Viral Kecurangan Sirekap Pemilu 2024, Begini Penjelasannya

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Aplikasi Sirekap Pemilu 2024 yang dikembangkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ramai dibahas netizen di media sosial X. Pantauan ²©²ÊÍøÕ¾, Kamis (15/2/2024), topik 'Sirekap' masuk jajaran trending topic dengan menghimpun lebih dari 106.000-an post.
Banyak netizen membagikan video kecurangan yang terjadi karena kesalahan sistem rekapitulasi suara yang direkam oleh aplikasi Sirekap Pemilu 2024.
Sebagai informasi, cara kerja Sirekap menggunakan metode gabungan Optical Character Recognition (OCR) dan Optical Mark Recognition (OMR). Keduanya berdasarkan pada pengembangan teknologi kecerdasan buatan (AI).
Sistem tersebut bisa mengenali pola dan tulisan tangan pada formulir kertas fisik. Lalu, sistem akan mengubahnya menjadi data numerik secara digital.
Data-data dari Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang direkam oleh aplikasi Sirekap kemudian dikirimkan untuk melakukan penghitungan suara.
Permasalahannya, berdasarkan video yang beredar di X, terjadi banyak kesalahan atau eror pada proses memasukkan data (entry data) melalui aplikasi Sirekap Pemilu 2024.
Hasil penghitungan di TPS secara fisik angkanya berubah drastis setelah dipindai (scan) ke dalam aplikasi Sirekap Pemilu 2024. Berikut beberapa laporan yang dirangkum ²©²ÊÍøÕ¾:
Selain kesalahan pada hasil scan yang dilakukan aplikasi Sirekap Pemilu 2024, banyak juga yang melaporkan angka yang tertera di aplikasi itu tak bisa diubah atau diperbaiki.
CTO GovTech Edu, Ibrahim Arief, mencoba menjelaskan secara teknis permasalahan yang terjadi di aplikasi Sirekap Pemilu 2024 melalui laman X personalnya.
Menurut dia, kesalahan entry data dikarenakan aplikasi Sirekap Pemilu 2024 diprogram untuk membaca tiga digit angka. Sementara itu, hasil suara di tiap TPS untuk para paslon bisa jadi hanya sampai dua digit angka.
Untuk itu, ia mengatakan seharusnya angka di kertas yang cuma sampai dua digit, di depannya diberikan huruf '0'.
"Karena tidak ada digit pertama yang ditandai, sistemnya sepertinya berusaha mendeteksi angka semaksimal mungkin, dan jadinya mengambil keputusan yang salah untuk identifikasi digit pertama," ia menjelaskan, dikutip dari akun X-nya @ibamarief.
Menurut catatan dari sampel data di kelurahannya, data eror seperti ini hanya terjadi pada 10% dari keseluruhan sampel.
"Berdasarkan pengalaman saya mengembangkan sistem teknologi, data masukan yang ~90% valid sebenarnya cukup baik, asalkan memang ada mekanisme atau prosedur untuk mengidentifikasi dan mengoreksi 10% error rate yang terjadi, dan mekanisme ini yang KPU lakukan dalam bentuk proses rekapitulasi selama sebulan ke depan," ia menuturkan.
Ibrahim mengatakan tak ada sistem teknologi yang 100% terbukti bebas dari kesalahan pengguna atau user error. Namun, sistem yang baik akan menghadirkan mekanisme pengecekan dan pengoreksian error untuk memperbaiki kesalahan yang mungkin terjadi.
(fab/fab) Next Article Viral Sirekap Pemilu 2024, Ini Fungsi dan Cara Kerjanya
