
Ketika BI Terus Belajar Bitcoin Cs dan Teknologi Blockchain
Herdaru Purnomo, ²©²ÊÍøÕ¾
11 July 2018 12:05

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Bank Indonesia (BI) mengaku terus melakukan kajian terkait virtual currency dan teknologi di belakangnya yakni Blockchain. Bukan hal mustahil jika nantinya teknologi Blockchain bisa digunakan di berbagai bidang.
"Perkembangan teknologi telah mendorong berbagai perubahan dalam perekonomian. Salah satu inovasi yang berkembang adalah virtual currency (VC) yang dimotori oleh teknologi distributed ledger dengan menggunakan blockchain. VC menarik antusiasme masyarakat global untuk memiliki dan memperdagangkannya. Beberapa VC yang terkenal dan mempunyai kapitalisasi pasar terbesar adalah Bitcoin dan Ethereum," demikian penjelasan BI.
Penjelasan BI tersebut tertuang dalam Laporan Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang Rupiah terbaru yang disampaikan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo seperti dikutip, Rabu (11/7/2018).
Menurut BI, fenomena global tersebut telah menarik perhatian berbagai bank sentral dan otoritas keuangan lainnya, termasuk Bank Indonesia sendiri, untuk melakukan berbagai penelitian terkait virtual currency, terutama teknologi blockchain. Penelitian itu dilakukan untuk menjaga dan mendorong efisiensi di bidang sistem pembayaran dan stabilitas sistem keuangan.
"Namun untuk virtual currency, Bank Indonesia menilai potensi risiko atas penyelenggaraan atau beredarnya di masyarakat. Beberapa risiko itu di antaranya risiko perlindungan konsumen, risiko sistem pembayaran, risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme, bahkan risiko stabilitas sistem keuangan," jelas BI.
Sebagai regulator, BI ingin memastikan inovasi yang berkembang tetap dalam koridor yang aman, efisien, bermanfaat dan terdapat upaya mitigasi risiko. Di sisi lain, sambung BI, bank sentral senantiasa mendukung inovasi yang terus berkembang.
"Untuk itu, Bank Indonesia mempelajari teknologi yang mendasari virtual currency tersebut, yaitu teknologi blockchain. Teknologi ini dianggap dapat merevolusi sistem keuangan sebagaimana internet merevolusi dunia informasi. Dengan memperhatikan perkembangan yang ada, Bank Indonesia mengeksplor penggunaan blockchain pada berbagai bidang sehingga dapat diambil kebijakan yang sesuai dan efektif," terang BI.
BI Tetap Larang Penggunaan Virtual Currency
Pada triwulan I 2018, Bank Indonesia menegaskan dan mengingatkan kembali bahwa virtual currency bukan merupakan alat pembayaran yang sah, sehingga dilarang digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia.
"Sebagai otoritas di bidang moneter, stabilitas sistem keuangan, dan sistem pembayaran, Bank Indonesia senantiasa berkomitmen untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, perlindungan konsumen, termasuk mencegah praktik-praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme, yang menjadi salah satu risiko utama penggunaan virtual currency," terang BI.
Mengingat penggunaan virtual currency melibatkan kewenangan otoritas lain, Bank Indonesia juga telah menginisiasi sejumlah pertemuan lintas otoritas, termasuk dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Beberapa aspek yang menjadi perhatian adalah aspek legalitas, aspek perlindungan konsumen, dan aspek pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme.
(dru) Next Article Ikuti BI, India Bakal Blokir 'Uang' Facebook Libra?
"Perkembangan teknologi telah mendorong berbagai perubahan dalam perekonomian. Salah satu inovasi yang berkembang adalah virtual currency (VC) yang dimotori oleh teknologi distributed ledger dengan menggunakan blockchain. VC menarik antusiasme masyarakat global untuk memiliki dan memperdagangkannya. Beberapa VC yang terkenal dan mempunyai kapitalisasi pasar terbesar adalah Bitcoin dan Ethereum," demikian penjelasan BI.
Penjelasan BI tersebut tertuang dalam Laporan Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang Rupiah terbaru yang disampaikan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo seperti dikutip, Rabu (11/7/2018).
"Namun untuk virtual currency, Bank Indonesia menilai potensi risiko atas penyelenggaraan atau beredarnya di masyarakat. Beberapa risiko itu di antaranya risiko perlindungan konsumen, risiko sistem pembayaran, risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme, bahkan risiko stabilitas sistem keuangan," jelas BI.
Sebagai regulator, BI ingin memastikan inovasi yang berkembang tetap dalam koridor yang aman, efisien, bermanfaat dan terdapat upaya mitigasi risiko. Di sisi lain, sambung BI, bank sentral senantiasa mendukung inovasi yang terus berkembang.
"Untuk itu, Bank Indonesia mempelajari teknologi yang mendasari virtual currency tersebut, yaitu teknologi blockchain. Teknologi ini dianggap dapat merevolusi sistem keuangan sebagaimana internet merevolusi dunia informasi. Dengan memperhatikan perkembangan yang ada, Bank Indonesia mengeksplor penggunaan blockchain pada berbagai bidang sehingga dapat diambil kebijakan yang sesuai dan efektif," terang BI.
BI Tetap Larang Penggunaan Virtual Currency
Pada triwulan I 2018, Bank Indonesia menegaskan dan mengingatkan kembali bahwa virtual currency bukan merupakan alat pembayaran yang sah, sehingga dilarang digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia.
"Sebagai otoritas di bidang moneter, stabilitas sistem keuangan, dan sistem pembayaran, Bank Indonesia senantiasa berkomitmen untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, perlindungan konsumen, termasuk mencegah praktik-praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme, yang menjadi salah satu risiko utama penggunaan virtual currency," terang BI.
Mengingat penggunaan virtual currency melibatkan kewenangan otoritas lain, Bank Indonesia juga telah menginisiasi sejumlah pertemuan lintas otoritas, termasuk dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Beberapa aspek yang menjadi perhatian adalah aspek legalitas, aspek perlindungan konsumen, dan aspek pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme.
(dru) Next Article Ikuti BI, India Bakal Blokir 'Uang' Facebook Libra?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular