²©²ÊÍøÕ¾

Gempa Turki, Begini Cara Peramal Tahu Bencana Sudah Dekat

Redaksi, ²©²ÊÍøÕ¾
08 February 2023 14:55
Pandangan udara dari bangunan yang runtuh setelah gempa berkekuatan 7,7 dan 7,6 melanda Kahramanmaras, Turkiye pada 7 Februari 2023. Senin dini hari, gempa berkekuatan 7,7 yang berpusat di distrik Pazarcik, mengguncang Kahramanmaras dan mengguncang beberapa provinsi dengan kuat, termasuk Gaziantep, Sanliurfa, Diyarbakir, Adana, Adiyaman, Malatya, Osmaniye, Hatay, dan Kilis. Kemudian, pada pukul 13.24. (1024GMT), gempa berkekuatan 7,6 yang berpusat di distrik Elbistan Kahramanmaras melanda wilayah tersebut. Turkiye mengumumkan 7 hari berkabung nasional setelah gempa bumi mematikan di provinsi selatan. (Evrim Aydin/Anadolu Agency via Getty Images)
Foto: Pandangan udara dari bangunan yang runtuh setelah gempa berkekuatan 7,7 dan 7,6 melanda Kahramanmaras, Turkiye pada 7 Februari 2023. (Anadolu Agency via Getty Images/Anadolu Agency)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Gempa bumi yang menggoyang Turki pada 6 Februari 2023 ternyata sudah diramalkan oleh seorang peneliti bernama Frank Hoogerbeets. Ia sempat membuat status di Twitter tiga hari sebelum kejadian.

Empat wilayah dia sebut akan terdampak goyangan yakni Turki tengah-selatan, Yordania, Suriah dan Lebanon. "Cepat atau lambat akan ada gempa M 7,5 di wilayah ini (Turki tengah-selatan, Yordania, Suriah, dan Lebanon)," tweet Hoogerbeets pada 3 Februari 2023 lalu.

Ramalannya jadi kenyataan, lantas banyak yang bertanya-tanya apa teknik yang dia pakai untuk memprediksi bencana alam. Menurut bio Twitternya, Hoogerbeets adalah peneliti di lembaga SSGEOS dan berdomisili di Belanda.

SSGEOS sendiri merupakan lembaga yang memantau geometri antar benda langit. Menurut SSGEOS, gempa bumi memang bisa dipantai dari pergerakan tata surya.

Dalam lama resminya, SSGEOS menuliskan tidak setuju dengan syarat penentuan gempa yang terdiri dari tanggal dan waktu, lokasi, serta besarannya. "Fokus kami pada gempa dengan magnitudo 6 dan lebih besar, karena gempa bumi dalam kategori ini cenderung lebih sering terjadi saat planet mencapai posisi tertentu di tata surya, yang menjelaskan pengelompokan pada gempa bumi besar dalam suatu waktu tertentu," tulis lembaga itu.

SSGEOS menjelaskan penemuan geometri di Tata Surya penyebab gempa pertama kali pada 23 Juni 2014. Saat itu terdapat gempa M6 di Pasifik Selatan, lalu diikuti gempa di Pasifik Utara berkekuatan M7,9. Pada saat gempa terjadi, SSGEOS melihat kalau enam benda langit terlihat menyatu berbentuk segitiga.

"Dari sini kami menyimpulkan bahwa kuncinya adalah kondisi kerak bumi, yaitu jumlah tekanan antara lempeng tektonik dan apakah bagian patahan telah mencapai batasan regangannya atau tidak. Ini secara logis akan menunjukkan hubungan langsung antara penumpukan tekanan di kerak bumi dan muatan elektromagnetik dari geometri planet kritis," tulis SSGEOS.

Meski demikian, prediksi SSGEOS ini banyak dipatahkan dalam komunitas ilmiah. Argumennya sederhana: bagaimana bisa gempa yang terjadi di permukaan bumi dapat diprediksi dengan melihat posisi tata surya?

Argumen ini tentu didasarkan oleh fakta kalau ilmu pengetahuan sampai sejauh ini tidak mampu memprediksi datangnya gempa. Termasuk juga kedatangan bencana pengikutnya seperti tsunami atau longsor.

Metode Baru Ramal Gempa

Gempa bumi merupakan bencana alam yang cukup sering terjadi di belahan dunia. Di Indonesia, mengawali 2023 sudah terjadi beberapa kali gempa dari Banten hingga Maluku.

Tim peneliti dari Northwestern University mengklaim telah menemukan metode baru untuk mempredeksi gempa besar sebelum terjadi. Masih serupa dengan metode seismologi yang selama ini dipakai, tetapi pendekatannya dimodifikasi.

Diketahui, seismologi merupakan ilmu geofisika yang mempelajari mekanisme gempa dengan gelombang seismik. Perhitungan seismologi menitikberatkan pada waktu rata-rata dan waktu terakhir gempa untuk meramalkan bencana di masa mendatang.

Nah, metode baru dari Northwestern University akan mempertimbangkan keseluruhan rekam jejak sejarah gempa untuk memprediksinya. Metode baru ini merupakan kolaborasi ahli seismologi dan ahli statistik secara bersamaan.

Model probabilitas yang dibuat akan lebih komperhensif dan realistik dari yang hanya terjadi baru-baru ini saja. Pasalnya, menurut tim peneliti, gempa tak seperti jam yang durasinya terukur. Kadang gempa akan terjadi dalam satu waktu secara bersamaan dan besar, lalu akan ada masa di mana gempa tidak terjadi dalam waktu yang sangat lama.

"Kadang kita melihat gempa terjadi dalam jangka waktu yang sangat pendek, lalu lama sekali tak terjadi apa-apa. Model seismologi tradisional tak bisa mengamati perilaku bencana seperti ini," kata tim peneliti, dikutip dari Scitechdaily, Rabu (8/2/2023).

"Sangat masuk akal bahwa waktu dan urutan gempa bumi di masa lalu sangat berpengaruh," kata Profesor statistik, Spencer.

Tak ada yang Bisa Prediksi Gempa

Kendati ramalan soal gempa Turki yang di-tweet Hoogerbeets ternyata benar terjadi, lalu tim peneliti dari Northwestern University mengklaim punya metode lebih mumpuni untuk memprediksi gempa masa depan, namun ada pernyataan tegas dari Lembaga Survey Geologi Amerika Serikat (USGS).

"Tak ada ilmuwan yang pernah memprediksi gempa besar," begitu pernyataannya.

Menurut USGS, pihaknya cuma bisa memperhitungkan kemungkinan terjadinya gempa besar di area tertentu dalam jangka waktu tertentu. Namun, tak bisa meramalkan di hari tententu bisa terjadi gempa dengan besaran yang pasti.

Menurut dia, jika ada yang secara random berbicara di internet soal ramalan gempa bumi dan pada akhirnya terjadi, hal tersebut hanyalah kebetulan belaka.

Baru-baru ini, seorang ahli gempa Jepang meyakini bahwa gempa bumi yang lebih besar akan kembali muncul di Timur Tengah. Prediksi ini muncul setelah gempa berkekuatan magnitudo 7,8 menghantam Turki dan Suriah awal pekan ini.

Hal ini disampaikan oleh Yagi Yoji, profesor seismologi dan pakar patahan di Universitas Tsukuba. Ia mengatakan prediksinya melalui sebuah artikel dan wawancara dengan media lokal.

Menurutnya, ada beberapa patahan di dekat episentrum gempa ini di mana lempeng Anatolia timur laut bertemu dengan lempeng Arab, dan ini mengarah pada pembentukan struktur tektonik yang kompleks di antara mereka. Hal tersebut bisa menimbulkan gempa yang lebih besar dibandingkan dengan yang terjadi di Turki dan Suriah.


(fab/fab) Next Article 4 Ramalan Gempa yang Terbukti Benar, Bukan Hanya di Turki

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular