
Riset: Anak yang Pilih-pilih Makanan Bisa Jadi Tanda Depresi

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Bagi sebagian orang tua, kecenderungan anak untuk menjadi pemilih dalam hal makanan atau memilah-milah makanan tertentu untuk dikonsumsi hanyalah sebuah sifat normal. Namun faktanya, para peneliti di Duke University School of Medicine Amerika Serikat, kondisi anak picky dalam makanan bisa jadi merupakan tanda dengan depresi dan gangguan kecemasan umum dan sosial.
Penelitian yang diterbitkan di jurnal Pediatrics tersebut menggunakan 3.433 anak yang datang ke klinik anak sehat sebagai bahan studi. Kemudian ditemukan bahwa lebih dari 20% anak usia 2 hingga 6 tahun disebut para ilmuwan sebagai anak yang selektif memilah makanan.
Dari situ, para peneliti menemukan bahwa mereka yang memiliki perilaku makan selektif hampir dua kali lebih mungkin mengalami peningkatan gejala kecemasan umum dan depresi.
Anak-anak dengan pola makan selektif sedang dan berat memenuhi kriteria Gangguan Pembatasan Asupan Makanan, sebuah gangguan makan dan diagnosis baru yang termasuk dalam Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental terbaru.
Direktur Duke Center for Eating Disorders sekaligus penulis penelitian tersebut, Nancy Zucker mengatakan beberapa anak pemilih makanan akan mengalami indra yang meningkat yang dapat membuat aroma, tekstur, dan rasa makanan tertentu menjadi berlebihan, menyebabkan keengganan dan rasa jijik.
Dia menambahkan, perilaku tersebut bisa dipicu oleh pengalaman buruk dengan makanan tertentu.
"Mereka menjadi cemas saat dihadapkan dengan makanan baru lainnya atau dipaksa untuk mencoba makanan yang tidak disukai itu lagi," ujarnya dikutip dari healthline, Jumat (17/2/2023).
Dia pun mengimbau bahwa kondisi seperti ini harus disadari penting oleh para keluarga dan dokter dalam melihat anak picky soal makanan menjadi suatu masalah serius. Menurutnya, anak bandel yang tidak mau makan sayur sangat berbeda kasusnya dengan anak selektif makanan karena adanya masalah depresi yang dialami yang bisa saja terus meningkat diagnosanya kapanpun secara siginifikan.
Untungnya, psikolog Anxiety Behaviors Clinic sekaligus direktur Picky Eaters Clinic, Katherine K. Dahlsgaard membeberkan cara dan teknik untuk membantu para orang tua yang anaknya mengalami kondisi demikan.
Pertama adalah memberikan secara berulang makanan baru atau yang tidak diinginkan oleh anak.
"Terus-menerus memotivasi mereka untuk makan satu atau dua gigitan brokoli di mangkuk mereka meskipun mereka keberatan mendorong anak-anak untuk membuka pikiran mereka terhadap makanan baru," terangnya.
Kedua, orang tua harus sering memberi hadiah. Contohnya, anak harus diimingi hadiah seperti bermain video game atau menonton program favorit jika mereka mencicipi makanan yang tidak mereka sukai saat makan.
Dia menambahkan, perilaku buruk membantah seperti menangis, merengek, murung, dan lain sebagainya hanya akan membuat anak melakukan hal serupa secara berulang.
Dia menyimpulkan, tidak semua anak akan terus mengalami selektif kronis soal makanan di masa dewasa. Namun, jika ada penurunan kesehatan di masa sekarang, orang tua dan dokter perlu menanganinya secara serius.
(miq/miq) Next Article 4 Hal yang Tak Boleh Diucapkan ke Anak Menurut Ahli Gizi