²©²ÊÍøÕ¾

Mendag Sebut Startup Unicorn RI Dikuasai Singapura, Faktanya?

Feri Sandria, ²©²ÊÍøÕ¾
23 November 2021 11:10
Singapura
Foto: Singapura (AP/Yong Teck Lim)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi Dalam acara Digital Technopreneur Fest dan Technopreneur Campus FORBIS 2021, Jumat (19/11) pekan lalu, menyebutkan bahwa perusahaan rintisan atau startup yang masuk ke dalam kategori unicorn di Indonesia lebih banyak dikuasai oleh Singapura.

Lutfi mengatakan Indonesia boleh bangga ada Gojek dan Tokopedia. Namun penguasa unicorn-unicorn itu yang terbesar adalah Singapura.

Lalu apakah pernyataan Menteri Perdagangan tersebut sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan?

Jawaban pastinya mungkin akan jauh lebih kompleks, akan tetapi apa yang dikatakan Mendag tidak dapat dikatakan salah juga, mengingat terdapat beragam fakta yang mendukung pernyataan tersebut.

Berikut Tim Riset ²©²ÊÍøÕ¾ merangkum beberapa fakta terkait masuknya Singapura sebagai pemain utama di pasar digital, perusahaan rintisan dan unicorn RI.

Singapura Rajin Investasi Digital di Indonesia

Singapura memang merupakan negara paling kecil di Asia Tenggara, akan tetapi jaringan bisnis dan investasinya menggurita hingga ke seluruh dunia. Hal ini karena kendaraan investasi yang mengelola dana abadi aset kekayaan pemerintah Singapura cukup aktif melakukan investasi di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Bahkan diam-diam jejak investasinya dapat dilihat di perusahaan rintisan teknologi dan digital dalam negeri serta mengambil bagian di negara yang merupakan ekonomi terbesar di Asia Tenggara.

Pemerintah Singapura memiliki tiga entitas investasi utama yang mengelola dana kekayaan (SWF) dan cadangan devisa. Ketiga entitas tersebut adalah GIC atau Government of Singapore Investment Corporation, Temasek Holdings (Private) Limited atau disingkat Temasek dan Monetary Authority of Singapore (MAS).

MAS yang juga bertindak sebagai bank sentral Singapura ikut mengelola cadangan devisa Singapura bersama GIC dan Temasek secara rutin dan aktif melakukan penetrasi ke banyak perusahaan baik itu secara global maupun di regional Asia Tenggara.

Investasi ini termasuk kepada perusahaan rintisan tanah air, khususnya yang bergerak di bidang teknologi yang meramaikan ekonomi digital.

Jejak Investasi GIC di Indonesia dapat dilihat dari kepemilikan saham di PT Bank Jago Tbk (ARTO) dan PT Bukalapak.com Tbk (BUKA), MAS juga turut berinvestasi di Bukalapak.

GIC Private Limited yang merupakan pengelola dana abadi negara atau sovereign wealth fund (SWF) milik pemerintah Singapura, resmi melakukan pembelian saham emitenÌý±ð-³¦´Ç³¾³¾±ð°ù³¦±ð PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) sebanyak 1.600.797.400 atau setara dengan 1,553% modal disetor dan ditempatkan Bukalapak. Pembelian dilakukan pada harga Rp 850/saham dengan total dana yang dikucurkan mencapai Rp 1,36 triliun.

Sebelumnya, pemerintah Singapura (Government of Singapore/GOS) dan Otoritas Keuangan Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS) telah memiliki saham Bukalapak sebanyak 9,447% melalui Archipelago Investment Pte. Ltd.

Atas transaksi saham terbaru pada 5 Agustus lalu, maka jumlah saham yang dimiliki pemerintah Singapura menjadi 11,33 miliar saham atau 11,001% dari seluruh modal ditempatkan dan disetor penuh Bukalapak.

Berdasarkan prospektus IPO Bukalapak, jumlah kepemilikan GOS-MAS tersebut terdilusi dan mengalami penurunan dari sebelumnya sebesar 12,60% sebelum perusahaan melakukan IPO.

Dengan pembelian kembali saham BUKA untuk mempertahankan investasinya (yang sempat terdilusi), maka pemerintah Singapura lagi-lagi makin kokoh berinvestasi di perusahaan Tanah Air.

Sebelum melakukan investasi di Bukalapak, GIC lebih dulu menanamkan modalnya di emiten perbankan dengan kinerja saham fantastis setahun terakhir, PT Bank Jago Tbk (ARTO).

GIC resmi menggenggam 9,12% saham bank digital PT Bank Jago Tbk (ARTO), yang pembeliannya dilakukan melalui skema rights issue atau penerbitan saham baru dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) yang selesai pada pertengahan Maret lalu.

Transaksi ini terjadi ketika Bank Jago menerbitkan 3 miliar saham baru di harga eksekusi Rp 2.350 per saham yang mana PT Metamorfosis Ekosistem Indonesia (MEI) dan Gopay atau PT Dompet Karya Anak Bangsa tidak melaksanakan kewajibannya secara penuh, dan melimpahkan kuotanya kepada GIC. GIC dikabarkan merogoh kocek sampai Rp 3,15 triliun untuk mengeksekusi HMETD sebanyak 1,19 miliar unit.

GIC juga dikabarkan pernah memimpin putaran pendanaan di Traveloka. Putaran pendanaan itu berhasil mengumpulkan US$ 420 juta dengan beberapa investor lainnya termasuk Expedia dan e-commerce China JD.com.

Sama dengan Bukalapak, konglomerasi teknologi yang resmi merger tengah tahun ini juga tidak lepas dari aliran dana investasi dari pemerintah Singapura. Jika Bukalapak dan Bank Jago disokong GIC dan MAS, GoTo punya Temasek yang menjadi salah satu pendanaan.

Terakhir, Grup GoTo mendapatkan pendanaan baru dari investornya - termasuk Temasek - senilai US$ 1,3 miliar atau Rp 18,59 triliun (asumsi kurs Rp 14.300/US$) jelang pelaksanaan penawaran umum sama perdana (initial public offering/IPO) yang akan dilakukan perusahaan di tahun depan.

Sebelumnya, Temasek Holdings dan Google dikabarkan telah sepakat untuk menyuntikkan dana ke Tokopedia senilai US$ 350 juta atau setara Rp 5,13 triliun (asumsi Rp 14.630/US$). Informasi ini beredar pada Oktober 2020 lalu.

Kabarnya suntikan dana ini akan digunakan untuk ekspansi usaha setelah Covid-19. Suntikan dana ini juga menunjukkan kepercayaan investor kepada e-commerce terbesar tanah air ini yang mengalami lonjakan belanja online selama pandemi.

Sementara itu, Temasek dan Google juga menjadi investor di Gojek, startup ride hailing berstatus decacorn.

Lengan investasi pemerintah Singapura - Temasek bersama dengan GIC - berkali-kali disebut sebagai pemegang saham utama di Gojek. Reuters pada Januari 2018 menyebut Temasek kembali menyuntikkan modal ke Gojek. Sementara itu menurut kalkulasi Momentum Asia, GIC merupakan pemegang saham terbesar di Gojek hingga Maret 2020.

Temasek menggunakan beberapa sayap investasi yang tercatat sebagai pemegang saham Gojek, yakni Gamvest Pte Ltd dan Anderson Investment Pte Ltd.

Selain investasi langsung dari pemerintah Singapura, perusahaan swasta Singapura juga ikut meramaikan perang di pasar digital. Perusahaan super app Grab secara luas dilaksanakan di dalam negeri dan mengeksploitasi pasar digital RI, di mana Indonesia merupakan pasar terbesar perusahaan. Grab sendiri disokong oleh Temasek yang merupakan salah satu investor utama perusahaan.

Grab juga melakukan investasi di perusahaan unicorn Indonesia lain. Perusahaan induk Grab Indonesia, Grab Holdings Inc. dikabarkan meningkatkan kepemilikan sahamnya di perusahaan unicorn dompet digital OVO menjadi 90% dari sebelumnya sebesar 39% melalui PT Bumi Cakrawala Perkasa, tidak lama setelah OVO bercerai dengan Tokopedia.

Awal Oktober lalu Bloomber memberitakan bahwa "Grab Holdings Inc. meningkatkan kepemilikannya dari penyedia dompet elektronik Indonesia OVO menjadi sekitar 90% dengan mengakuisisi saham dari PT Tokopedia dan Lippo Group."

Selanjutnya raksasa yang siap mengambil porsi besar bisnis teknologi adalah Sea Limited (Sea Group), perusahaan induk e-commerce Shopee yang sahamnya tercatat di Bursa New York Stock Exchange (NYSE).

Artinya jika diperhatikan secara mendetail, jejak investasi Singapura baik itu oleh pemerintah atau swasta hadir secara dominan pada tiga e-commerce terbesar yang beroperasi di Indonesia, Shopee, Tokopedia dan Bukalapak.

Selain bisnis e-commerce, Sea Group kini juga fokus mengembangkan bank digital milik mereka yang dinamai Sea Bank. Awal mula pendirian bank ini adalah ketika Sea Ltd resmi mencaplok PT Bank Kesejahteraan Ekonomi atau dikenal dengan Bank BKE dan mengubahnya menjadi bank digital pada 10 Februari 2021.

Aksi korporasi ini dilakukan semakin gencar dilakukan oleh Sea Group setelah pada awal Desember 2020, grup bisnis yang berbasis di Singapura ini baru saja mendapatkan lisensi perbankan digital secara penuh oleh otoritas moneter Singapura, bersama dengan konsorsium Grab-Singtel.

Selain e-commerce dan perbankan, Sea Group juga meramaikan pasar digital RI melalui perusahaan game milik mereka, Garena.

Selain Shopee dan Grab, terdapat juga beberapa perusahaan start up Singapura besar lainnya yang memiliki fokus bisnis di Indonesia, dua di antaranya adalah Lazada dan FinAccel yang merupakan induk dari perusahaan layanan teknologi finansial Kredivo.

Indonesia bisa saja merupakan negara yang memiliki pasar digital terbesar di Asia Tenggara dengan potensi pertumbuhan yang juga luar biasa. Akan tetapi negeri mini di seberang lautan dengan penduduk kurang dari sepuluh juta mampu mengusai pangsa pasar bisnis digital dan teknologi dalam jumlah yang signifikan dan siap menambah kepemilikan demi memperkokoh jejak investasi dan mengklaim diri sebagai penguasa pasar digital RI.

TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾Â INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular