
'Rame-Rame' Larang Bitcoin Jadi Alat Pembayaran
Chandra Gian Asmara, վ
23 January 2018 09:11

Jakarta, վ - Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempertegas larangan penggunaan mata uang kripto, Bitcoin sebagai alat transaksi pembayaran yang sah. Bahkan regulator telah melarang lembaga jasa keuangan memasarkan produk tersebut.
Penegasan tersebut disampaikan pemerintah dan otoritas industri keuangan, seiring dengan munculnya puluhan pedagang (merchant) yang menerima mata uang kripto sebagai alat pembayaran dalam setiap transaksi. Sebanyak 44 merchant di wilayah Bali, sejak akhir tahun lalu telah teridentifikasi oleh Kantor Perwakilan BI Bali menerima Bitcoin.
Kepala Kantor Perwakilan BI Bali Causa Iman Karana menegaskan, mayoritas merchant yang telah teridentifikasi menerima Bitcoin telah mendapatkan imbauan secara penuh. Adapun jenis usahanya, berbeda-beda mulai dari hotel, cafe, agen sewa mobil, sampai dengan agen sewa perjalanan.
Berdasarkan hasil investigasi bank sentral, ketidaktahuan menjadi alasan utama puluhan merchant tersebut menerima Bitcoin sebagai alat pembayaran. Meskipun saat ini mayoritas merchant tersebut sudah tidak menerima Bitcoin, namun BI mencatat masih ada dua merchant yang belum koperatif.
“Kami masih berkoordinasi dengan kantor pusat untuk tindak lanjutnya. Tapi dalam waktu dekat, kami akan lakukan pertemuan lagi,” kata Causa saat berbincang dengan վ.
Hasil investigasi BI juga menemukan fakta, transaksi menggunakan bitcoin di setiap merchant sangat tidak praktis, karena nominalnya tidak bisa dibulatkan sesuai dengan nominal harga yang berlaku di setiap merchant. Hal tersebut, diharapkan menjadi kesadaran bagi masyarakat untuk tidak menggunakan bitcoin sebagai alat pembayaran.
“Misalkan pesan minum Rp 50.000 di cafe. Kalau menggunakan Bitcoin, transaksi minimal Rp 233.000. Belum lagi ada tambahan biaya transaksi sekitar Rp 133.000. Jadi untuk harga Rp 50.000, harus mengeluarkan Rp 360.000. Setelah itu, tetap harus menunggu konfirmasi pembayaran melalui Bitcoin sekitar setengah jam. Ini jadi tidak praktis,” jelasnya.
Larang Keras
Larangan penggunaan Bitcoin telah diserukan BI sejak akhir tahun lalu, seiring perkembangan mata uang virtual yang bergerak tidak wajar, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan masyarakat. Tidak hanya bagi masyarak pengguna, melainkan juga dampak terhadap stabilitas sistem keuangan.
Larangan aturan tersebut, telah diterbitkan dalam sejumlah aturan. Setidaknya, ada empat payung hukum yang menjadi landasan bank sentral melarang penggunaan bitcoin yakni Undang-Undang (UU) 7/2011 tentang Mata Uang, dan Peraturan BI (PBI) 17/3/PBI/2015 tentang kewajiban penggunaan rupiah.
Kemudian, PBI 18/40/PBI/2016 tentang penyelenggaraan PTP, dan PBI 19/12/PBI/2017 tentang penyelenggaraan TekFin. Adapun risiko mata uang digital, bisa berpengaruh pada sistem pembayaran, stabilitas sistem keuangan, perlindungan konsumen, dan beredarnya aktivitas-aktivitas ilegal.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso beberapa waktu lalu pun melarang seluruh lembaga jasa keuangan yang menggunakan, atau memasarkan produk yang tidak memiliki legalitas izin dari otoritas terkait, yang dalam hal ini Bitcoin.
Terkini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dengan tegas melarang penggunaan Bitcoin sebagai alat transaksi, lantaran tidak memiliki landasan hukum. Selain tidak ada payung hukum yang memagari, transaksi menggunakan mata uang kripto mengandung berbagai risiko.
Berikut penegasan Sri Mulyani, terkait dengan penggunaan mata uang kripto :
(hps) Next Article Sah! Bitcoin Cs Kini Dapat Diperdagangkan di RI
Penegasan tersebut disampaikan pemerintah dan otoritas industri keuangan, seiring dengan munculnya puluhan pedagang (merchant) yang menerima mata uang kripto sebagai alat pembayaran dalam setiap transaksi. Sebanyak 44 merchant di wilayah Bali, sejak akhir tahun lalu telah teridentifikasi oleh Kantor Perwakilan BI Bali menerima Bitcoin.
Kepala Kantor Perwakilan BI Bali Causa Iman Karana menegaskan, mayoritas merchant yang telah teridentifikasi menerima Bitcoin telah mendapatkan imbauan secara penuh. Adapun jenis usahanya, berbeda-beda mulai dari hotel, cafe, agen sewa mobil, sampai dengan agen sewa perjalanan.
“Kami masih berkoordinasi dengan kantor pusat untuk tindak lanjutnya. Tapi dalam waktu dekat, kami akan lakukan pertemuan lagi,” kata Causa saat berbincang dengan վ.
Hasil investigasi BI juga menemukan fakta, transaksi menggunakan bitcoin di setiap merchant sangat tidak praktis, karena nominalnya tidak bisa dibulatkan sesuai dengan nominal harga yang berlaku di setiap merchant. Hal tersebut, diharapkan menjadi kesadaran bagi masyarakat untuk tidak menggunakan bitcoin sebagai alat pembayaran.
“Misalkan pesan minum Rp 50.000 di cafe. Kalau menggunakan Bitcoin, transaksi minimal Rp 233.000. Belum lagi ada tambahan biaya transaksi sekitar Rp 133.000. Jadi untuk harga Rp 50.000, harus mengeluarkan Rp 360.000. Setelah itu, tetap harus menunggu konfirmasi pembayaran melalui Bitcoin sekitar setengah jam. Ini jadi tidak praktis,” jelasnya.
Larang Keras
Larangan penggunaan Bitcoin telah diserukan BI sejak akhir tahun lalu, seiring perkembangan mata uang virtual yang bergerak tidak wajar, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan masyarakat. Tidak hanya bagi masyarak pengguna, melainkan juga dampak terhadap stabilitas sistem keuangan.
Larangan aturan tersebut, telah diterbitkan dalam sejumlah aturan. Setidaknya, ada empat payung hukum yang menjadi landasan bank sentral melarang penggunaan bitcoin yakni Undang-Undang (UU) 7/2011 tentang Mata Uang, dan Peraturan BI (PBI) 17/3/PBI/2015 tentang kewajiban penggunaan rupiah.
Kemudian, PBI 18/40/PBI/2016 tentang penyelenggaraan PTP, dan PBI 19/12/PBI/2017 tentang penyelenggaraan TekFin. Adapun risiko mata uang digital, bisa berpengaruh pada sistem pembayaran, stabilitas sistem keuangan, perlindungan konsumen, dan beredarnya aktivitas-aktivitas ilegal.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso beberapa waktu lalu pun melarang seluruh lembaga jasa keuangan yang menggunakan, atau memasarkan produk yang tidak memiliki legalitas izin dari otoritas terkait, yang dalam hal ini Bitcoin.
Terkini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dengan tegas melarang penggunaan Bitcoin sebagai alat transaksi, lantaran tidak memiliki landasan hukum. Selain tidak ada payung hukum yang memagari, transaksi menggunakan mata uang kripto mengandung berbagai risiko.
Berikut penegasan Sri Mulyani, terkait dengan penggunaan mata uang kripto :
- Penggunaaan mata uang virtual sebagai alat transaksi hingga saat ini tidak memiliki landasan formal. Mengacu pada Undang Undang No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, ditegaskan bahwa mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik IndoneSia dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran. atau kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang, atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik IndoneSia wajib menggunakan Rupiah. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan mendukung kebijakan Bank Indonesia selaku otoritas moneter dan sistem pembayaran untuk tidak mengakui mata uang virtual sebagai alat pembayaran yang sah. sehingga dilarang digunakan sebagai alat pembayaran yang sah.
- Mengingat belum adanya otoritas yang mengatur dan mengawasinya, penggunaan mata uang virtual rawan digunakan untuk transaksi ilegal. pencucian uang dan pendanaan terorisme. Kondisi transaksi semacam ini dapat membuka peluang terhadap tindak penipuan dan kejahatan dalam berbagai bentuknya yang dapat merugikan masyarakat.
- Selain risiko yang diperoleh dari memiliki dan/atau memperjualbelikan mata uang virtual yang memiliki ketidakjelasan underlying asset yang mendasan nilainya, transaksi mata uang virtual yang spekulatif dapat menimbulkan risiko pengggelembungan nilai (bubble) yang tidak hanya merugikan masyarakat namun juga berpotenSi mengganggu stabilitas sistem keuangan. Kementerian Keuangan senantiasa bekerja sama dengan otoritas keuangan lainnya untuk mencermati secara seksama perkembangan penggunaan mata uang virtual ini dan mengambil langkah-langkah terukur yang diperlukan untuk memitigiasi risiko peredaran dan penggunaan mata uang virtual dalam rangka menjaga kepentingan masyarakat serta menjaga kredibiltas dan stabilitas sistem keuangan.
(hps) Next Article Sah! Bitcoin Cs Kini Dapat Diperdagangkan di RI
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular