²©²ÊÍøÕ¾

Fintech

Benahi Fintech, Asosiasi Bikin Aturan Produk Hingga Penagihan

Gita Rossiana, ²©²ÊÍøÕ¾
23 August 2018 12:47
Asosiasi mengatakan untuk mendorong fintech diperlukan regulasi dan code of conduct.
Foto: ²©²ÊÍøÕ¾/ Muhammad Sabki
Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Sebanyak 43 anggota Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) menandatangani pedoman perilaku layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi (LPMUBTI) yang bertanggungjawab. Hal ini menegaskan komitmen pelaku usaha dalam menerapkan standar praktik bisnis yang bertanggungjawab untuk melindungi nasabah.

Pedoman perilaku LPMUBTI yang bertanggungjawab merupakan hasil kerja dari kelompok kerja inklusi keuangan Aftech yang berisi seperangkat prinsip dan proses yang disepakati bersama dan secara sukarela oleh para anggota Aftech.

Pelaku usaha ini tidak terbatas kepada penyelenggara atau platform jual-beli barang dengan layanan cicilan, penyelenggara pegadaian, platform komparasi atau aggregator online untuk pemberian pinjamam atau kredit, serta perusahaan pembiayaan dan bank.

Dewan Penasihat Aftech Rahmat Waluyanto mengatakan, untuk mendorong fintech diperlukan dua hal, yakni regulasi dan code of conduct. Dari sisi regulasi, OJK sudah menyusun regulasi melalui POJK No.77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi.

"Namun tidak cukup regulasi, perlu ada juga code of conduct supaya masyarakat confidence akan industri fintech," ujar Rahmat di Satrio Tower, Kamis (23/8/2018).

Lebih lanjut, Wakil Ketua Umum Aftech Adrian Gunadi mengatakan, pihaknya sudah merancang code of conduct ini sejak setahun yang lalu. Pihakya memikirkan kode etik ini selama enam bulan dan akhirnya 7 Agustus lalu, pihaknya dengan beberapa anggota lain menandatangani kode etik dan code of conduct tersebut.

"Code of conduct atau kode perilaku ini mengacu pada kode perilaku yang ada di negara lain, seperti Amerika Serikat yang sudah memiliki market place code of conduct," kata dia.

Adapun tiga acuan yang menjadi prinsip dasar dalam mengembangkan pedoman perilaku. Pertama adalah transparansi produk dan metode penawaran.

Penyelenggara wajib mencantumkan seluruh biaya yang timbul dari utang, termasuk biaya yang timbul di muka, bunga, biaya keterlambatan dan lainnya.

Kedua, pencegahan pinjaman berlebih. Penawaran utang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan ketahanan ekonomi konsumen dan bukan untuk menjerumuskan ke jeratan utang.

Ketiga, prinsip itikad baik terkait penawaran, pemberian dan penagihan utang yang manusiawi tanpa kekerasan baik fisik maupun non fisik, termasuk cyber bullying. Penyelenggara dilarang menggunakan pihak ketiga pelaksana penagihan yang memiliki reputasi buruk berdasarkan informasi dari otoritas maupun asosiasi.



(roy) Next Article Cerita Sebastian Togelang, Kelola Rp 3 T di 35 Fintech

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular