²©²ÊÍøÕ¾

Terpopuler Pekan Ini

Wah, Ada Orang Terkaya di Balik Drone Pembunuh Soleimani

Monica Wareza, ²©²ÊÍøÕ¾
11 January 2020 15:26
Wah, Ada Orang Terkaya di Balik Drone Pembunuh Soleimani
Foto: Drone Reaper (Malaury Buis/EMA/DICOD via AP)
Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Kematian Jenderal Iran Qasem Soleimani menjadi sumber ketegangan antara Amerika dan Iran sejak Jumat (3/1/2020). Dia menghembuskan nafas terakhirnya tak beberapa setelah mendarat di Baghdad, Irak dalam sebuah mobil berlapis baja yang ditembak oleh pesawat tanpa awak alias drone.

Serangan tersebut menggunakan drone MQ-9 Reaper yang menembakkan misil Hellfire ke iring-iringan mobil yang membawa Soleimani.

Usut punya usut, MQ-9 Reaper merupakan drone yang diproduksi oleh General Atomics, perusahaan produsen senjata yang berbasis di San Diego, Amerika Serikat. Perusahaan ini dimiliki oleh Neal Blue sekaligus sebagai chairman dengan kepemilikan sebesar 80%, sisanya dimiliki oleh adiknya, Linden Blue.

Neal Blue masuk dalam daftar orang terkaya dunia versi Forbes di peringkat 179 dengan total harga kekayaan US$4,1 miliar (Rp 57,4 triliun, asumsi kurs Rp 14.000/US$).


Perusahaan ini dimiliki oleh Neal sejak 1986, dibeli dari Chevron dengan harga US$ 60 juta. Dia ingin mengubah bisnis perusahaan ini ke bidang penerbangan.

"Neal Blue berbicara tentang drone dan teknologi lainnya paling tidak dua atau tiga kali seminggu," kata Tom Dillon yang menjadi senior vice president program pertahanan tahun 1984-1988, seperti dilansir dari Forbes, Kamis (9/1/2020).

Dari situlah muncul Project Birdie sebuah drone unik dengan berbiaya rendah dan tanpa awak karena menggunakan sistem GPS bawaan.

Di awal operasinya, perusahaan ini kesulitan untuk mendapatkan pelanggan. Hingga akhirnya CIA membeli drone produksinya yang digunakan dalam Perang Balkan tahun 1993.

Tahun depannya perusahaan kembali mendapatkan kontrak senilai US$ 31,7 juta dari US NAvy untuk memproduksi drone yang lebih canggih. Dari kontrak tersebut jadilah MQ-1 Predator, drone perang pertama buatan perusahaan.

Richard Whittle dalam bukunya Predator: The Secret Origins of the Drone Revolution, menyebutkan drone 'bisa dibilang adalah teknologi militer baru yang paling penting sejak era rudal balistik antarbenua bersenjata nuklir.'

MQ-9 Reaper ini menjadi salah satu senjata paling penting bagi Amerika Serikat. Sebab drone ini bisa terbang dan meluncurkan misil tanpa suara dengan daya jelajah 1.150 mil dan kemampuan terbang di ketinggian 50.000 kaki.

MQ-9 Reaper disebut sebagai drone 'bersenjata, multimisi, daya terbang menengah dan tahan lama", seperti dikutip dari New York Post, Rabu (8/1/2020).

Selain itu Drone ini juga disebut sebagai alat pengintai terhadap target berprofil tinggi, sensitif terhadap waktu, bisa membantu mencari target dan digunakan untuk operasi perang yang tidak teratur. 

Drone berharga US$64,2 juta per unit (Rp 898,9 miliar, asumsi kurs Rp 14.000/US$) ini dapat membawa 4 misil Hellfire berdaya ledak cukup dahsyat dan mampu menghancurkan tank.

Menurut laporan media setempat, penyerangan ini menggunakan misil Hellfire R9X 'Ninja' yang dimodifikasi. Moncongnya terdiri dari semacam bilah-bilah pisau tajam dan mematikan.


Drone mematikan ini mulai dioperasikan sebagai senjata oleh AS pada 2007 lalu. Pada September 2015, angkatan udara AS memiliki 93 drone MQ-9 Reaper di gudang senjatanya.

Melansir Forbes, Kamis (9/1/2020), General Atomics pertama kali memperkenalkan drone predator 25 tahun lalu. Drone ini digunakan memata-matai pasukan Serbia oleh pemerintahan Presiden Bill Clinton.

Drone predator ini juga menjadi salah satu senjata pertama AS di Afghanistan setelah kejadian terorisme 9/11 yang dilakukan Al-Qaeda.



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular