²©²ÊÍøÕ¾

Google Dihujat, Startup Bekingannya Gaspol Pamer AI Tercanggih

Intan Rakhmayanti, ²©²ÊÍøÕ¾
06 March 2024 20:30
REFILE - CLARIFYING CAPTION Silhouettes of mobile users are seen next to a screen projection of Google logo in this picture illustration taken March 28, 2018.  REUTERS/Dado Ruvic
Foto: REUTERS/Dado Ruvic

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Anthropic, startup yang didukung Google dan Amazon, meluncurkan serangkaian model kecerdasan buatan atau AI yang bertajuk Claude 3.

Claude 3 disebut sebagai AI tercepat dan terkuat yang merek buat. Alat baru tersebut terdiri dari Claude 3 Opus, Soneta dan Haiku.

Perusahaan mengatakan model baru yang paling mumpuni adalah Claude 3 Opus, mengungguli OpenAI GPT-4 dan Google Gemini Ultra dalam uji benchmark industri, seperti pengetahuan tingkat sarjana, penalaran tingkat pascasarjana, dan matematika dasar.

Ini menjadi kali pertama Anthropic menawarkan dukungan multimoda. Pengguna dapat mengunggah foto, bagan, dokumen, dan jenis data tidak terstruktur lainnya untuk analisis dan jawaban.

Model lainnya, Sonnet dan Haiku, lebih kompleks dan lebih murah dibandingkan Opus. Sonnet dan Opus tersedia di 159 negara mulai awal pekan ini, sementara Haiku akan segera hadir, menurut Anthropic, dikutip dari ²©²ÊÍøÕ¾ Internasional, Rabu (6/3/2024).

Perusahaan tersebut menolak untuk merinci berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melatih Claude 3 atau berapa biayanya. Tapi dikatakan bahwa perusahaan seperti Airtable dan Asana membantu A/B menguji model tersebut.

Pada tahun lalu, Anthropic dipandang sebagai startup AI generatif menjanjikan yang didirikan oleh mantan eksekutif riset OpenAI. Mereka telah menyelesaikan putaran pendanaan Seri A dan B, namun baru meluncurkan versi pertama chatbotnya tanpa akses konsumen atau sorotan media.

Setahun kemudian, ia menjadi salah satu startup AI terpanas, dengan mendapat dukungan termasuk dari Google, Salesforce, dan Amazon. Ia kemudian menjadi produk yang bersaing langsung dengan ChatGPT baik di dunia perusahaan maupun konsumen.

Selama setahun terakhir, startup ini mencapai lima kesepakatan pendanaan berbeda, dengan total sekitar US$7,3 miliar.

Bidang AI generatif telah berkembang pesat selama setahun terakhir, dengan rekor US$29,1 miliar yang diinvestasikan di hampir 700 kesepakatan pada 2023 dengan peningkatan nilai kesepakatan lebih dari 260% dari tahun sebelumnya.

Ini menjadi perkembangan paling menarik dalam laporan pendapatan perusahaan kuartal per kuartal.

Di satu sisi, akademisi dan ahli etika telah menyuarakan keprihatinan yang signifikan tentang kecenderungan teknologi untuk menyebarkan bias. Namun meskipun demikian, teknologi ini dengan cepat menyebar ke sekolah, perjalanan online, industri medis, periklanan online, dan banyak lagi.

Google Dihujat Gegara Gemini AI

Di saat bersamaan, Google tengah menghadapi tekanan lantaran kekacauan AI Gemini miliknya. Raksasa mesin pencari sudah menyetop sementara operasional AI Gemini karena membuat visual yang tak akurat.

Pada akhir Februari lalu, pengguna media sosial mengeluhkan AI Gemini karena menghasilkan gambar tokoh-tokoh sejarah, seperti para Founding Fathers AS, sebagai orang kulit hitam.

Google mengakui bahwa AI Gemini belum sempurna dan butuh masukan. Google juga berjanji akan meningkatkan tool tersebut dan memutuskan untuk menutup layanan dalam beberapa saat.

Tak berhenti sampai di situ, kekacauan AI Gemini membuat saham Google merosot. Terbaru, CEO Alphabet (induk Google), Sundar Pichai, mendapat tekanan untuk mundur dari posisinya.

Pada awal pekan ini, Ben Thompson yang merupakan analist dan penulis newsletter 'Stratechery' mengatakan bahwa Google butuh transformasi dalam organisasinya.

"Google perlu mengganti orang-orang yang membiarkan ada kekacauan, termasuk CEO Sundar Pichai," tertulis dalam newsletter yang banyak dibahas di lingkungan Silicon Valley.

Analis lain dari Bernstein, Mark Shmulik, juga mengamini hal tersebut. Ia mengatakan mungkin sudah semestinya ada pergantian kepemimpinan di Google.

"Kejadian belakangan ini memicu pertanyaan apakah manajemen saat ini masih relevan untuk membawa Google ke era selanjutnya," kata dia, dikutip dari Business Insider.

Menurut para analis, Google tak terlalu lihai dalam bergerak cepat mengejar ketinggalan. Hal ini terlihat dari inisiatif AI yang berkali-kali mendapat masalah, mulai dari Bard hingga Gemini.

Pichai sendiri ditunjuk sebagai CEO Google pada 2015 dan Alphabet pada 2019. Selama ini, Google adem ayem di bawah naungannya. Ia juga dikenal cukup baik dalam melakukan negosiasi dengan para regulator.

Kapitalisasi market Google saat ini US$ 1,7 triliun, naik dari US$ 4 miliar pada 2015 lalu ketika Pichai ditunjuk sebagai CEO.

Kendati begitu, era AI membawa tantangan yang jauh lebih berat dan belum pernah dialami sebelumnya. Untuk itu, perlu ada kepemimpinan yang lebih tangguh untuk memenangkan perang AI.


Debat soal Pichai juga disorot beberapa mantan petinggi Google. Salah satunya Marissa Mayer yang pernah 20 tahun bekerja di Google dan sempat menjadi CEO Yahoo.

Ia mengomentari tweet dari CEO Color Health, Othman Laraki, yang mengatakan bahwa Google menghadapi masalah yang sulit dipecahkan.

Namun, Mayer tampaknya membela Pichai dalam hal ini. Ia mengatakan, "saya ingin mereka [Google] menang dan berpikir bahwa mereka bisa".


(fab/fab) Next Article Google Guyur Rp 31,8T ke Startup yang Bilang AI Bunuh Manusia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular