 dan sedang menuju streak kemenangan kuartalan terpanjang sejak 2021.

Namun, beberapa kekhawatiran muncul bahwa pasar mungkin kehilangan momentum, terlihat dari aksi ambil untung menjelang akhir tahun setelah indeks utama mencatat sesi kehilangan pada Jumat lalu. Saham teknologi besar kembali kesulitan pada Senin, dengan saham Tesla turun 3,3% dan Meta Platforms melemah 1,4%. Perusahaan chip raksasa Nvidia naik 0,4%, membantu meredam kerugian di sektor lain.

"Saya benar-benar berpikir kita akan mengambil jeda tahun depan," kata Jeremy Siegel, ekonom senior di WisdomTree dan profesor emeritus keuangan di Wharton School of Business Universitas Pennsylvania, dalam acara "Squawk on the Street" ²©²ÊÍøÕ¾ pada Senin.

"Saya pikir probabilitas koreksi tahun depan, yang didefinisikan sebagai penurunan 10% di S&P, semakin tinggi," ujar Siegel. "Faktor utama yang mendorong pasar naik sudah terbangun."

Perdagangan di pasar obligasi juga bisa berkontribusi pada penurunan saham teknologi. Yield obligasi Treasury 10 tahun diperdagangkan di atas 4,6% pekan lalu, meskipun sempat mundur pada Senin.

Investor berharap saham akan menemukan pijakannya kembali dan memicu apa yang disebut sebagai reli Santa Claus. Fenomena ini mengacu pada kenaikan pasar dalam lima hari perdagangan terakhir tahun kalender dan dua hari pertama Januari. Sejak 1950, S&P 500 rata-rata menghasilkan pengembalian 1,3% selama periode ini, menurut LPL Financial.

Namun, S&P 500 kini telah turun lebih dari 1% dalam dua sesi perdagangan terakhir. Ini adalah pertama kalinya hal itu terjadi dua kali dalam lima hari kerja terakhir tahun ini sejak setidaknya 1952, menurut Bespoke Investment Group.

Namun, investor tidak perlu terlalu khawatir tentang kelemahan akhir tahun, ujar Tom Lee, kepala riset Fundstrat, pada acara "Squawk Box" ²©²ÊÍøÕ¾ Senin.

"Lingkungan ini tidak likuid karena kita berada di dua hari terakhir tahun ini," kata Lee. "Anehnya, jika minggu terakhir Desember lemah, saya justru berpikir ini pertanda baik untuk rebound di minggu pertama Januari."

Hari-hari mendatang adalah periode ringan untuk data ekonomi, dengan pasar tutup pada hari Rabu untuk memperingati Tahun Baru. Indeks manajer pembelian Chicago untuk Desember meleset dari ekspektasi pada hari Senin, hanya mencatatkan 36,9. Ekonom yang disurvei oleh Dow Jones memperkirakan angka 42,2.

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan ²©²ÊÍøÕ¾ Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

Ìý

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular