
Warga RI Rasakan Sendiri, Nasib Bumi Sudah di Ujung Tanduk

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Indonesia sedang menghadapi ancaman cuaca ekstrem yang bisa bisa menimbulkan berbagai bencana, dari longsor sampai banjir. Kondisi ini adalah salah satu dampak dari krisis perubahan iklim, yang menurut ilmuwan, saat ini sudah ada di momen paling suram.
Johan Rockström ilmuwan ternama asal Swedia, mengatakan bumi tengah menghadapi perubahan ekstrem dalam waktu yang singkat.
Untuk itu Rockström mengatakan sangat penting bagi manusia untuk sensitif terhadap berbagai kabar tentang kondisi iklim.
"Makin dalam kita jatuh ke dalam jurang risiko yang gelap, semakin kita harus berusaha untuk keluar dari lubang itu. Bukannya kita tidak tahu apa yang harus dilakukan - tapi kita tidak melakukan apa yang perlu," ujarnya dikutip dari unggahan Instagram The Guardian, Selasa (1/11/2022).
Warga RI bakal merasakan sendiri salah satu dampak dari perubahan iklim yang masif. BMKGtelah memberikan peringatan potensi cuaca ekstrem di wilayah Indonesia yang bisa menimbulkan bencana hidrometeorologi.
Dampak yang dapat terjadi akibat cuaca ekstrem hujan lebat adalah volume aliran sungai meningkat drastis sehingga dapat mengakibatkan potensi banjir dan banjir bandang.
Selain itu, besar kemungkinan hujan lebat tersebut mengakibatkan potensi tanah longsor, guguran bebatuan, atau erosi tanah, terutama di daerah-daerah dataran tinggi dan lereng perbukitan dan gunung.
![]() |
Tanda ancaman perubahan iklim
Dampak perubahan iklim memang makin lama makin meluas dan berdampak besar. Tidak hanya di Indonesia, berbagai berita dari seluruh belahan dunia sepanjang 2022 menunjukkan Bumi sedang dalam bahaya akibat perubahan iklim
1. Pemanasan global sulit dihentikan
PBB mengatakan sudah tidak ada lagi cara yang bisa membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celcius. Menurut badan lingkungan PBB, satu-satunya cara untuk membatasi dampak terburuk dari krisis iklim adalah transformasi besar-besaran.
Hanya karena kenaikan suhu global 1 derajat Celcius yang terjadi saat ini saja, bencana iklim sudah terjadi di seluruh dunia, mulai dari Australia hingga Venezuela.
2. Kurangnya komitmen dunia
Menurut PBB, komitmen pemerintah global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca pada tahun 2030 tidak cukup. Jika mengikuti komitmen tersebut, pemanasan global mencapai 2,5 derajat Celcius.
3. Penguin kaisar punah
![]() |
Penguin kaisar secara resmi telah masuk hewan yang terancam punah. Burung perenang yang hidup di Antartika ini diperkirakan lenyap pada akhir abad ini karena es laut di Kutub Selatan mencair dengan cepat sebagai akibat dari pemanasan global yang disebabkan oleh manusia.
4. Puncak gas rumah kaca
Tingkat ketiga gas rumah kaca di atmosfer telah mencapai rekor tertinggi. Para Ilmuwan telah memperingatkan dunia sedang menuju ke arah yang melenceng, yaitu tingkat atmosfer dinitrogen oksida, karbon dioksida dan metana melonjak.
Namun, laju kenaikan emisi karbon global dari energi berpotensi mencapai puncaknya pada tahun 2025 jika pemerintah di seluruh dunia meneruskan kebijakan peralihan ke bahan bakar bersih, yang kini dilakukan untuk merespons dampak invasi Rusia ke Ukraina ke pasokan bahan bakar fosil.
Menurut analisis oleh Badan Energi Internasional, ini berarti, emisi bahan bakar fosil akan berhenti meningkat.
5. Perusahaan minyak panen duit
Di sisi lain, kondisi geopolitik justru dinikmati oleh perusahaan produsen bahan bakar fosil. Perusahaan minyak, misalnya, bergantian mencatatkan rekor pendapatan.
6. Dana iklim tak jelas ke mana
![]() |
Dana krisis iklim tidak menjangkau negara-negara yang membutuhkan, menurut pejabat senior di PBB. Pada tahun 2009, negara-negara kaya berjanji untuk memberikan negara berpenghasilan rendah US$10 miliar per tahun pada 2020 untuk beradaptasi dengan krisis iklim.
Namun, Kepala Kemanusiaan PBB mengatakan dia tidak tahu ke mana uang yang dijanjikan ini pergi, dan telah menyerukan transparansi seputar pendanaan iklim.
7. Anak hidup dengan panas ekstrem
Pada tahun 2050, hampir semua anak di Bumi akan lebih sering menghadapi gelombang panas. Laporan Unicef baru saja menemukan bahwa dalam skenario kasus, dua miliar anak akan menghadapi 4-5 peristiwa panas berbahaya setiap tahun.
(dem/dem) Next Article BMKG: Tak Ada Badai 28 Desember, Awas Cuaca Ekstrem