Obat Sirop Dilarang, Respons Menteri Jokowi Ini Mengagetkan

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan setiap produk obat yang dihasilkan oleh
industri farmasi dalam negeri sudah mengikuti standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Di sisi lain, dia meminta seluruh perusahaan farmasi mengevaluasi semua obat yang diproduksi.
Mencuatnya kasus cemaran pada obat sirop yang dinyatakan pemicu gangguan gagal ginjal akut progresif atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) di Indonesia, Agus mengatakan, bahan baku yang digunakan oleh industri farmasi selama ini aman dan telah digunakan sejak lama.
Seperti diketahui, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menginstruksikan, seluruh apotek di Indonesia menghentikan sementara semua penjualan obat bebas dalam bentuk sediaan cair atau sirup kepada masyarakat. Selain itu, para tenaga kesehatan juga diminta untuk tidak meresepkan obat-obatan sirup sampai adanya pengumuman resmi dari pemerintah.
Obat yang dilarang untuk dijual termasuk semua jenis obat dalam bentuk sirup atau cair. Larangan ini juga berlaku atas produk multivitamin dan herbal berbentuk cair.
Instruksi tersebut dikeluarkan sebagai upaya kewaspadaan selagi regulator menyelidiki kasus gangguan gagal ginjal akut progresif atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) yang banyak menyerang anak-anak di Indonesia.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia telah melakukan pengujian dan sampling terhadap jenis obat sirup yang diduga mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG).
"Kasus ditemukannya etilen glikol dan dietilen glikol yang melebihi ambang batas pada obat sirup merupakan kejadian yang tidak diharapkan oleh industri farmasi," ungkap Agus dalam keterangan resmi, dikutip Sabtu (22/10/2022).
Agus menambahkan, dari hasil investigasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), ditengarai bahwa kedua zat tersebut merupakan cemaran dan bukan sebagai bahan baku tambahan yang digunakan pada formulasi dan proses produksi obat sirop.
Cemaran tersebut diduga berasal dari empat bahan baku tambahan, yaitu propilen glikol, polietillen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol.
"Keempat bahan di atas bukan merupakan bahan yang berbahaya atau dilarang penggunaannya dalam pembuatan sirup obat dan telah digunakan sejak lama," kata Agus.
Dia menjelaskan, dari keempat bahan tersebut, baru dua yang sudah dipakai oleh industri farmasi di dalam negeri, yaitu sorbitol dengan kapasitas 154 ribu per tahun dan gliserin sebesar 883.700 ton per tahun.
Sedangkan, bahan propilen glikol dan polietilen glikol masih belum dapat diproduksi di dalam negeri, sehingga industri farmasi harus mengimpor dua bahan itu terlebih dahulu.
Sejauh ini, Agus mengatakan kementeriannya telah berkoordinasi dengan industri farmasi yang produknya mengandung cemaran etilen glikol dan dietilen glikol melewati ambang batas aman.
"Sebagai tindak lanjut, industri terus melakukan evaluasi internal, pengujian kandungan cemaran bahan baku pada laboratorium independen, serta berkoordinasi untuk melakukan penarikan produk dari pasar," jelas Agus.
Menurut Agus, semua obat yang diproduksi oleh perusahaan lokal juga telah memenuhi persyaratan mutu sesuai Farmakope Indonesia atau kompendial lain.
(dce) Next Article Dokter Jelaskan yang Terjadi Saat Anak Alami Gangguan Ginjal
