²©²ÊÍøÕ¾

Amerika 'Mengalah' ke China, Korsel dan Taiwan Boleh Lega

Redaksi, ²©²ÊÍøÕ¾
12 June 2023 22:00
Chinese and U.S. flags flutter near The Bund, before U.S. trade delegation meet their Chinese counterparts for talks in Shanghai, China July 30, 2019.  REUTERS/Aly Song
Foto: Bendera Tiongkok dan AS berkibar di dekat Bund, jelang delegasi perdagangan AS bertemu dengan China di Shanghai, Cina 30 Juli 2019. REUTERS / Aly Song

Jakarta ²©²ÊÍøÕ¾ - Pemerintah Amerika Serikat (AS) agaknya mulai melunak dalam 'perang' teknologi melawan China. Menurut laporan The Wall Street Journal, AS mengizinkan raksasa semikonduktor Korea Selatan dan Taiwan untuk melanjutkan bisnis mereka di China tanpa ada sanksi.

Hal ini diungkap langsung oleh Wakil Menteri Perdagangan untuk Industri dan keamanan AS Alan Esteves. Beberapa analis melihat langkah ini akan melemahkan kontrol ekspor AS yang dirancang untuk memperlambat kemajuan teknologi China.

Keputusan terbaru AS berbanding terbalik dengan wacana yang disampaikan pada Oktober tahun lalu. Kala itu, AS secara tegas memberlakukan pembatasan pada industri semikonduktor China.

AS tak ingin China memegang peran dalam pengembangan teknologi semikonduktor canggih. Maka dari itu, AS berupaya melakukan pembatasan dalam pengiriman alat pembuat chip dari negaranya dan sekutu.

Raksasa semikonduktor Korea Selatan (Samsung Electronics) dan Taiwan (TSM) diberi waktu pengecualian selama 1 tahun untuk melanjutkan investasi di China. Pasalnya, kedua perusahaan sudah terlanjur membangun fasilitas bernilai miliaran dollar AS di Negeri Tirai Bambu.

Setelah 1 tahun, rencana awal AS adalah membatasi kerja sama pabrikan Korsel dan Taiwan di China. Namun, Estevez mengatakan kebijakan 1 tahun itu bakal diperpanjang.

Dengan begitu, Korsel dan Taiwan masih bisa bernapas lega untuk berbisnis dengan China setelah Oktober tahun ini, dikutip Senin (12/6/2023).

Sebagai informasi, Korsel dan Taiwan mau tak mau tunduk pada AS karena keduanya bergantung pada peralatan teknologi yang dikembangkan manufaktur AS, Belanda, dan Jepang. Sebelumnya, Belanda dan Jepang sudah sepakat mendukung penuh langkah AS.

Korsel menjadi negara yang diterpa dilema paling besar. Di satu sisi, Korsel selama ini menjalin hubungan baik dengan AS. Namun, China adalah pasar ekspor terbesar Korsel untuk sektor semikonduktor.

Selain itu, Korsel juga perlu hati-hati dengan China. Sebab, China memiliki hubungan dekat dan pengaruh besar ke Korea Utara (Korut) yang merupakan 'musuh' Korsel.

Sepertinya AS sudah menyadari peran penting China yang tak bisa disepelekan. Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan dalam pidatonya mengatakan bahwa AS tidak berniat memisahkan diri dari China.

Sependapat, Menteri Keuangan Janet Yellen juga mengatakan pemisahan penuh dari ekonomi China akan mendatangkan bencana bagi kedua negara.

Namun, jejeran Senator AS banyak yang menentang keputusan pemerintah. Salah satunya Senator Marco Rubio dari partai Republik. Ia mendesak Menteri Perdagangan AS Gina Raimondo untuk memperkuat kontrol atas ekspor teknologi, termasuk semikonduktor.

Selain itu, anggota American Enterprise Institute juga mengatakan AS tak bakal bisa melakukan kontrol ekspor jika tak tegas dengan China.

"Kita tidak bisa mengontrol teknologi ketika dua perusahaan besar [Samsung dan TSM] bebas melakukan apa yang mereka mau," kata dia.

"Kalian terlihat lemah," ujarnya, merujuk pada pemerintahan AS saat ini.


(fab/fab) Next Article Cerita Lengkap China Blokir Chip AS, Tarik Ulur Korsel-Taiwan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular