²©²ÊÍøÕ¾

Alasan Anak Muda Usia 18-25 Tahun Paling Tidak Bahagia di Dunia

Rindi Salsabilla, ²©²ÊÍøÕ¾
25 July 2024 11:15
Sad woman hug her knee,nobody
Foto: Ilustrasi (Designed by Jcomp / Freepik)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Studi mengungkapkan bahwa dewasa muda alias orang berusia 18 hingga 25 tahun adalah kelompok yang paling tidak bahagia di dunia.

Melansir dari ²©²ÊÍøÕ¾ Make It, profesor ekonomi di Dartmouth College, David Blanchflower memperkenalkan konsep kurva kebahagiaan berbentuk U yang diteliti sejak 1970-an. Kurva tersebut mengungkapkan bahwa puncak kebahagiaan manusia ternyata baru terjadi pada sekitar usia 30 tahun.

Sementara itu, tingkat terendah kebahagian manusia terjadi pada masa dewasa muda. Hal ini diungkapkan dalam makalah terbaru Blanchflower bersama Alex Bryson dan Xiaowei Xu.

Bersama peneliti lain, Blanchflower menganalisis data dari Sistem Pengawasan Faktor Risiko Perilaku milik Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC). Makalah ini berfokus pada peserta yang mengindikasikan bahwa mereka mengalami stres, depresi, dan masalah emosi selama 30 hari berturut-turut dalam survei CDC.

Berdasarkan temuan para peneliti pada 2023 lalu, peningkatan respons terbesar terjadi pada kelompok usia 18 hingga 25 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa dewasa muda cenderung mengalami kondisi kesehatan mental yang buruk sepanjang tahun. Para peneliti mengungkapkan, kelompok yang paling sering mengalami gangguan kesehatan mental adalah perempuan.

"Fakta ini yang paling mengejutkan dan menakutkan. Perkiraan saya 11 persen perempuan muda berada dalam kondisi keputusasaan," kata Blanchflower, dikutip Kamis (25/7/2024).

Terkait penyebab, para ahli sepakat bahwa media sosial berkontribusi besar terhadap tingkat kebahagiaan remaja.

Blanchflower mengaku bahwa ia tidak yakin terkait alasan mengapa dewasa muda menjadi kelompok yang paling tidak bahagia di dunia. Namun, catatannya menunjukkan bahwa tren penurunan ini dimulai sebelum pandemi Covid-19.

Faktor yang dinilai paling identik dengan penyebab stres bagi usia dewasa muda adalah tingkat penggunaan media sosial dan smartphone. Faktor ini ditetapkan µþ±ô²¹²Ô³¦³ó´Ú±ô´Ç·É±ð°ùÌýdengan alasan bahwa penyebab perubahan kebahagiaan bagi kaum muda pasti "sesuatu yang dimulai sekitar 2014 atau lebih."

Psikolog klinis dan profesor di departemen psikiatri di Yale School of Medicine, Amber Wimsatt Childs mengaku sepakat dengan Blanchflower yang menyebut bahwa media sosial berperan besar dalam pola ketidakbahagiaan dewasa muda pada saat ini.

"Apa yang telah dilakukan media sosial dalam banyak hal adalah memperbesar kekhawatiran yang sudah ada sejak lama," kata Wimsatt Childs.

Wimsatt Childs mengatakan bahwa media sosial, seperti Snapchat, Instagram, X (sebelumnya Twitter), hingga TikTok kerap "membanjiri" para penggunanya dengan berbagai informasi dan dapat menimbulkan adu nasib antar sesama pengguna dalam skala yang lebih besar.

"Orang-orang selalu membandingkan diri dengan orang lain. Namun, hal tersebut mungkin terbatas pada orang-orang yang jauh lebih dekat dengan kita," kata Wimsatt Childs.

Lantas, bagaimana cara agar dewasa muda bisa lebih bahagia?

Menurut Wimsatt Childs, ada tiga cara yang dapat dilakukan oleh kelompok dewasa muda agar bisa lebih bahagia selama masa muda, yakni.

1. Tentukan apa nilai yang diminati untuk dilakukan agar selaras

Wimsatt Childs mengatakan bahwa manusia cenderung memiliki masa hidup terbaik saat melakukan hal yang diminati dan diyakini dapat konsisten dilakukan.

Maka dari itu, ia mendorong para dewasa muda untuk mengenali dan melakukan hal-hal yang diminati agar dapat menikmati dan lebih bahagia selama masa muda.

2. Manfaatkan "adu nasib" sebagai sarana bersyukur

Menurut Wimsatt Childs, tidak selamanya adu nasib dapat menjadi hal yang negatif. Sebab, jika Anda memanfaatkan perbandingan untuk lebih bersyukur atas apa yang dimiliki maka itu bisa menjadi hal yang bermanfaat bagi hidup.

3. Fokus pada pengurangan tingkat stres

Wimsatt Childs menegaskan bahwa terlalu sering mengalami stres dapat menyebabkan masalah kesehatan, termasuk gangguan kesehatan jantung. Maka dari itu, penting bagi dewasa muda untuk mengurangi aktivitas yang dapat memicu stres, termasuk penggunaan media sosial.

"Melakukan apa yang mereka bisa untuk menghindari sumber stres ini dapat membantu, termasuk menghindari penggunaan media sosial sebelum tidur, memprioritaskan kebersihan tidur, dan berolahraga," kata Wimsatt Childs.

Selain kepada dewasa muda, Wimsatt Childs juga menyarankan orang tua dan orang-orang terdekat untuk mulai menyadari besarnya tantangan dan tekanan yang dihadapi oleh kelompok dewasa muda.

Wimsatt Childs menyarankan orang tua untuk mulai melakukan validasi setiap kelompok dewasa muda mengungkapkan bahwa mereka sedang berjuang dengan kesehatan mental.

Selain itu, ia juga mendorong orang tua untuk terlibat dalam "aktivitas sehat" bersama mereka, seperti melakukan diskusi terbuka terkait emosi atau berjalan-jalan bersama.


(rns/rns) Next Article Mental Health Jadi Prioritas Kemenkes, Sama Bahayanya seperti Kanker

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular