
Kenali 5 Perbedaan Utama Virus Mpox dan COVID-19

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Sejak Januari 2023, Republik Demokratik Kongo (DRC) telah melaporkan terdapat 22.000 lebih kasus mpox yang terdeteksi dan kematian lebih dari 1.200. Kasus-kasus baru telah dikonfirmasi di negara-negara tetangga dan mendorong Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk menetapkan penyakit tersebut sebagai keadaan darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional pada 14 Agustus 2024.
Meskipun ada kesamaan antara mpox dan COVID-19 (misalnya, keduanya adalah penyakit zoonosis), ada juga ciri pembeda yang penting diketahui masyarakat
Berikut adalah 5 persamaan dan perbedaan Mpox dan Covid-19.
1. Sumber virus
Mpox dan COVID-19 sama-sama merupakan penyakit zoonosis, yang berarti penyakit ini ditularkan dari hewan ke manusia. SARS-CoV-2 (penyebab COVID-19) diduga berasal dari kelelawar, yang berpotensi berpindah ke inang perantara sebelum menular ke manusia. Namun, bukti langsung yang mendukung rangkaian peristiwa penularan ini masih belum cukup.
Meskipun MPXVÂ (virus penyebab Mpox) pertama kali ditemukan pada monyet yang dipelihara untuk penelitian di Kongi, mereka bukanlah reservoir utama atau satu-satunya virus tersebut. Hewan pengerat, termasuk bajing dan tikus kantong Gambia, diyakini sebagai reservoir MPXV.
Seperti halnya SARS-CoV-2, diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahami asal, reservoir, dan sirkulasi Mpox di antara populasi hewan.
2. Penularan atau tempat penampung
SARS-CoV-2 adalah virus pernapasan dan menyebar melalui aerosol yang mengandung virus (tetesan kecil yang dikeluarkan saat bernapas) yang dapat melayang di udara selama beberapa menit hingga beberapa jam. Jika orang lain menghirup aerosol ini, orang yang terpapar dapat terinfeksi.
Karena SARS-CoV-2 menyebar secara efisien melalui udara, virus ini sangat sulit dikendalikan dan satu orang berpotensi menginfeksi banyak orang lain hanya dengan bernapas di ruangan yang sama. Selain itu, orang dapat menyebarkan COVID-19, meskipun mereka tidak menunjukkan gejala.
Sementara Mpox, meski dapat ditularkan melalui air liur dan sekresi pernapasan, virus ini bukanlah virus pernapasan. Sebaliknya, virus ini terutama menyebar melalui kontak langsung dengan ruam, koreng, atau cairan tubuh penderita Mpox.
Virus ini juga dapat menyebar secara kongenital, atau dengan menggunakan benda dan permukaan yang telah digunakan oleh penderita. Namun, bersenggolan dengan seseorang atau mencoba pakaian di toko memiliki risiko yang rendah.
Penularan terjadi ketika melakukan kontak yang lama dengan pakaian yang telah bersentuhan lama dengan lesi atau luka mpox untuk meningkatkan risiko infeksi.Â
MPXV juga dapat ditularkan melalui hubungan seksual, yang memainkan peran penting dalam penyebarannya selama wabah 2022-2023 dan terus menjadi jalur penularan utama dalam wabah yang sedang berlangsung di Afrika.
Pada akhirnya, karena MPXV menyebar terutama melalui kontak dekat dan berkepanjangan, Mpox jauh lebih sulit menular daripada COVID-19.
3. Gejala dan Tingkat Keparahan Penyakit
Gejala COVID-19 muncul mulai 2 hingga 14 hari setelah terpapar SARS-CoV-2. Gejalanya meliputi demam, menggigil, sakit kepala, sakit tenggorokan, hidung tersumbat atau berair, dan kehilangan indra perasa atau penciuman, dan lain-lain.
Pada Mpox, perlu waktu hingga 3 minggu setelah terpapar MPXV untuk timbulnya gejala. Meskipun bervariasi pada setiap kasus, gejalanya mungkin mirip dengan gejala COVID-19 selama tahap awal infeksi (misalnya, demam, sakit kepala, menggigil).
Secara klinis, Mpox berbeda dari COVID-19 karena ditandai dengan munculnya ruam, yang dapat terasa nyeri dan gatal, dan cenderung menyebar ke wajah, ekstremitas, dan alat kelamin.
Tingkat keparahan Mpox juga bergantung pada usia (anak kecil lebih mungkin mengalami penyakit parah), akses ke perawatan medis dan vaksin, serta status kesehatan (misalnya, orang dengan HIV memiliki risiko lebih tinggi terkena mpox parah).
4. Diagnosis
Pada COVID-19, orang dapat menguji diri mereka sendiri di rumah dengan menggunakan tes antigen cepat. Tes amplifikasi asam nukleat (NAAT), seperti reaksi perubahan polimerase (PCR), lebih sensitif daripada tes antigen untuk mendiagnosis COVID-19.
Pilihan untuk mendiagnosis Mpox lebih sedikit. Pengujian konfirmasi Mpox hanya dilakukan melalui PCR pada cairan dari pustula atau kerak kering dari lesi berkeropeng.
Selain itu, sampel harus dikirim ke laboratorium kesehatan masyarakat atau laboratorium komersial yang dilengkapi dengan baik untuk dianalisis. Saat ini tidak ada pilihan untuk pengujian di rumah atau di fasilitas perawatan.
5. Pencegahan dan Pengobatan
Tidak ada vaksin untuk COVID-19 pada awal pandemi karena virus baru ketika ditemukan pada akhir tahun 2019. Kini, berbagai vaksin telah disetujui untuk digunakan di banyak negara.
Dalam kasus Mpox, sudah ada vaksin yang bisa melindungi terhadap birus. Vaksin yang dilemahkan secara hidup, bermerek dagang JYNNEOS, adalah yang paling banyak digunakan.
JYNNEOS dikembangkan untuk mencegah cacar dan juga melindungi terhadap Mpox pada orang dewasa berusia 18 tahun ke atas. Bavarian Nordic, perusahaan yang memproduksi JYNNEOS, saat ini sedang menyelidiki keamanan dan kemanjuran vaksin untuk digunakan pada anak-anak (usia 2-12 tahun) dan remaja (usia 12-17 tahun).
Upaya vaksinasi Mpox difokuskan pada orang-orang yang telah terpapar atau yang lebih mungkin tertular. Saat ini, belum ada pengobatan khusus untuk penyakit ini.
(hsy/hsy) Next Article 7 Tanda & Gejala Infeksi Virus Mpox yang Bisa Berakibat Fatal